20. Blame

1.9K 147 41
                                    

Halo 😇
Akhirnya saya up lagi hari ini, kangen kalian...
Seminggu terakhir, i've been through hard time.. but it's all well.. i hope you always support this story.. it means so precious for me.. i love you girls boys 🧡✨
Selamat membaca 🌼

Sena

Rumah tua ini tidak pernah berubah, masih beraromakan furnitur kayu lama. Mama melihatku dalam keadaan basah, mengetahui aku pasti beradu mulut lagi dengan Mitha.

"Tidak apa bertikai. Dalam hubungan itu pasti akan ada selalu ada warna." Mama lanjut merajut pakaian di pangkuannya,"tidak mudah untuk mengulang semua. Kau seolah dengan mudahnya meminta Mitha untuk sembuh dari lukanya sementara kau belum mencintainya."

"Bersiaplah untuk perubahan yang tidak pernah kau duga, Sena."

Aku ingin duduk di sebelah mama,"bagaimana keadaan mama?"

"Jangan duduk disini. Kau basah. Ganti pakaianmu."

Mama sungguh terlihat dingin padaku dan aku mendecak kesal melihatnya.

"Sena." panggil mama setelah aku menarik langkah pergi ke kamarku.

"Kemarilah." Aku menuruti mama untuk menghampirinya. Satu tangannya mengelus kepalaku, memberi kecupan singkat,"minumlah teh hangat setelah berganti pakaian. Mama sudah menyiapkannya untuk kalian, melihat kalian sungguh bahagia di danau."

Nafasku terhembus spontan dengan pelan sambil memejam mata, bahkan mama melihat kami dari tadi.

"Tapi sepertinya kau membuat Mitha membencimu lagi dengan tingkahmu." Mama menangkup wajahku, tangan hangatnya begitu penuh sayang,"berjuanglah sayang. Kau pasti akan melalui ini. Mama tahu kau juga merasa kehilangan. Tapi kau menutupinya."

"Selama ini kau sudah menutupi kesakitanmu. Mama hanya ingin terbaik untukmu. Dan mama jatuhkan semua pilihan hidupmu di tanganmu. Melihat Mitha begitu terluka, mama juga tidak ingin kau tersakiti karena perjodohan kalian."

Aku mengecup pipi mama tanpa mengeluarkan sepatah kata pun untuk setuju atau membantahnya lagi.

Biarkan ini semua berjalan.

********

Mitha

Selesai berganti pakaian, aku mencari tante Elia. Tubuh wanita itu semakin kurus seiring waktu, aku sungguh iba kalau melihat tante Elia lebih menyedihkan daripada diriku sendiri.

Menyusulnya yang sudah menikmati teh hangat di ruang keluarga, aku menggenggam gelas teh itu lalu menyeruputnya pelan. Teh Chamonille buatannya sungguh enak.

Ia menyelimutiku dengan hangat di sebelahnya, lantas aku mendekapkan diri ke pelukan wanita itu.

"Apakah tante pernah membenci mama?" tanyaku, mengingat mereka pernah bertikai hebat.

"Pernah. Bahkan sering." tawa itu terdengar penuh kerinduan, lalu mencoba melanjutkan kembali ceritanya,"Alen adalah wanita keras kepala. Tapi hatinya begitu lembut."

"Ia adalah wanita tipe pejuang. Tidak gentar mempertahankan apa yang menurutnya baik untuknya sekalipun itu membawanya ke penyesalan terbesar. Dan di saat itu, tante membencinya. Bahkan sangat membencinya."

"Apa yang terjadi?" aku penasaran pada cerita mereka berdua.

"Kami selalu berselisih, sedikit saja beda pendapat, pasti akan menjauh satu sama lain. Tapi ini beda, Alen merebut kekasihku. Bahkan saat Alen tahu kalau aku sangat mencintai pria itu."

Mulutku sedikit membuka, tidak sangka mama berani merebut kekasih tante Elia.

"Aku membenci mamamu karena tidak menceritakannya sejak awal. Kalau ia mencintai kekasihku saat itu. Alen menangisi kebodohannya, tetapi ia tidak bisa lagi menahan rasa itu. Dan aku mengetahui kalau ternyata Alen dan kekasihku saling menyukai."

MITHA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang