22

9.4K 606 25
                                    

"Lo yakin mau pindah ke sana?" Nita menatapnya horor.

Giselle menghentikan kunyahan. Tak terdengar lagi suara kriuk keripik kentang yang mengundang selera. "Gimana kalau Bang Aul ketemu Dimas?"

Renata meminum sisa soda di tangannya. Dia tak mengeluarkan suara.

Seperti biasa, jumat siang kumpul bareng di apartemen Giselle. Box pizza, aneka camilan, dan minuman ringan berserakan di atas karpet. Kali ini mereka merayakan 'bridal shower' yang tertunda. Jika biasanya acara itu untuk melepas masa lajang, sekarang bahasan berkisar tentang pengalaman pertama kehidupan pernikahan Renata. Dia sukses menutup mulutnya untuk pertanyaan-pertanyaan yang menjurus ke hal-hal pribadi.

"Gimana malam pertama lo?"
"Skip." 'Gue masuk angin'. Renata bungkam.

"Bang Aul kuat berapa ronde?"
Muka Renata memerah. "Skip".
Giselle menyeringai. "Ngeliat mata panda lo, kayaknya lo kewalahan." Nita terkekeh.

"Gue nggak yakin lo udah buka segel sebelum ngeliat buktinya." Tantangan Nita membuat Renata cepat memanjangkan pasmina ke bawah dada dan menyambar blazernya di atas kursi. Dia memasangnya dibalik, bagian punggung di depan. Mereka seringkali berbuat nekat.

"Panggilan buat mertua lo berubah?" "Iyallaaahhh."
'Gue ngerubah panggilan setelah ditertawakan adiknya.'

"Tanggapan keluarga lain?"
"Biasa aja tuh! Kan mereka yang ngejodohin gue."
'Mama, Tante, sama kakak gue rese.' Renata tersenyum manis.

"Terus, ntar lo mau tinggal di mana?" Pertanyaan yang akhirnya membuat Renata berbicara banyak pada kedua sahabatnya.

Pembicaraan terhenti saat terdengar suara azan yang berasal dari aplikasi Al Qur'an yang diunduh Aulia di ponsel Renata.

"Gue salat dulu." Renata masuk ke toilet. Kemajuan pesat, biasanya dia salat Duhur menjelang Asar. "Biar praktis cukup sekali wudu." Begitu alasannya.

"Kapan lo insaf?" Giselle bertanya pada Nita,
"Ntar gue minta CV temannya Bang Aul," sahut Nita asal.

Begitu melihat Renata keluar dari toilet, kompak keduanya menjerit, "Busyeeettt!!! Koleksi stempelnya ungu kayak stempel sekolah!!"

∞∞∞∞∞

Aulia melihat pemandangan di depannya. Gedung-gedung berlomba menggapai bintang ditambah kerlip lampu jalanan ibukota. Eksotik, ciamik, cantik, 'perfect'. Entah kata apalagi yang pantas untuk menggambarkan keindahannya. Dia berlalu dari jendela besar kamar utama.

Bunda menasihatinya untuk mengalah.

"Pernikahan itu bukan ajang pertarungan ego siapa yang harus menang. Bahkan yang menang pun tak akan mendapat keuntungan apa-apa selain rasa takut si kalah. Semuanya rugi."

Renata bilang, sebenarnya fasilitas yang perusahaan berikan untuk kelas eksekutif level dirinya tak semewah ini. Hanya saja, ancaman Aulia pada Ben membuat perusahaan 'mengalah' memberikan yang terbaik untuknya.

****

Renata menatap punggung suaminya yang sedang melihat pemandangan malam ibu kota dari ketinggian. Untuk kali ini, dia berterima kasih, Aulia mau mengikuti keinginannya tinggal di apartemen kantor.

Renata memberikan pelukan hangat dan menyandarkan diri pada bahu lebar suaminya. "Pemandangannya cantik." Aulia menoleh sekilas ke belakang. Jemari mereka saling bertaut.

"Cantikan mana sama aku?" Renata menggoda. Embusan napasnya terasa hangat di tengkuk Aulia. Membangunkan sesuatu dalam dirinya.

" Dua-duanya cantik. Tapi cantiknya kamu beda." Aulia membalik tubuh. Tangannya beralih meraih tengkuk istrinya. Aulia mendekatkan wajah.

SEPUPU TAPI MENIKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang