20

10.2K 730 32
                                    

Sore ini sepasang pengantin berkunjung ke rumah mempelai pria. Keluarga dari pihak ayah akan kembali ke Semarang. Mereka sengaja memilih berangkat malam agar perjalanan lebih lancar.

"Wooowww ... keren banget. Mbak nggak tahu, lho, Renata kerja di sana." Seorang sepupu Aulia dari pihak ayah, menimpali.

Obrolan semakin seru saat Qorina dengan sengaja memberhentikan tukang bakso gerobak, tukang siomay, dan tukang es dawet di depan rumah. Dia memanggil kerabatnya yang sedang sibuk berkemas untuk keluar rumah dan ikut nimbrung memakan camilan berat.

"Kemarin pas resepsi, Qori sibuk nidurin Syamil yang rewel sampai kehabisan makanan di hotel." Begitu alasannya.

"Abang mesti ganti kerugian kita."

****

Setelah bergantian salat Magrib di musala kecil di dalam rumah, para wanita kembali berkumpul di ruang tengah.

"Istirahat di kamar Bunda saja kalau cape," usul Sukma ketika dilihatnya Renata menyandarkan tubuh lelahnya di sofa. Para pria pergi ke masjid menunaikan salat berjemaah.

"Nggak apa-apa di sini aja, Uak."

"Yeee ... sekarang Bunda kali manggilnya." Arin meledek diikuti tawa yang lain.

Semua kamar kosong di rumah ini terpakai untuk istirahat kerabat yang datang dari luar kota. Tas-tas besar dan bungkusan berisi oleh-oleh milik kerabat berjejer rapi di ruang tengah. Kata Qorina, tadi pagi mereka berbelanja ke pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat.

Bakda Isya para pria datang dari masjid. Mereka langsung mengangkut tas dan berbagai perlengkapan lain ke dalam tiga bagasi mobil.

Di luar dugaan, salah satu mobil mogok. Perlu perbaikan tiga jam lebih setelah memanggil dua orang montir melalui layanan servis di tempat. Kerabat dari Semarang pulang hampir tengah malam. Tak enak hati membiarkan para montir dalam keadaan perut kosong, Aulia bersama adik-adik iparnya pergi mengajak makan di pujasera dekat rumah.

"Nggak usah pulang, ya. Tidur di sini aja," ajak Raya.

"Ranjangnya kecil, emang muat? Tidur di kamar Bunda aja. Soalnya Bunda nggak sempet ganti ranjangnya Abang," sahut Sukma.

"Boro mikirin itu, Bun. Nyiapin ini itu kayak streaming sinetron." Qorina tertawa. Renata meringis. Permintaan Aulia mempercepat pernikahan cukup membuat repot. Dengan ketokohan Sukma dan almarhum suami serta latar belakang pekerjaan Aulia, ditambah lagi sosok sang calon mantu dan besan tak mungkin menyiapkan pernikahan alakadarnya.

"Nggak apa-apa, tidur di kamar Abang aja." Renata tetap menolak permintaan Sukma. Masa iya tidur di kamar mertua. Seumur-umur menginap di rumah ini pun, Renata memilih kamar Arin.

"Ya sudah, Bunda ambil dulu seprai yang bersih."

****

Renata masuk ke dalam kamar suaminya. Hanya di masa kecilnya dia beberapa kali masuk ke kamar ini. Letaknya yang di belakang paling pas untuk bersembunyi saat main petak umpet bersama sepupu-sepupunya.

Kamar ini lebih kecil dari kamar lainnya. Khas seorang bujangan. Ranjang ukuran single, lemari dua pintu, sepasang meja kursi kerja, rak buku dinding, dan mesin gambar dekat jendela. Tanpa toilet.

Renata segera mengganti seprai dan menyimpan yang kotor di sudut kamar. Disampirkannya pasmina di sandaran kursi. Tetap memakai baju yang sama karena tak membawa baju ganti, dimatikannya lampu. Matanya segera terpejam membaringkan diri di atas kasur.

Tak begitu lama terdengar suara pintu terbuka dan kembali menutup. Hening agak lama. Renata yang tak benar-benar tertidur tiba-tiba merasakan ranjang berderit.

SEPUPU TAPI MENIKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang