Bab 16

26.5K 3.7K 433
                                    

Bolehkah dia memutar ulang waktu?

Sakti menghirup napas dalam ketika dia menatap punggung Adara yang tanpa protes melakukan apa yang dimintanya. Tengah malam, memasak mie instan. Adara dengan home dress pinknya beranjak dari kasur dan segera membuatkannya mie instan.

Perempuan itu mengatakan hanya mie instan saja tidak masalah, tidak merepotkan.

Saat pulang tadi, Adara tersenyum biasa kepadanya dan berganti pakaian -tidak mengucapkan apapun. Bahkan ketika Sakti ingin bermanja dengannya dengan mengganggu Adara yang menonton film kesukaannya, perempuan itu tetap bergeming.

Sepertinya kali ini, dia sudah benar-benar keterlaluan. Awalnya menyenangkan baginya menatap Adara dengan emosi yang meledak datang kepadanya. Awalnya. Namun sekarang dia tidak lagi mendapatkan itu semua. Seolah Adara sudah tahu dimana posisinya.

Sakti beranjak dan mendekat pada istrinya, dipeluknya tubuh itu dengan hangat ketika Adara masih menunggu air di dalam panci itu mendidih dengan sempurna. Tubuh Adara sedikit menegang, namun ketika Sakti hanya menumpukan kepalanya di bahu Adara, dia menoleh sedikit.

"Ada apa?" Tanyanya ringan, membuka bungkus mie instan dengan cepat.

"Kamu nggak mau ngamuk, Ra?"

"Ngamuk?" Balas Adara bingung. Dia meniriskan air rebusan mie dan kembali memasak air untuk kuah mie instan Sakti. Setelah matang, Adara langsung mematikan kompor. Dia membalikkan badan. Sekarang, Sakti bisa melihat wajah Adara dengan sempurna.

"Kenapa harus ngamuk?" Sambung Adara lagi.

Sakti terdiam pelan. Adara memberikan mangkuk mie instan itu kepadanya dan tersenyum tipis. Direnggangkannya otot-ototnya dan menguap cepat. "Sakti aku boleh tidur duluan? Capek banget." Adara tanpa menunggu jawaban Sakti langsung berjalan ke kamar mereka. Dia langsung menutup pintu dengan cepat.

Memberitahukan kepada dirinya bahwa semua yang terjadi bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan.

"Nggak bisa temani aku dulu?" Terlambat. Adara tak mendengar ucapan itu.

Sakti yang terpaku diluar hanya bisa diam. Alarmnya benar-benar berbunyi. Dia hampir selalu mendapatkan yang dia inginkan apalagi yang dia perjuangkan, namun kali ini yang diinginkannya berbelok menjauhi ekspektasinya.

Saat dia akan menyusul Adara ke dalam kamar, ponselnya berbunyi.

Dianza
Good night, Mas.

Sakti mengusap pelan wajahnya, berusaha menampik perasaan membuncah yang dia rasakan kali ini. Bahwa faktanya adalah dia menyukai setiap perhatian yang diberikan Dianza, yang tak pernah diberikan Adara padanya.

Sekalipun.

Ponselnya kembali berbunyi, sebuah panggilan kali ini.

"Kenapa, Di?" Jawabnya cepat.

"Aku belum bisa tidur, Mas."

Sakti terdiam pelan memakan mie instan yang diberikan oleh Adara. "Oh."

"Mas lagi apa?"

"Saya tutup teleponnya ya, Di?" Dia menatap engsel pintu kamar mereka yang sedikit menurun kemudian kembali ke posisi biasa -menandakan bahwa seseorang tengah menariknya. Adara.

Jantungnya merasa diremas. Sakti segera meninggalkan makanannya di meja bar dan menutup sambungan telepon. Membuka kamar mereka yang telah dipasang lampu tidur.

"Dara?"

Adara tampak tenang dalam tidurnya, wajahnya sedikit miring ke arah kiri dan mulutnya sedikit terbuka untuk mengambil napas. Namun bukan itu yang diperhatikan Sakti, mata Adara yang mengerjap.

Terusik | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang