Seorang wanita berjalan mendekat. Rambut panjangnya bergerak indah seiring langkah kaki jenjangnya. Berkemeja putih slim fit tiga perempat dan rok pensil abu selutut. Stiletto sewarna rok membuatnya makin ... Astagfirullah, Aulia menundukkan pandangan.
"Silakan pilih menunya." Tangan Aulia menyodorkan daftar menu cafe. Kepalanya masih saja menekuri lantai.
"Orak-arik telur sama kopi tanpa gula."
Aulia mengangkat kepalanya. Alisnya mengkerut. "Kamu belum sarapan?"
"Gak sempat. Tadi aku berangkat dari rumah sakit. Tante Laras gak bisa nungguin Mimih karena besannya mau ada acara."
Aulia mengangguk. Dia memanggil pelayan untuk menyerahkan nota pesanan. Mereka berada di kafe yang terletak di rooftop satu gedung dengan kantor.
Tiga minggu sejak rencana perjodohan, semua seolah menguap begitu saja. Tante Laras si mak comblang malah pergi ke Indonesia Timur meneruskan penelitiannya yang sempat terbengkalai.
Keduanya terdiam cukup lama.
Renata gemas. Dia terpaksa meninggalkan pekerjaannya karena Aulia mendadak ingin berbicara empat mata dengannya. Padahal dia harus mempersiapkan berkas meeting jam sebelas nanti. Mimih tiba-tiba meminta mereka menghadap beliau yang sedang dirawat di rumah sakit.
"Jadi gimana?" Tanpa basa basi Renata bertanya.
"Hah, apanya yang gimana?" Aulia mendongak lalu kembali menunduk.
"Bang Aul, lihat aku, deh. Kayaknya nggak bakal dosa sekali-kali kamu mandangin sepupu kamu." Renata menatapnya lekat.
Aulia menghela nafas panjang. "Buatlah satu alasan yang bisa kamu pakai untuk menolak keinginan Mimih!"
Mereka duduk saling berhadapan.
Renata ternganga. Ganindra Aulia, si alim yang biasanya kalem, berbicara tanpa tedeng aling-aling. Yang benar saja, dia pun tak menginginkan perjodohan ini. Mengapa harus dirinya yang repot membuat alasan penolakan.
"Harus, ya?" Pertanyaan bodoh. Renata merutuk dalam hati. "Maksudnya, kenapa harus aku yang membuat alasan?"
"Karena mungkin ada alasan yang membuatmu membiarkan ini berlanjut." Aulia berkata lugas.
"Abang pikir aku diuntungkan dengan perjodohan ini?!" Renata tersinggung.
"Abang sedang menjalani taaruf dengan seorang gadis." Aulia mengeluarkan berkas semacam CV. "Dia teman sekantor."
"Bukan urusanku." Renata menatapnya dingin.
"Akan menjadi urusanmu jika kamu membiarkan ini berproses lebih jauh."
Renata terdiam. Pelayan datang membawakan pesanan mereka. Dia sama sekali tak berselera menyantap makanan di depannya. Perdebatan mereka barusan membuat perutnya penuh seketika.
****
Pintu ruangannya berderit terbuka.
"Ceritain siapa cowok keren yang lo tinggalin di kafe atas?" Nita tiba-tiba masuk ke ruangannya. Sontak Renata membuka mata.
Dia memang tak perlu izin keluar masuk ruangan. Hanya saja saat ini, Renata benar-benar ingin sendiri. Pikirannya dulu bahwa pria itu pantas mendapatkan wanita yang lebih baik terhapus sudah. Kata-kata Aulia bahwa dia lebih tertarik dengan gadis lain menyulut egonya. Renata harus memberinya pelajaran.
"Ya ampun, Ta. Dia keren banget pake baju Pemda. Janggutnya itttuuuuuu..." Kedua tangannya mengepal gemas di depan wajahnya.
Tiba-tiba Nita menjerit,
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPUPU TAPI MENIKAH
RomanceRenata bingung menghadapi desakan keluarga besarnya untuk segera menikah. Secara finansial dan kemapanan hidup, dia merasa sudah siap. Tetapi pengalaman buruknya setahun lalu ditinggal nikah meninggalkan trauma tersendiri. Apa jadinya jika sang ne...