Bab 18

27.8K 3.8K 328
                                    

"Ra, bagaimana kalau ... pernikahan ini bikin kita saling jatuh cinta?" Sakti mengusap wajah Adara dengan tangan kanannya kemudian membawa perempuan itu berjalan di pinggiran Jalan Orchad Road, menepi agar mereka tidak menghalangi jalan orang lain yang ingin mendahului mereka.

Ini pertama kalinya Sakti mengajaknya untuk liburan. Setelah lima bulan menikah. Persiapan pernikahan yang cukup singkat karena harus bolak-balik dari Bogor ke Pekanbaru -karena semua Om dan Tante Adara tinggal disana- menyita perhatian mereka hingga tidak sempat pendekatan lebih jauh. Apalagi dengan kebahagiaan Hartati yang tidak henti-hentinya mengikuti mereka, membuat mereka berdua bahkan untuk sekadar berbicara saja tidak bisa. Terlalu banyak orang disekeliling mereka.

Maka pendekatan pertama terjadi saat mereka telah resmi menjadi suami istri dan Sakti membawa Adara ke rumah baru mereka. Rumah yang menurut Sakti cukup untuk mereka berdua karena tidak terlalu besar dan kecil. Pas.

Kecanggungan karena tidak adanya pendekatan itu membuat Sakti mengalah untuk tidur di lantai atas. Dia tidak mau menginterupsi ketenangan Adara karena keberadaannya. Secara pertemanan, lima bulan ini rasanya mereka cocok. Tidak ada cek-cok yang berarti, Adarapun tidak banyak ulah menjadi istrinya. Mereka menikmati kebersamaan yang terjalin lima bulan pertama ini. Sekalipun ada yang mengganjal Sakti berusaha menampik beberapa hal itu untuk kebersamaan mereka.

Adara yang sedang memakan eskrimnya hanya menatap Sakti pelan. "Hmm. Aku nggak punya ide."

Sakti menggenggam tangan Adara dan tersenyum tipis. "Ya misalnya, kita saling jatuh cinta?"

Adara menghela napas dalam. "Berarti pernikahan ini berhasil," Adara terdiam pelan. "Bagaimana kalau nggak?"

Sakti menoleh pada Adara.

"Bagaimana kalau pada akhirnya salah satu dari kita tetap tidak menyukai satu sama lain?" tanya Adara lagi, dia menatap wajah Sakti yang cukup tampan hari ini. Adara harus mengakui wajah Sakti memang tampan, walaupun di album foto yang ditunjukkan Hartati kepadanya minggu lalu -yang menunjukkan perkembangan Sakti dari kecil hingga dewasa- tidak menunjukkan bahwa laki-laki ini bisa maskulin. Nyatanya Jerman memang merubah Sakti.

"Berarti kita harus bercerai. Sesuai perjanjian?" Sakti sebenarnya lebih kearah bertanya akan hal ini.

Adara menganggukkan kepalanya ringan dan menyandarkan kepalanya pada Sakti. Mereka berkencan dan menikmati hari libur ditengah kasus perusahaan yang semakin membuat leher keduanya tercekik. Pendekatan dan kencan-kencan ini didasarkan dengan keinginan untuk membuat pernikahan-kontrak yang harmonis. Sebuah kemunafikkan yang sia-sia, karena seluruh duniapun tahu saat ini mereka sangat menginginkan satu sama lain.

Adara menatap punggung lebar Sakti yang ada didepannya, entah kenapa akhir-akhir ini bayangan Althaf sudah hilang di dalam kepalanya, dia tidak pernah lagi penasaran bagaimana perasaan Althaf mengetahui pernikahannya. Semuanya menghilang begitu saja. Ia sekarang yakin, untuk melupakan seseorang memang butuh seseorang yang lain. Agar proses move on itu cepat. Dia harus berterima kasih kepada Sakti.

Kedekatan dan kebersamaan mereka saat itulah yang membuat Adara terdorong untuk melakukan kebodohan dengan menceritakan semuanya kepada Sakti malam itu, malam dimana Adara merasakan keintiman yang paling dekat dengan Sakti Dilandipta setelah pernikahan mereka. Detak pertama itu muncul ketika dia terbangun dan mendapati Sakti disampingnya sedang memeluk pinggangnya dengan posesif. Sakti kembali mengambil haknya.

Adara menepuk lengan Sakti, "Sakti bangun!" Ujarnya mulai panik. Melihat pakaian mereka sudah berantakan, juga karena mereka tidak memakai pengaman sama sekali.

Terusik | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang