Dendam Lidya
Cukup lama, Nasya terpengaruh obat tidur yang Arif berikan. Saat dia terbangung dari tidurnya, bukan kursi mobil tempatnya duduk sekarang. Ruangan gelap dan lembab dengan dirinya yang duduk di kursi serta tali yang mengikat di tangan serta tubuhnya. Mata Nasya terus melihat sekelilingnya yang kosong.
“Ariff,” teriak Nasya.
“Tolong,” Nasya mulai ketakutan.
Sebuah pintu terbuka dan beberapa orang masuk ke dalam. Nasya masih belum bisa melihat jelas siapa yang ada disana. Lidya semakin mendekat ke arah Nasya sedangkan teman lainnya memilih tinggal di depan pintu.
“Apa kabar cantik.” Lidya mengucapkan kalimat itu ditelingan Nasya.
“Kak lepasin aku!” Nasya berusaha memberontak berharap tali yang mengikat ditubuhnya bisa terlepas.
“Kenapa sakit ya?” Lidya mengeluarkan sebuah gunting dari sakunya.
“Aku mohon lepasin aku Kak!” mata Nasya sudah mulai berkaca-kaca.
“Apa Mirza mau lepasin kamu? Enggak kan? Begitu juga aku gak mau lepasin kamu, sebelum Mirza yang lebih dulu lepasin kamu,” tegas Lidya.
“Aku mohon kak lepasin aku,” pinta Nasya.
Setiap kata yang diucapkan oleh Lidya membuat Nasya semakin ketakutan. Air matanya tak lagi dapat dia bendung, entah kepada siapa Nasya harus meminta pertolongan. Dalam setiap tetesan air matanya, hanya doa yang terus dia rapalkan, berharap hati Lidya luluh atas doa-doanya.
“Lo pikir gue bakal luluh dengan air mata lo?” tanya Lidya.
“Lo tau fungsi gunting ini untuk apa?”
“Jangan harap ini buat buka tali yang mengikat lo, yang ada tali ini akan membuat lo gak akan ketemu sama Mirza lagi”
“Dan itu yang sekarnag due harepin,” teriak Lidya dengan menancapkan gunting itu ke bagian belakang kursi Nasya.
“Lidya,” teriak Aura.
Mendengar teriakan Aura, Lidya semakin marah kepada temannya itu. Dirinya sudah cukup sabar dan selalu menerima nasehat dari sahabatnya itu. Tapi apa hasilnya, Lidya justru semakin jauh dari Mirza dan justru Nasya yang lebih dekat dengan Mirza.
“Pergi lo dari sini, gue gak butuh temen kayak lo,” teriak Lidya.
“Lid, udah jangan gitu sama Aura,” balas stefana berusaha menengkan Lidya.
“Tujuan gue sekarang cuma satu, gue pengen Nasya mati ditangan gue,” Lidya menunjuk ke arah Nasya yang tak berhenti mengeluarkan air matanya.
“Enggak Lid, bukan itu kan tujuan awal lo,” balas Stefana.
“Gue pergi” Aura memilih meninggalkan tempat yang penuh dengan kebencian itu. Stefana berusaha menahan Aura, tapi Aura lebih memilih meninggalkan tempat itu.
“Lo liat, gara-gara lo, salah satu teman gue, berani menghianati gue, semua itu gara-gara lo,” teriak Lidya di telingan Nasya.
“Itu bukan salah aku tapi karna kak Lidya memang jahat,” balas Nasya berusaha untuk kuat.
“Oh, lo udah berani sama gue? Denger ya, semakin lo gak mau nurut sama gue, perlahan gua akan buat lo menderita disini,” tegas Lidya.
“Lo harus bayar rasa sakit yang selama ini gue alami, lo harus bayar itu semua Nasya,” teriak Lidya diakhiri dengan tawa.
“Lid, apa gak sebaiknya kita lepasin Nasya aja, gue takut Lid.” Stefana mulai takut dengan tindakan nekat sahabatnya itu.
“Kalo lo gak bisa berdiri dibelakang gue, lo susul tuh Aura. Dan jangan harap hidup lo akan tenang setelah pergi dari gue,” tekan Lidya pada Stefana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul Mati Nasya
Teen FictionFiksi Remaja - Islami - Pramuka || Spinoff Separuh Agamaku Bekerjasama dengan Penerbit Garis Cakrawala Bumi perkemahan, Tempat dimana kita pertama kali dipertemukan, Tak seperti orang kebanyakan, Berawal dari tatap-tatapan, Dan berjabat tangan perke...