4. In the bad days, there's a nice one

2.1K 202 17
                                    




Mitha

Aku melap atas meja dengan bersih, sampai memperlihatkan bayangan wajah polosku. Dalam benakku, apakah aku layak untuk bahagia kembali saat kehidupan sulit untuk dijalani.

Ada beberapa pria datang ke restoran ini untuk sarapan. Kami menyediakan sarapan pada para pekerja atau pembesar perusahaan sebelum memulai pekerjaan di kantor mereka.

Aku melepaskan senyuman untuk menyambut mereka semua. Setelah memesan, aku segera memberi pesanan itu pada chef lalu kembali setelah ada yang memanggil untuk memesan lagi.

Tanpa duga, ada sosok yang tidak ingin ku jumpai lagi. Itu Sena. Tatapannya berubah tajam saat melihatku di tengah ia mengobrol dengan pria-pria tadi.

Aku menghampiri meja itu lalu mencatat pesanan Sena dari seorang pria di sebelahnya. Terlihat pria itu adalah asisten baru Sena karena aku baru melihat pria itu bekerja untuknya.

Bagaimana mungkin aku bisa menemukan sosok itu hadir lagi.

Dengan cepat, aku bergegas kembali ke meja pemesanan untuk memberi pesanan pelanggan lalu membersihkan meja-meja yang ditinggalkan pelanggan selesai makan.

Aku mengucapkan terimakasih setiap kali ada yang hendak keluar sekalian membantu membukakan pintu untuk mereka.  Lalu kembali melakukan kegiatanku lagi.

Seorang pelayan pria berdiri di balik meja pemesanan sambil bertanya,"apakah kau punya waktu luang malam ini?"

"Maaf. Aku tidak bisa meluangkan waktu malam ini." Aku menolak halus lalu Megan menghampiriku.

"Dia punya banyak waktu malam ini." Megan mengedip mata sementara aku memakinya dalam hati.

"Kau harus memberinya kesempatan kali ini." bisiknya lalu pergi membawa pesanan di nampan itu.

Aku tersenyum pada Wendi, bingung apakah harus menerimanya atau tidak. Ia berulang kali memintaku untuk keluar dengannya.

"Aku harus istirahat malam ini karena badanku terasa tidak enak belakangan ini." Aku mencari alasan agar menghindarinya.

Ia menggangguk mengerti dan berkata,"iya. Kau harus jaga kesehatan. Mungkin lain kali aku bisa mengajakmu keluar."

Wendi kembali merapikan barang-barang di balik meja ini dan membiarkanku bekerja kembali.

Pesanan untukku sudah datang, aku pun membawanya lalu pergi ke meja Sena. Ia masih menatapku dengan tidak suka.

Apakah rasa benci itu masih tersimpan untukku? Apakah aku terlalu memuakkan untuknya?

Saat aku hendak memberikan pesanan itu, ada seorang bocah melewati jalanku karena hendak mengambil bolanya yang terjatuh lalu bergelinding di lantai. Aku berusaha menghindari untuk tidak mencelakai anak itu tetapi perbuatan itu justru mengacaukan meja pelangganku lalu mengotori semua pakaian pelangganku termasuk kemeja putih Sena.

Kopi panasku mengenai mereka dan cipratan itu membuat mereka memaki kesakitan. Aku juga terkena kopi panasnya sampai terasa nyeri melepuh di kulit tanganku.

Partner kerja dari Sena  melihat pria itu sungguh miris karena tumpahan kopi dan makanan hampir seluruhnya mengenai Sena.

Kenapa aku selalu terkena sial setiap kali bertemu dengannya?

Ia berusaha menahan amarah dalam tenangnya. Tatapan itu hanya menatap tajam tanpa berkata apa lalu mengambil sapu tangan untuk membersihkan sisa nodanya.

Jantungku terasa deg-degan dan benar saja, manajerku datang dan langsung meminta maaf pada mereka terutama Sena. Manajer itu juga menggratiskan pesanan mereka dan memberi kesempatan untuk sekali lagi datang akan mendapat sarapan gratis.

MITHA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang