Bab 29

37.5K 3.6K 131
                                    

Sakti menatap bunga yang ada digenggamannya dengan senyum cerah, saat membuka pintu rumah Adara sudah berada di dapur dengan perutnya yang sangat membesar berjalan mondar-mandir. Ia kemudian memberikan bunga itu kepada Adara.

"Apa ini? Tumben?" ujar Adara dengan senyuman, Sakti mengacak rambut Adara pelan dan duduk di meja makan.

"Selamat delapan bulan, untuk Bunda dan Adek," Sakti tersenyum dan Adara mengambil tempat untuk bunga tersebut.

"Ra, jangan mondar-mandir dong. Perut kamu udah besar banget." Sakti berjalan di belakang Adara dan berusaha membantu Adara, namun dia langsung menepis tangan Sakti dan menggeleng pelan. Sakti yang menatap itu hanya mengambil langkah mundur dan tersenyum tipis.

Tiga bulan ini Sakti berusaha meluluhkan kembali hati Adara agar kembali jadi miliknya, namun selama itulah Adara tidak memberikan tanggapan yang berarti. Adara mau menerima segala perhatian Sakti, namun saat Sakti ingin menyentuhnya –kecuali perutnya karena Adara sangat menyukai dia mengusap perutnya- Adara selalu menghindar.

Adara yang mulai kesusahan berjalan duduk di meja makan dan tersenyum pada Sakti, "Aku bikin fillet hari ini. Cobain."

"Suapin dong, Ra?"

Adara tersenyum tipis dan menggeleng.

"Manja banget," Adara menyuapkan Sakti satu sendok, kemudian sibuk dengan dirinya sendiri. Sakti kembali tersenyum tipis dan menatap Adara yang semakin gemuk dan berisi. Baju-baju yang biasa Adara gunakan bahkan sudah tidak muat lagi.

"Ra.. jadi yoga bareng pasangan itu?"

Adara mengalihkan perhatiannya, "Kamu mau?" tanya Adara antusias. Sakti menganggukkan kepalanya dan mengusap pipi Adara pelan.

"Gemes, ra. Kamu gendut."

Adara terdiam mendengar ucapan itu. dia menghela napas dalam dan menggelengkan kepalanya, sedangkan Sakti yang menyadari bahwa dia telah salah bicara hanya tersenyum.

"Tetap cantik, Ra. Ya kan anak Ayah?" dia mengusap pelan perut Adara dan menciumnya cepat.

Adara terkekeh pelan dan kembali memakan makanannya.

Tiga bulan ini semua berjalan dengan baik, Dianza tiba-tiba resign dari kantor dan Adara sudah mengambil cutinya dari dua hari yang lalu. Dia juga sudah tidak mempermasalahkan orang-orang yang bergosip dibelakangnya karena hubungannya Sakti dan Dianza. Meskipun awalnya terasa berat, Adara tidak mau lagi menyalahkan siapapun.

"Aku jam delapan mau nonton sama teman-teman ya."

Sakti tertegun. "Aku temani ya?"

"Sakti, ini kan geng cewek!" Adara berdecak pelan menanggapi Sakti yang mulai posesif.

"Kalau kamu capek jalan, siapa yang gendong kamu?"

Adara terkekeh pelan. "Memang kamu bisa gendong aku yang gendut ini?"

"Bisa dong," Sakti tersenyum pelan dan memakan makan malamnya, dia menatap Adara jenaka, "Mau bukti?"

Adara menggelengkan kepalanya. Wajahnya yang mulai tembem tidak mengurangi rasa sayang yang dimiliki Sakti untuk Adara. Meskipun setiap malam dia harus mencuri ciuman dari Adara saat perempuan itu sedang tertidur, Sakti tidak masalah melakukannya.

"Apa buktinya?"

Sakti mendengus, "Waktu kamu tidur di sofa depan, menurut kamu siapa yang mindahin kamu ke kamar?"

"Kamu itu modus kan?"

"Modas, Ra. Modal sayang."

Adara mencibir mendengarnya. Ketika mereka sudah mendengar suara mobil yang terparkir di depan rumah mereka, Adara langsung mengambil tas dan menepuk pelan pipi Sakti.

Terusik | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang