13

8.2K 737 8
                                    

"Kok, aku nggak dikasih tahu, sih!" Renata berteriak pada Bi Imas dan Pak Warno. Suami istri ART yang sudah belasan tahun bekerja di rumahnya mengerut takut. Mereka sudah hafal dengan watak anak majikannya jika sudah marah.

"Kata Ibu, takut Neng cape nanti malah kenapa-napa di jalan." Pak Warno berkata hati-hati.

"Ya udah, cepet anter aku! Nunggu apalagi?!!" Renata tak sabar.

"Neng nggak mandi dulu?" Bi Imas bertanya.

Suaranya mendesis menahan emosi, "G-A-K U-S-S-A-H!" Membuat Bi Imas semakin mengkeret. Renata berbalik keluar rumah hanya memakai sandal dan langsung masuk ke dalam mobil.

Pak Warno gegas masuk dan menyalakan mesin. Mobil meluncur membelah jalanan ibu kota.

****

Padatnya kendaraan di jam pulang kantor membuat titik-titik kemacetan semakin rapat. Pikiran Renata berkecamuk tak tentu arah ditambah lelah dan perut lapar. Dia baru saja akan menghubungi Qorina ketika tiba-tiba ponselnya mati. Tas dan dompetnya ketinggalan. Tak ada charge dan power bank di dalam mobil. Lengkap sudah kesialannya.

'Bagaimana nasib Aulia?' Apakah dia baik-baik saja? Oh, tentu tidak. Tak mungkin Mama minta Pak Warno mengantarnya ke rumah sakit, bukan?'

Renata menangis frustasi. Terjebak di tengah kemacetan tanpa tahu apa yang harus dilakukan.

Siang tadi dia mendengar ada kecelakaan lalu lintas beruntun di Tol Cikarang. Semua orang di kantor bersyukur karena Pak Jonas dan Pak Agung tak jadi pergi bertemu sub kontraktor di Kawasan Industri Cikampek.

Ketika pulang kerja, Bi Imas menyampaikan pesan dari mamanya yang mengabari jika Aulia adalah salah satu korban kecelakaan di sana. Renata diminta menyusul ke rumah sakit diantar Pak Warno.

****

Tiba-tiba kilasan masa lalu muncul begitu saja di benak Renata. Tentang masa kecilnya di kala rumahnya berdekatan dengan rumah Aulia.

"Kenapa Bang Aul sama Teh Raya selalu pergi kalau aku maen ke rumah? Nggak suka, ya, aku ke sini?"

"Bocah cerewet, Abang mau ngaji, Dek!" Aulia menarik kuncir adik sepupunya hingga Renata menangis. Raya akan menghibur dan menghapus air matanya. Arin memukul kakak sulungnya.

"Bang Aul, kerjain PR aku, dong! Kak Doni gak mau bantuin. Katanya aku bodoh dan pemalas."
"Kakakmu benar! Hanya orang bodoh yang tak mau mencoba!" Tak mau lagi ada yang menyebutnya bodoh, sejak itu Renata rajin belajar.

Di masa remaja, rumah mereka berjauhan dengan lingkungan sosial berbeda. Aulia sudah berubah menjadi pria alim. Aktif di kajian remaja masjid. Dia sering canggung jika berhadapan dengan Renata.

Renata menyandarkan kepalanya di jendela mobil. Menangis dalam diam menahan sesak sambil memandang nanar cincin tunangannya.

Tiga hari yang lalu, egonya berhasil mengalahkan akal sehatnya. Di toko kain dan butik, dia mengacuhkan Aulia. Kain baju pengantin dipilihkan si pemilik toko. Renata memilih asal model baju pengantin sesuai katalog buku tanpa modifikasi tambahan. Dengan cepat, Renata dan Aulia mengukur pas badan.

Mereka berdua terkantuk-kantuk di tempat yang berjauhan. Saling diam.  Menunggu Arin dan Tante Laras yang antusias mendiskusikan aneka model busana bridesmaid. Pulangnya, sang mama menceramahinya panjang lebar menyebutnya sebagai wanita tak tahu sopan santun.

Sesampainya di rumah sakit, Renata bergegas masuk ruang IGD. Paramedis yang ditemuinya mengatakan korban kecelakaan di jalan tol sudah memasuki kamar perawatan. Beberapa yang terluka parah sedang menjalani operasi. Setelah memperoleh kepastian informasi, Renata berlari menyusuri lorong rumah sakit menuju kamar operasi seperti yang ditunjukkan paramedis.

Di depan ruang tunggu kamar operasi, dilihatnya wajah-wajah orang terdekatnya ada di sana. Mamanya dan Uak Sukma yang saling menggenggam. Mimih yang sedang dipeluk Tante Laras. Papa, Om Edi, Raya dan Fadli, Arin dan Yudha. Bahkan Qorina saat ini didampingi suaminya, Bagas, yang biasanya ada di Cimahi. Anak-anak Tante Laras mungkin sedang berada di dalam menyelamatkan Aulia. Mereka bertiga berdinas di rumah sakit ini.

Tiba-tiba perasaannya sangat buruk. 'Aku tunangan Ganindra Aulia. Dan aku orang terakhir yang datang di saat nyawanya kritis.' Kekhawatirannya berubah menjadi amarah. Dia merasa menjadi orang paling bodoh.

Renata hanya diam memandang mereka dari luar ruangan. Tak ada yang menyadari kedatangannya hingga sebuah suara dari arah belakang terdengar.

"Kak Renata, alhamdulillah Kakak sudah datang!" seru Wilda.

Mereka yang berada di ruang tunggu terlonjak kaget.

"Golongan darah Kakak sejenis 'kan sama Bang Aul? Ayo, ikut aku. Abang masih kekurangan darah." Tangannya diseret Wilda. Mereka berdua menghilang di balik tatapan terkejut anggota keluarga lainnya.

****

Operasi sudah usai. Dokter mengatakan pasien dalam kondisi stabil. Tinggal menunggu sadar. Renata masih diam di tempat. Tak ada air mata di wajahnya yang pucat. Dia memilih menjauh dari keluarganya. Selalu menghindar saat mama dan papanya berusaha mendekat.

Pukul tiga dini hari, perawat mengabari pasien sudah sadar. Perwakilan keluarga boleh menjenguk.

Uak Sukma beranjak mendekatinya. "Kamu mau melihat Abang, Nak?" tawarnya sambil membelai rambut Renata.

Renata tersenyum lemah, "Nggak usah, Uak aja."
'Setelah semua yang terjadi, aku harus cukup tahu diri, bukan?'

Ucapan hamdallah dan wajah penuh syukur terucap begitu Sukma kembali dari kamar ICU. Dia mengatakan Aulia dalam kondisi stabil dan dapat mengenalinya.

Lama Renata memejamkan mata. Lirih terdengar ucap syukur dari bibirnya yang bergetar. Sukma kembali menghampiri. Isak tangis Renata pecah dalam dekapan hangat calon ibu mertua.

∞∞∞∞∞

Setelah dipindahkan ke kamar perawatan dan diizinkan menjenguk, satu per satu kerabat pulang.

"Maaf untuk kealpaan Papa dan Mama, Sayang." Rudi dan Inggar memohon pada putrinya. Renata tersenyum getir.

Putrinya sedang dalam kondisi yang buruk. Tanpa sengaja Rudi dan Inggar menjatuhkan mentalnya di hadapan kerabat lain. Kesimpangsiuran kabar, ketergesaan, dan tangisan Mimih membuat mereka pergi begitu saja meninggalkan rumah dijemput Laras yang juga datang dalam kondisi syok.

Di saat hanya ada Arin dan suaminya yang menunggui, Renata baru berani memasuki kamar perawatan Aulia yang kembali tertidur akibat pengaruh obat.

Renata melihat darah yang mengalir di dalam selang.
'Darahku sudah menyatu dengan darahmu sekarang.' Renata tersenyum.

Tiba-tiba jari Aulia bergerak, dia membuka matanya perlahan. Aulia memandangnya bingung, "Kamu siapa?"

∞∞∞∞∞

SEPUPU TAPI MENIKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang