Simpul Mati Nasya - 7

1K 135 2
                                    

Daftar Ekstrakurikuler

Nasya sudah selesai mengisi formulir pendaftaran tim inti kepramukaan. Nasya juga sudah belajar mengenai dasar-dasar kepramukaan, supaya nanti ketika screening, Nasya bisa menjawab dengan lancar. Satu harapan Nasya, semoga bukan Mirza yang akan mewawancarainya bisa-bisa apa yang sudah Nasya pelajari hilang seketika karena makhluk itu.

Membahas soal kepramukaan, Nasya jadi teringat dengan kata-kata perempuan yang bernama Lidya. Ayahnya Nasya bilang, kalau  ada yang membenci kita, atau seseorang tidak menyukai kita, tidak papa. Kita bisa mendoakan semoga hatinya Allah luluhkan sehingga hilang rasa iri, dengki dan benci pada dirinya. Satu lagi, kita tidak bisa mengendalikan semua mulut manusia untuk mengomentari kita, maka yang perlu kita lakukan adalah mendoakan untuk kebaikan semuanya.

“Sya, anterin aku ke sekretariat OSIS dong, aku mau ambil formulir pendaftaran,” kata Riana yang baru saja dari luar kelas.

“Via sama Lila mana?” tanya Nasya karena tidak melihat keberadaan dua orang temannya.

“Mereka masih ke koperasi siswa, gatau ngapain,” jawab Riana.

“Yaudah tapi aku mau anterin formulir pendaftaran punyaku dulu ke sekretariat kepramukaan,” balas Nasya.

“Iya udah ayo sekalian jalan sekarang,” kata Riana dan Nasya pun beranjak berdiri.

Karna sekarang jam istirahat jadi tidak heran jika suasana depan kelas sangat ramai. Tak hanya kantin saja yang selalu ramai di jam istirahat, depan kelas pun juga. Apalagi kalau di lapangan ada anak basket yang lagi latihan, pasti para ciwi-ciwi sudah pada berkerumun di pinggir lapangan basket. Kalian mau tau siapa kapten tim basket di SMA Harapan Bangsa? Kalian benar kalau menjawab Rendy Ardian Wijaya.

Berada di depan ruang sekretarian kepramukaan, Riana tidak menemani Nasya masuk karena dia kebelet ke kamar mandi. Dengan tenang, Nasya mengetuk pintu ruangan dan orang pertama yang Nasya lihat adalah ketua kepramukaan.

“Masuk” suara dingin Mirza.

“Maaf Kak, mau kumpulin formulir pendaftaran,” kata Nasya menyerahkan formulirnya.

“Okee, nanti langsung screening selesai jam sekolah ya,” balas Mirza.

“Iya Kak, makasih,” kata Nasya kemudian berjalan keluar.

“Nasya,” panggil Mirza yang membuat Nasya menghentikan langkahnya.

“Iya Kak, kenapa?” tanya Nasya setelah menoleh ke belakang.

“Ini, punya kamu,” kata Mirza memberikan ring setangan leher. Nasya bingung dan masih terdiam menatap ring itu.

“Kemaren jatuh waktu kamu terpeleset, yang kemaren udah rusak, ini aku ganti yang baru, kamu bisa sesuain sama kacu kamu biar gak terllau longgar dan mudah jatuh,” jelas Mirza menjawab pertanyaan yang ada di otak Nasya.

“Ohh, makasih Kak,” balas Nasya kemudian mengambil ring setangan leher dari tangan Mirza.

“Aku pamit dulu ya Kak,” lanjut Nasya kemudian keluar dari ruang kepramukaan.

Tak tahu kenapa, tiba-tiba dadak Nasya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ketakuan Nasya menemui Mirza justru berubah menjadi kegugupan. Satu lagi, Mirza yang beberapa hari lalu, tepatnya saat perkemahan sifat dan sikapnya sangat tegas kepada Nasya. Tapi untuk barusan, semuanya seakan berbeda, meski tetap tegas, kata-kata Mizra cukup tenang di dengarkan.

“Heii kenapa ngelamun gitu sih,” kata Riana mengagetkan Nasya.

“Hmm enggak kok,” kilah Nasya.

Simpul Mati NasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang