7

9.4K 933 20
                                    

"Lo aneh. Mau-maunya dilamar di malam jumat." Giselle bergidik ngeri.

"Kita nggak harus yasinan, 'kan?" Nita berseloroh.

"Baca ... Biar setan di kepala lo ilang." Renata berkata enteng. Nita menoyor kepala sahabatnya.

Mereka berdua berada di kamar Renata membantu sahabat tersayang berdandan serapi mungkin. Iya, rapi versi mereka. Tanpa hijab tetapi tetap terlihat sopan di mata calon mertua yang tak lain uaknya sendiri. Ustazah dan ketua majelis taklim ibu-ibu di komplek.

Tadi siang Giselle berburu dress di GI dan langsung dibawa ke laundry. Pilihan jatuh pada kaftan berwarna silver. Renata mewanti-wanti harus pakaian tertutup. SPG toko saat itu menatapnya bingung ketika wanita berkalung salib tampak memilah-milah pakaian muslim.

"Buat teman saya, Mbak," katanya tersenyum kecut.

Renata tak bisa melakukannya sendiri karena divisi keuangan sedang ikut rapat dengan top manajemen. Nita, sang sekretaris, tentu saja harus mendampingi.

****

"Sial, mata gue berat kalau dengar ceramah." Nita menguap ketika perwakilan keluarga pria, paman Aulia dari pihak ayah, memberikan kata sambutan panjang kali lebar. Dia beranjak pergi ke teras rumah membawa secangkir kopi.

Giselle menyusul. "Keluarga Renata itu pada alim banget, ya." Dia menahan suaranya agar tak terlalu keras.

"Iya, cuma dia sama Doni yang somplak. Kebanyakan micin kali."

"Emanglo nggak? Lo, kan, temennya."

"Ish ... gue cuma nambahin bon cabe. Biar ada pedas-pedasnya gitu." Keduanya menahan tawa.

"Kalau udah merit, dia masih mau temenan sama kita nggak, ya?" Mata Nita menerawang.

"Secara gue nggak ada baik-baiknya sama sekali. Hamil, ditinggalin pacar, dibuang keluarga. Untung aja kalian berdua nolongin gue." Nita menunduk sedih.

"Gua juga takut Aulia ngejauhin kita dari Renata. Atau, malah Renata ngejauh sendiri karena ...." Giselle menghela napas.

Tiba-tiba terdengar suara yang cukup keras di seberang jalan.

"Dia lagi ... Dia mulu ... Dia terus!!!" Seorang wanita berteriak pada pria di seberang jalan lalu masuk ke dalam rumah. Sang pria hanya diam menunduk mendengar sumpah serapahnya.

"Eh, lihat, deh. Itu kayak Dion?" Giselle memicingkan mata.

"Iya bener. Busyeeettt... Pantesan Renata panas kuping denger teriakan Si Mak Lampir."

Tiba-tiba pria itu berbalik arah dan berjalan sempoyongan menuju rumah Renata.

"Renata!! Renataaa!!! Di mana kamu, Sayang?!"

Pagar rumah yang tak ditutup karena beberapa mobil terparkir di luar membuat pria itu leluasa memasuki halaman rumah.

"Ngapain lo ke sini?" Giselle mencoba menahan Dion untuk tak memasuki rumah dan merusak acara.

"Eh, ada Giselle sama Nita. Makin cantik aja kalian." Dion memiringkan kepalanya. Mulutnya menyeringai menguarkan bau alkohol.

"Mending lo balik, deh. Keluarga Renata lagi ada acara."

"Karena itu gue datang ke sini." Pria itu cegukan.

"Lo udah punya bini. Urus saja keluarga lo." Nita mendesis.

"Gue lagi ngurus perceraian. Indah gak becus jadi bini gue."

"Emang lo ada masalah apa?" Giselle dan Nita sengaja mengulur waktu agar pria mabuk di hadapan mereka tak membuat ulah.

SEPUPU TAPI MENIKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang