"Jika kau seperti ini. Seharusnya kau tidak datang lagi kekehidupanku sebelumnya." Ucap Suzy.
Tutt...tut...tutttt
Panggilan mereka terputus secara sepihak. Myungsoo yang berdiri menatap keluar jendela kamarnya itu menghela nafasnya panjang. Terasa sangat sesak dan menyakitkan. Ia menarik nafasnya. Meraih jaketnya dan dengan cepat berjalan keluar. Lebih baik bekerja daripada banyak pikiran. Pikirnya.
----------|||-----------
Suzy mengerjapkan matanya dan merasakan tubuhnya yang terasa sangat kaku karena ia tertidur di sofa di balkon apartemennya itu. Mendapati ponselnya yang sudah kehabisan baterai dengan kaleng bir dan beberapa bir yang belum dibuka dimeja didepannya. Ia beranjak dari tempat duduknya dan mengisi daya ponselnya.
Berjalan dengan lunglai kearah dapur dan menenggak air es yang membekukan otaknya. Membuatnya meringis karenanya. Sambil memijat kepalanya ia kembali ke kamarnya. Mengecek pesan dan panggilan terakhir diponselnya dan mendapati bahwa ia mengobrol cukup lama dengan Myungsoo disana. Ia memejamkan matanya, mencoba mengingat setiap detail percakapan mereka yang tentu saja mustahil untuk ia ingat semuanya.
"Aku melakukannya untukmu."
Pupil mata Suzy melebar. Entah kenapa merasa bersalah dengan semua keegoisannya yang memberikan jarak diantara mereka. Meratapi sesuatu yang sebenarnya tak perlu ia lakukan. Merutuki perilakunya pada Myungsoo belakangan ini.
----------.
Suzy dengan ragu mengetuk pintu ruangan Myungsoo. Membuka pintu ruangan itu secara perlahan dan dengan ragu masuk kedalam. Berniat untuk mengembalikan hubungan mereka yang merenggang itu.
"Oh." Seru Suzy karena tak menemukan Myungsoo disana. Hanya beberapa laporan medis yang berserakan dan bungkus makanan tanda ia lembur semalam.
Suzy berjalan kearah meja, mengambil sampah-sampah itu dan memasukkannya kedalam tong sampah. Merapikan kertas-kertas itu hingga tangannya menggapai berkas berwarna biru tua yang terbuka itu. Dengan cepat matanya menangkap nama pasien itu. Membacanya dengan mata yang bergoyang dan nafas tak beraturan. Tak ingin menerima kenyataan yang ada didepannya itu. Kenyataan bahwa appanya akan melakukan operasi besar.
"Tidak mungkin." Ucapnya tercekat. Meremat tangannya dengan cukup kuat.
"Kau tidak perlu khawatir, apapun yang Myungsoo lakukan, itu semua demi kebaikan dirimu. Jangan membencinya." Ucapan appanya beberapa waktu lalu kembali terlintas dikepalanya. Sakit mengetahui kenyataannya, tapi itu begitu menyakitkan bahwa dia menyakiti pria yang sebenarnya menyembunyikan hal itu demi kebaikannya.
Ia menghapus air matanya yang sudah hampir menetes itu kemudian berdiri. Mengacak-acak lagi berkas yang sudah ia rapikan tadi. Menghapus jejaknya di tempat itu.
-----------.
Suzy berjongkok diatap rumah sakit itu sambil memainkan tangannya di sepatu karetnya. Menunggu dering diponselnya itu berhenti diganti suara appanya yang tak kunjung mengangkat teleponnya.
"Hey." Sapa appanya dengan nada yang terdengar sangat ceria itu.
"Appa." Panggil Suzy pelan.
"Kenapa?. Panggil aku botak seperti biasanya. Kau membuatku gugup." Ucap nya terkekeh.
"Gwencanha?." Tanya Suzy pelan.
"Apanya?. Tentu saja, asisten jung merawatku dengan baik selama dirumah." Jawab appa Suzy.
"Apa kepala Appa masih terasa sakit?." Tanya Suzy.
"Sedikit." Jawabnya dengan gumaman lama.
"Beri tahu aku dari skala 1-10." Pinta Suzy.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Present From Heaven
RomanceCerita tentang cinta yang terpisahkan karena sebuah ego dan kesalahpahaman. Perjuangan Seorang dokter menemukan jati dirinya dan cintanya.