Gejolak Desa Keputeh (bagian 1)

2.4K 148 3
                                    

Entah apa jadinya jika siluman Merah saat itu tak mau membantunya menghabiskan daging pendekar yang sudah lancang menerobos kamarnya. Mungkin bangkai mayat pendekar itu masih akan tetap ada, karena tak mungkin bagi Yena bisa menghabiskan daging sebanyak itu dalam sehari. Seminggu pun, daging itu tak akan habis jika Yena melahapnya sendiri. Kapasitas perutnya masih sama seperti manusia pada umunya.

“Kali ini aku harus lebih berhati-hati, jangan sampai hal seperti kemarin terulang, jika sampai aku membunuh di kamar ini, bisa susah untuk menyembunyikan jasadnya. Aku tak bisa membuat pemilik penginapan jadi curiga karena bau darah dan bangkai,” pikir Yena sembari melirik keluar jendela.

Waktu sudah memasuki tengah malam. Seperti biasa, desa Keputeh masih tetap ramai oleh para pedagang. Banyak pedangan sayur serta buah-buahan menjajakan dagangannya di jam seperti ini.


**

Yena sedang sibuk membayar perpanjangan sewa kamarnya saat tiba-tiba seorang pria datang membawa kabar sambil berlari ke pemilik penginapan.

“Si tua bangka Lakso mati!” ucap pria itu panik dengan suara keras. Sehingga menarik banyak perhatian para pengunjung penginapan yang sedang sarapan di lantai 1 penginapan.

“Tenangkan dirimu, jangan berkata keras-keras begitu, kau mengganggu para tamuku! Memang sudah waktunya dia mati. Dia sudah terlalu tua,” sahut pemilik penginapan itu geram.

“Matinya tidak wajar, tubuhnya terkoyak dan jantungnya tak ada. Dirinya mati seperti habis di makan hewan buas!” jelas pria itu masih panik.

“Hewan buas? Hewan buas mana yang hanya mengincar jantung?”

“Entahlah, atau bisa saja dia di mangsa oleh siluman! Dengar-dengar di sekitar hutan sini ada sesosok siluman rubah berkeliaran bukan?”

Wajah pemilik penginapan itu tampak gelisah saat mendengar kata siluman rubah. Sedangkan Yena yang masih berdiri di dekatnya, juga merasakan hal yang sama. Ia tahu jika orang tua yang di maksud pria tersebut, adalah pria tua yang sudah menolongnya serta memperkosanya 10 hari yang lalu.

Yena mempercepat pembayaran sewa kamarnya dan bergegas menuju kamar.

“Maaf atas ketidak nyamanannya nona, kau tak perlu khawatir, di desa ini banyak sekali pendekar hebat, jadi bisa di pastikan keamanannya. Pria tua Lakso itu meninggal, karena tempat tinggalnya yang berada di luar desa Keputeh, jadi jauh dari pengawasan. Sehingga besar kemungkinan baginya bisa di mangsa siluman. Jadi kau tak perlu cemas nona, di sini akan tetap aman,” tutur pemilik penginapan itu dengan nada tergesa-gesa, ia takut jika Yena sampai merasa tak nyaman atas berita yang baru di dengarnya.

Yena hanya tersenyum tipis dan tak menanggapi persoalan itu lebih jauh.

**

Keadaan desa Keputeh jadi gempar karena pemberitaan terbunuhnya Lakso. Banyak yang menyayangkan atas kematian orang tua itu karena meninggal secara tragis.

“Padahal sudah lebih dari 5 bulan siluman itu tak menampakkan diri lagi. Sepertinya dia ingin menyerang desa ini lagi!” kata salah satu penduduk desa yang ikut mendatangi rumah Lakso untuk melihat tempat kejadian secara langsung sekaligus membantu evakuasi.

“Tapi sepertinya ini bukan ulah siluman rubah. Terdapat pisau yang di temukan di dekat jasad pak Lakso. Serta, di temukan sayatan pisau juga pada perutnya. Sepertinya agak sedikit aneh jika siluman menggunakan pisau untuk mengoyak tubuhnya. Bukan kah mereka mempunyai cakar dan taring? Sepertinya, ini bukan ulah siluman,” sahut penduduk lain dengan pendapat berbeda.

“Benarkah? Memang aneh juga kalau begitu, tapi bagaimana dengan jatungnya?”

“Entahlah, jantung manusia memang sangat di sukai oleh siluman. Tapi jika kematiannya seperti ini. Agak bingung juga untuk mengungkap siapa dalang di balik kematian pak Lakso ini. Bisa saja siluman, tapi bisa saja manusia yang sedang melakukan ilmu hitam.”

Kematian Lakso tak hanya menggemparkan seluruh penduduk desa Keputeh, tapi juga meninggalkan jejak misterius. Sehingga membuat para perangkat desa mengalami kesulitan untuk mengungkap siapa dalang di balik kasus ini.

“Kita harus sampaikan kabar buruk ini pada kerajaan Jawa Tengah dan Barat. Ini kasus yang cukup serius,” ucap pemimpin Desa pada saat rapat dadakan di gelar di Balai Desa.

Beberapa perangkat desa yang lain sangat setuju, selain untuk mengungkap dalang di balik kasus ini. Mereka juga berharap pihak kerajaan mau mengirim pendekar hebat atau paling tidak prajurit untuk menjaga desa Keputeh agar hal seperti ini tak terulang kembali. Kalau bisa sekalian menumpas siluman yang sudah berani menyerang, jika memang ini ulah dari siluman.


**

Meski belum menemukan titik terang untuk mengungkap siapa pelaku pembunuhan pak Lakso, beberapa petugas keamanan desa terus menyelidiki kejadian yang sangat langka ini.

Beberapa petugas sampai rela memasuki hutan untuk mencari jejak siluman. Namun saat menelusuri hutan, mereka sama sekali tidak menemukan hal seperti itu. Tentu hal ini membuat mereka berpikir, jika ini bukan ulah siluman.

Beberapa petugas lain yang ikut dalam penyeledikan kembali memeriksa keadaan rumah pak tua Lakso untuk kesekian kalinya. Dan dalam penyelidikan kali ini, mereka menemukan petunjuk. Sebuah bercak darah menyerupai jari manusia terlihat di sekitar dapur. Tak hanya sampai disitu saja, mereka juga menaruh curiga atas sebuah lemari pakaian yang di dalamnya tampak berantakan. Beberapa baju bahkan ada yang sampai tak terlipat rapi, padahal letaknya ada dalam lemari.

“Apa ini ulah perampok?” celetuk salah satu petugas.

“Kalau di lihat dari apa yang terjadi di kamar ini, itu bisa saja terjadi, tapi jasadnya tampak tak wajar. Mana ada perampok yang membunuh sampai menghilangkan jantung korbannya,” sahut petugas lain.

Petugas itu termenung sejenak sambil menatapi pakaian lusuh yang ada di tangannya.

“Eh, apa kau tahu? Bukankah siluman yang mencapai umur tertentu, bisa mengubah wujudnya?” ucap petugas yang memegang baju.

“Tunggu, apa kau berpikir siluman yang sudah melakukan ini? Lalu dia berubah wujud menjadi manusia?”

“Bisa saja bukan? Dengar-dengar siluman rubah sering mengubah bentuknya menjadi wanita yang sangat cantik untuk mengait korbannya. Bisa saja hal ini terjadi.”

“Jika dugaanmu benar, tentu ini sangat gawat. Bisa saja siluman itu kini sedang berbaur dengan penduduk desa dan mencari celah untuk memangsa penduduk desa satu persatu.”

“Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan? Bisa gawat kalau ini benar-benar terjadi, kan?”

“Sial!  Kalau begitu, kita harus segera melapor ke kepala desa. Agar hal ini segera di atasi. Kita tak boleh membuang waktu. Ayo!”


**

Kepala Desa yang mendengar laporan dari petugas keamanan yang memeriksa rumah Lakso menjadi pucat pasi saat mendengar penjelasan petugas tersebut.

“Kirim surat mengenai kemungkinan ini pada pihak kerajaan! Gunakan burung merpati agar kabar ini cepat sampai!”

“Maaf Kepala Desa, burung merpati yang kita miliki hanya tersisa satu ekor, sisanya belum kembali dari perjalanan,” terang sekretaris desa.

“Gawat, kalau begitu kirim merpati yang ada untuk di kirim ke kerajaan Jawa Barat. Lalu kirim 4 pendekar untuk menuju kerajaan Jawa Tengah, untuk mengabarkan situasi saat ini. Kita harus bergerak cepat.”

“Baik, akan saya laksanakan segera.”

“Lalu kumpulkan para penduduk! Kita harus melakukan pemeriksaan tanda penduduk sesegera mungkin. Jika ada yang menolak atau pun tidak memiliki tanda penduduk, cepat ringkus. Begitu juga dengan para pendatang, periksa kelengkapan identitas mereka. Jika ada yang tak memiliki, ringkus juga. Pastikan memeriksa setiap sudut desa, baik itu rumah, gudang, penginapan atau pun ladang. Jangan sampai ada yang terlewatkan!”

“Baik, akan saya laksanakan sebaik mungkin.”



Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 1) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang