Simpul Mati Nasya - 6

1.2K 127 6
                                    

Teman Baru

Setiap pagi Nasya selalu berangkat ke sekolah diantar oleh Ayahnya. Tak jarang juga Nasya diantar oleh Kakaknya Nizar ataupun Naura jika Ayahnya harus berangkat ke kantor lebih awal. Hari senin, awal dimulainya kehidupan SMA Nasya di sekolah favorit yang menjadi impian para siswa.

Sebelum keluar dari mobil Ayahnya, Nasya terlebih dahulu mencium punggung tangan Nafis, kemudian turun dari mobil. Tak lupa Nasya mengucapkan salam sebelum meninggalkan mobil Ayahnya dan masuk kedalam kelas. Melewati gerabang sekolah, Nasya melihat keriuhan didepan kelas tempat teman-temannya berkumpul.

Apa ada pengumuman penting ya?, tanya Nasya pada dirinya sendiri. Tak ingin memikirkan hal yang dia tidak tau kejelasannya, Nasya menghampiri salah satu teman yang ada disana.

“Hai, aku Nasya, nama kamu siapa?” kata Nasya memperkenalkan dirinya, tak lupa mengulurkan tangannya.

“Hai, aku Bianka, kamu yang kemaren kena prank itu ya?” tanya Bianka.

“Hmm, iya. Eh ini ada apa sih kok pada kumpul-kumpul gitu,” balas Nasya.

“Kan, mulai hari ini kita bisa masuk ke kelas yang udah ditentukan, coba kamu cek nama kamu di kelas mana,” kata Bianka.

“Lohh bukannya kemaren kita udah masuk kelas ya?” tanya Nasya.

“Itu cuma sementara,” jawab Bianka.

“Oh gitu, makasih ya, aku liat namaku dulu,” balas Nasya kemudian ikut ke gerombolan teman-temannya yang mencari nama masing-masing.

Nasya mencari satu persatu namanya, setelah berhasil menemukan namanya, mata Nasya melihat tulisan yang sengaja di bold dibagian atas. Siswa Kelas 10 A-1, setelah mengetahui kelasnya, Nasya menyusuri depan kelas mencari ruang kelas 10 A-1. Ruang kelas Nasya sudah terdengar ramai, dan benar teman-temannya sudah duduk di bangku piliahnya.

“Nasya,” panggil seseorang yang ternyata Riana.

“Ha, aku satu kelas sama kalian?” tanya Nasya memastikan.

“Iya, kita satu kelas 10 A-1,” jawab Via.

“Ini udah gak ada bangku kosong lagi selain ini sama itu?” tanya Nasya yang masih mengedarkan pandangannya ke belakang.

“Aku kalau ngerti bakal berubah lagi kelasnya, pasti aku berangkat pagi lah,” jawab Lila yang wajahnya sedikit di tekuk.

“Senyum dong, aku boleh duduk di sini?” tanya Nasya.

“Harus, dan wajib duduk disini,” jawab Lila yang ketara kesal.

“Udah La, gapapa kan duduk samping Nasya, duduk di bangku paling depan tuh enak loh, kalau ada guru jelasin kita bisa fokus. Kalau guru nulis di depan kamu juga bisa jelas lihatnya,” kata Riana berusaha menghibur Lila.

“Ya, nanti giliran ulangan atau kuis dan semacamnya, yang depan pasti kena duluan, belum lagi gabisa cari contekan lagi,” balas Lila.

“Contekan mulu kamu, kayak Nasya tuh nerima aja duduk di depan,” kata Via.

“Ini juga terpaksa kali Vi, kalau aja di belakang masih ada kursi kosong aku pasti pilih belakang,” balas Nasya.

Sebuah ketukan pintu membuat semua yang berada dalam kelas memandang ke satu arah yang sama. Laki-laki dengan penampilan rapi, sedang berdiri disana kemudian berjalan masuk.

“Kelas 10 A-1 kan?” tanyanya memastikan.

“Iya,” jawab Nasya.

“Hai teman-teman, kenalin nama aku Ervan Adi Saputra, kalian bisa panggil Ervan atau Evan,” kata Ervan memperkenalkan dirinya.

Simpul Mati NasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang