Simpul Mati Nasya - 28

729 90 6
                                    

Kereta Malam

“Ayah, please!!” Nafis memilih meninggalkan aktivitas membacanya yang terganggu oleh rengekan Nasya yang meminta izin untuk pergi berkemah di Ranu Kumbolo.

Mirza dan anggota kepramukaan memiliki rencana untuk mengisi liburan semester mereka dengan berkemah ke Ranu Kumbolo. Ranu Kumbolo merupakan danau yang berlokasi di area Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, menuju jalur pendakian ke Puncak Gunung Semeru. Berada di ketinggian 2400 mdpl, lokasi perkemahan di Ranu Kumbolo menyajikan pemandangan yang luar biasa.

“Buat apa juga sih kamu pake mau mendaki kesana, bahaya,” balas Nafis tanpa menghentikan langkahnya menuju kamar. Dan Nasya masih setia mengikuti Ayahnya.

“Ayah, Nasya udah olahraga beberapa hari ini. Lagian Nasya juga udah pernahkan mendaki di Gunung Pancar, jadi Nasya udah ada pengalaman,” Nasya masih berusaha bernegosiasi dengan Nafis.

“Bunda juga udah kasih izin buat Nasya pergi,” tambah Nasya yang kini menahan tangan Nafis agar tidak masuk kedalam kamar.

“Sekali enggak, tetap enggak,” tegas Nafis membuat Nasya mulai berkaca-kaca dan perlahan melepaskan pelukan pada tangan Ayahnya.

Nasya pergi meninggalkan tempatnya menuju kamar yang tak jauh dari kamar orangtuanya. Sedih, tapi Nasya masih akan terus berusaha meluluhkan hati Ayahnya. Semua perlengkapan untuk mendaki sudah ia persiapkan, termasuk surat sehat dari dokter. Berdasarkan pelangalaman, kalau izin Nasya tidak diterima, maka Najla lah satu-satunya orang yang dapat membantu Nasya untuk meluluhkan Raja di hatinya.

Tak sengaja mata Nasya menatap layar ponselnya menyala dan menampilkan notifikasi pesan masuk dari aplikasi whatsapp. Tak pikir panjang, Nasya meraih benda pipih yang berada diatas meja belajarnya.

Mirza
Jadi gimana?
Udah dapat izin belum dari Ayah?
Apa perlu aku yang izinin kamu?

Mata Nasya melotot ketika melihat pesan terakhir yang dikirim oleh Nasya. “Jangan ngada-ngada deh Kak, belum tentu juga kalau Kak Mirza yang minta izin bakal dikabulin sama Ayah,” gumam Nasya sambil mulai mengetik balasan dari pesan Mirza.

Me
Masih belum berhasil,
Reply : Gak perlu juga Kak,
sebelum berangkat aku usahakan Ayah udah kasih izin.

Mirza
Kalau memang gak diizinin, jangan dipaksain ya.
Nurut aja apa kata orangtua,
Itu pilihan yang lebih baik

Me
Iya, tapi Nasya masih mau berusaha untuk bisa ikut.

Mirza
Iya, asal jangan terlalu memaksa kehendak aja.
Udah malam, selamat beristirahat

Me
Iya Kak,

Seuntai senyuman terukir dari bibir Nasya setelah membalas pesan terakhir pada Mirza. Perlahan perhatian kecil dari Mirza selalu memberinya sebuah kenyamanan. Nasya sadar itu salah, tapi Nasya tetap berusaha mengendalikan hati dan pikirannya untuk tidak terus mengharpkan yang lebih kepada manusia. Karen hanya akan ada kecewa jika berharap pada selain sang pencipta, Allah azza wajalla.

⛺⛺⛺

Senang, satu kata yang kini menggambarkan seorang Nasya. Bagaimana tidak, akhirnya Nafis mengizinkan Nasya untuk pergi mendaki dan berkemah di Ranu Kumbolo. Andai bisa sampai ke puncak, sungguh akan menjadi perjalanan paling mengesankan dan tak akan pernah terlupakan. Hanya berandai, Ranu Kumbolo aja perizinannya susah minta ampun, apalagi mendaki punca Semeru.

“Bunda, makasih banyak ya. Emang cuma bunda yang bisa melembutkan hati Ayah,” ucap Nasya sambil memeluk Najla yang kini keduanya sedang bersantai di gazebo belakang.

Simpul Mati NasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang