Simpul Mati Nasya - 24

699 85 1
                                    

Tentang Perasaan

Seluruh siswa SMA Harapan Bangsa kini sedang berkumpul di lapangan belakang. Pertandingan final basket baru saja selesai dilaksanakan, dan dimenangkan oleh tim kelas Mirza. Kumpulan para ciwi-ciwi langsung bersorak ketika tim yang menang dipanggil ke depan menerima hadiah.

Sekilas Nasya melihat ke arah Mirza yang sekarang berdiri di depan. Dengan wajah yang gak ada senyum-senyumnya, membuat Nasya bingung penuh tanya. Emang perempuan sekarang suka yang tampil cool gitu ya?, pikir Nasya.

“Baik, yang terakhir adalah lomba cerdas cermat. Dipersilakan maju untuk peserta dari kelas 10 A-1 sebagai juara pertama, 11 IPA 2 sebagai juara 2 dan 11 IPA 1 sebagai juara ketiga. Ayo langsung maju saja, perwakilannya,” panggil Pak Rudi guru olahraga.

“Ini kok yang menang kebanyakan anak IPA ya? anak IPS nya pada kemana?” tanya Pak Rudi sembari menunggu perwakilan pemenang lomba cerdas cermat berkumpul didepan.

“Anak IPS, gak bisa pak kalau harus bertanding melawan kelas-kelas lain Pak. Anak IPS lebih milih ngalah daripada melawan,” teriak salah satu orang dari kumpulan siswa laki-laki.

“Ada aja alasannya pake ngalah segala,” balas Pak Rudi.

Nasya dan pemenang lainnya sudah berdiri di depan. Pak Rudi menyerahkan sertifikat penghargaan juga memberikan hadiah juga. Setelahnya dilanjutkan dengan sesi foto-toto. Tak mau kalah, pak Rudi juga mengambil gambar Nasya dan para pemenang lainnya.

“Terimakasih untuk semuanya yang sudah berpartisipasi aktif, menunjukkan kekompakannya dalam kelas. Harapan kami, semoga dengan adanya classmeeting membuat kalian semua menjadi akrab. Satu pesan dari kepala sekolah, untuk hari jumat besok sekolah di liburkan, dan hari sabtu akan ada pengambilan raport semester. Mungkin cukup sekian dari saya, selamat siang,” ucap Pak Rudi kemudian meninggalkan lapangan belakang.

Beberapa siswa memilih untuk kembali ke kelas mengambil tas kemudian pulang. Namun masih banyak juga yang tetap tinggal di lapangan untuk sekedar membuka hadiah dan bercanda tawa.

“Hadiahnya beginian doang nih?” tanya Bagus yang sekarang mengalungkan jajanan rentengan di lehernya.

“Udah lu gak berkontribusi apa-apa juga. untung masih dapat hadiah buat cuci mulut,” balas Diki.

“Gue juga berkontribusi kali,” ucap Bagus tak terima.

“Apaan, lu cuma jadi suporter bayaran juga,” balas Fajar.

“Udah gak usah ribut, mending dibuka deh tu cikinya. Mayan kan gratis, gak perlu beli ke kantin,” ucap Riana melerai debat kusir antara Fajar dengan Bagus.

“Guys liat sini dong bentar,” ucap Via yang sudah siap dengan layar kameranya. Otomatis membuat semuanya melihat ke satu titik, menampilkan senyum manis, pun gaya-gaya gak jelas dengan diselingi tawa.

“Jangan lupa tag instagram aku ya,” usul Wildan.

“Gue juga dong Vi, semuanya dah,” tambah Ervan.

“Beres, kalian tinggal repost dah,” balas Via sambil menunjukkan jempolnya.

Saat Nasya dan yang lainnya ingin meninggalkan lapangan belakang. Sebuah interuksi dari seseorang yang berada di depan melarang untuk meninggalkan lapangan. Semua pandangan langsung tertuju ke podium, dimana ada Rendy berdiri disana.

“Ada pengumuman apaan ya?” tanya Lila.

“Gak tau juga, tapi kenapa baru sekarang kalau mau ngumumin hal penting. Kan udah banyak yang pada pulang,” jawab Ervan.

“Yaudah tungguin aja napa sih Kak Rendy mau ngomong juga,” balas Riana.

“Riana lagi dapet ya, daritadi ngegas mulu,” ucap Fajar yang langsung dihadiahi pukulan oleh Riana.

Simpul Mati NasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang