Filosofi Simpul Mati
Perlahan namun pasti, Nasya berusaha menyerahkan semua yang terjadi padanya kepada sang pemilik rencana. Salah jika Nasya yang mendirect Allah untuk memenuhi keinginananya. Karena Allah lah yang lebih tau kebutuhan setiap hambanya.
Hiruk pikuk masa putih abu-abu sudah Nasya lewati bersama dengan teman-temannya. Di hari wisuda, Nasya, Riana, Lila, Via, Ervan, Wildan, Fajar dan Dika sepakat untuk tetap menjaga silaturahmi dimanapun dan sampai kapanpun. Mereka sama-sama berjanji untuk saling melindungi dan bersedia mendampingi jika salah satu diantaranya berada dititik terendah sekalipun.
Nasya dan ketiga temannya sepakat untuk melanjutkan kuliah di universitas yang sama. Dan alhamdulillah, mereka semua lolos dalam seleksi bersama. Berbeda halnya dengan teman-teman cowok, diantara mereka berempat tidak ada yang satu universitas, bahkan semuanya berbeda kota. Disela-sela kesibukannya, mereka selalu berusaha untuk tetap saling komunikasi, meskipun hanya melalui aplikasi.
“Hmm, nasib jadi maha siswa tua,” keluh Via.
“Kok nasib sih Vi?” tanya Lila.
“Ya gimana, udah jomblo, tugas gak kelar-kelar, mana dosen pembimbing susah banget lagi dihubungi,” jawab Via membuat Nasya menggelengkan kepala.
“Kan kemaren udah dinasehatin sama Nasya, lupa?” tanya Riana.
“Mau dinasehatin lagi? Gak bosen apa?” tanya Lila.
“Nasehatin lagi deh Ca,” lanjut Lila.
“Doain, sering-sering lah doain buat dosen kita, insyaallah pasti dipermudah sama Allah, jangan ngeluh! karena mengeluh merupakan tanda?” Nasya menggantung kata terakhirnya yang langsung dilanjutkan oleh teman-temannya secara serempak.
“Kurang bersyukur,”
“Itu udah hapal,” tutur Nasya.
Semuanya kembali sibuk dengan laptopnya masing-masing. Lucunya diantara mereka tidak ada yang satu jurusan, tapi mereka selalu mengerjakan tugas bersama-sama. Disatu meja gazebo perpustakaan.
“Eh, temen sekelas aku tuh sering bilang gini tau, rajin benget sih ke perpustakaan, mau lulus cepet ya?” ucap Riana.
“Hmm, taunya cuma di gazebo doang. Kalau butuh referensi aja baru masuk ke dalam,” balas Lila.
“Nah itu, kan alasannya cuma biar bisa kumpul bareng sama kalian,” ucap Riana.
“Kayak gak ada tempat lain aja ya kita, hampir tiap hari loh kita pasti ada disini,” balas Nasya.
“Eh Ca, Kak Riri udah mau nikah ya?” tanya Via.
“Tau dari mana?” tanya Riana.
“Nih,” Via menunjukkan ponselnya.
“Serius? Sama siapa?” tanya Lila.
“Upss, hari patah hati dong ini. Sabar ya Na,” Via mengelus pundak Riana.
“Apaan sih? sama Kak Rendy?” tanya Riana dan Via mengangguk.
“Udah tau, beberapa hari lalu kan tunangannya,” balas Riana membuat Via melotot kan matanya.
“Emang iya Ca?” Nasya menganggukan kepalanya.
Nasya tersenyum menaggapi obrolan teman-temannya. Karena Nasya sudah tau mengenai itu sejak lama. Kini yang menjadi pertanyaan Nasya, mungkinkah Mirza akan datang diacara pernikahan sepupunya.
Faktanya, Nasya tak pernah tau bagaimana kabar Mirza sekarang. Bahkan Mirza juga belum pernah pulang kembali ke Indonesia semenjak keberangkatannya ke Australia. Sempat terpikir oleh Nasya, apa mungkin Mirza sudah menemukan sosok yang dia yakini adalah jodohnya? entahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul Mati Nasya
Teen FictionFiksi Remaja - Islami - Pramuka || Spinoff Separuh Agamaku Bekerjasama dengan Penerbit Garis Cakrawala Bumi perkemahan, Tempat dimana kita pertama kali dipertemukan, Tak seperti orang kebanyakan, Berawal dari tatap-tatapan, Dan berjabat tangan perke...