"Aaa ... Makan yang banyak. Biar nggak malu-maluin." Raya menyuapi Abangnya dengan gemas.
"Selera humor Abang, kok, payah banget," ejek Qorina.
"Ngomong, atuh, Bang kalau nggak bisa pedekate. Ntar Arin bantuin." Kali ini Arin ikut-ikutan meledek.
Aulia tersenyum kecut. Niat hati ingin sedikit membuat drama malah menimbulkan kegaduhan. Dia mengingat kembali ulahnya kemarin lusa. Renata yang tidak dalam kondisi baik-baik saja, syok ketika Aulia tak mengenalnya.
"Kamu beneran lupa sama aku, Bang?" tanya Renata. Dia beranjak mundur saat Aulia masih menatapnya bingung. Wajah cantiknya bersimbah air mata. Dia menangis cukup kencang dan berteriak. Yudha yang saat itu ada di luar kamar langsung masuk.
"Yud, tolong panggilkan Dokter! Dia nggak ngenalin gue!!" Wajahnya pucat pasi.
Yudha segera berlari keluar kamar meminta pertolongan. Dokter dan beberapa perawat datang. Ranjangnya diseret ke luar kamar. Arin yang baru datang membeli sarapan bingung saat tak mendapati Abangnya di kamar dan melihat Renata menangis di pojok kamar.
"Dia nggak ngenalin aku, Rin. Bang Aul nggak ngenalin aku!" Tangisan Renata menyayat hati.
Dokter melakukan serangkaian tes CT Scan dan MRI.
Siang hari ketika Sukma dan Inggar kembali ke rumah sakit, proses pemeriksaan baru selesai. Dokter tak menemukan keanehan apapun di saraf kepala.
"Mohon maaf, kami tak menemukan trauma di area kepala. Mungkin jiwa pasien terguncang dan perlu waktu untuk memulihkan diri dengan baik."
Setelah dokter pergi, Aulia berkata jujur di depan keluarganya.
"Abang hanya ingin memberikan kejutan kecil sama kamu." Aulia berkata pelan."Hah? Apa?! Maksudnya kamu bohong?!!" Tak ada lagi sebutan Abang untuk menghormati tunangannya.
Renata teramat marah padanya. Sampai sekarang tak terlihat dirinya di rumah sakit.
∞∞∞∞∞
"Ta, emang lo nggak malu seminggu numpang tidur di apartemen gue?" Giselle merengut sebal pada temannya.
"Nggak, tuh." Renata menjawab singkat tanpa berusaha mengalihkan wajah.
Dia asyik duduk menekuk kaki di jendela memandang langit malam ibu kota sambil memegang cangkir berisi coklat panas.
"Gara-gara sikap lo begini ini perusahaan untung gede."
Renata menaikkan alis.
"Perusahaan banyak hemat karena lo gak ngambil fasilitas yang mereka sediakan. Pak Jonas sama Bu Santi saja mau manfaatin, kok, lo nggak sih?"
"Saka sungkan maen sejak lo ada di sini. Masa gue kudu kencan di luar mulu? Boros!"
"Bagus, dong! Ranjang lo bebas zina sejak gue di sini."
"Sial!"
****
"Iya, sih, gue juga pasti ngambek kalau ada di posisi lo. Cuma yahhh ... Masa mau ngambek terus. Pegel ntuh hati. Mesti dipijit. Hehehe...
"Beruntung keluarga lo orang-orang baik. Lah, waktu gue hamil, bonyok ngusir gue dari rumah." Nita berucap sedih.
Renata hanya diam saat Nita bermonolog.
****
Renata memilih pergi menenangkan diri dari rumah untuk sementara waktu. Meski papa dan mamanya berkali-kali meminta maaf, Renata masih kesal atas kelalaian mereka. Ego serasa tak dianggap penting dan menjadi orang terlupakan sangat mengganggunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPUPU TAPI MENIKAH
RomanceRenata bingung menghadapi desakan keluarga besarnya untuk segera menikah. Secara finansial dan kemapanan hidup, dia merasa sudah siap. Tetapi pengalaman buruknya setahun lalu ditinggal nikah meninggalkan trauma tersendiri. Apa jadinya jika sang ne...