"Sakti!" Tegur Adara pelan. Laki-laki itu menatapnya sebentar dan mengerinyikan dahi. Menunggu Adara untuk melanjutkan ucapannya, mereka sekarang tengah berada di rumah orang tua Sakti di Puncak.
Netranya masih menatap Sakti. Keengganan merajai pikirannya. Antara mengusulkan atau tidak sama sekali. Sakti sendiri tampaknya sabar menunggu Adara mengucapkan kata-katanya, buktinya pemuda itu tidak menginterupsi Adara yang tengah berpikir.
"Kamu akan menyentuhku?" Tanya Adara pelan, nyaris berbisik. Namun kamar Sakti ini cukup membuat suaranya begitu terdengar di telinga Sakti.
Sakti tersenyum tipis,. "Kalau kamu keberatan. Aku nggak akan melakukannya. Ini bukan nenyentuh dalam artian sebenarnya, kan?"
Adara tersenyum dan menganggukkan kepala, kemudian bergabung bersama Sakti diatas tempat tidur. "Makasih, Sakti." Dia kemudian masuk ke dalam selimut dan menyelimuti dirinya sendiri, mencoba untuk tidur.
"Tapi aku juga punya kebutuhan, Ra." Sakti kembali membuka percakapan, membuat Adara membalikkan badan dan kembali menatap Sakti.
Adara berpikir sebentar, "Setidaknya sampai kita berdua nyaman dengan keberadaan masing-masing."
Sakti hanya menganggukkan kepalanya, "Oke. Yang mana yang membuat kamu nyaman saja, Ra."
Adara tersenyum mendengarnya, "Kenapa kamu selalu mengatakan hal tadi?"
"Hal yang mana?"
"Yang mana yang membuat aku nyaman."
Sakti terdiam. "Menikah dengan orang asing bukan salah satu wishlist hidupmu kan?"
Adara menganggukkan kepalanya dan terkekeh. "Aku nggak akan pernah menyangka akan menikah dengan orang yang menyukai sahabatku."
Sakti mengerinyitkan dahi.
Wanita itu tersenyum, "Jelas Sakti. Kamu menyukai Tsania."
Sakti menggelengkan kepala. "Waktu aku tahu dia janda iya, tapi setelah tahu dia punya Arseno sudah nggak lagi."
"Oh iya?" Sakti menganggukkan kepalanya. "Tapi aku nggak melihat itu dari interaksimu." Sambung Adara lagi. Sakti menutup laptopnya dan kemudian menatap Adara lama, mereka terbatas oleh guling diantara mereka.
"Ra, ini kadang memang nggak masuk di akal. Aku kadang... hanya berisik saat banyak orang. Ketika aku hanya berdua, aku lebih banyak diam."
Adara mengerinyitkan dahi. "Maksudnya?"
"Aku bisa ramah kepada orang lain, hanya di depan mereka. Diluar itu semua aku bisa jadi pendiam yang seutuhnya. Mungkin kamu akan terbiasa dengan sikapku yang kontradiktif itu."
Adara menelan ludahnya dan mengangguk saja. "Itu hidupmu, aku nggak masalah sama sekali."
Sakti tersenyum. "Good! Ayo tidur, Ra. Besok pagi bukannya kamu mau menemani Ibu jalan pagi?"
Ia menganggukkan kepalanya, "Ini aneh Sakti. Jadi menantu idaman tapi menantu dan anaknya nggak saling mencintai."
Sakti berdecak. "Nggak melulu soal cinta. Berapa banyak orang yang menikah karena cinta terus berakhir karena alasan yang sama?"
"Ya banyak juga sih."
"Lalu kenapa memusingkan soal cinta?"
"So, selain karena kamu membutuhkanku. Kenapa kamu mau menerima aku sebagai istrimu. Aku sedikit nggak masuk akal hari itu." Adara berusaha membentuk senyum, tapi dia tahu dia telah gagal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Terusik | ✓
Romance(Reading list WattpadRomanceID kategori Bittersweet of Marriage bulan Mei 2022) Disclaimer : NOT a romantic marriage story you ever imagine. Adara tersenyum tipis. Baiklah, sepertinya mereka bisa memulai proses negosiasi ini. Sebuah transaksi rahasi...