Rencana Penunggang Kematian (bagian 1)

1.5K 132 1
                                    

Perampok Penunggang Kematian baru saja menginjakkan kakinya di desa Seger dan langsung membunuh 10 orang penjaga yang sedang berjaga di pintu masuk desa.

Beberapa orang yang kebetulan melihat pembunuhan itu langsung berlari sekencang mungkin sambil berteriak meminta tolong. Hal itu, langsung menarik perhatian banyak orang, terutama para pendekar dan penjaga keamanan desa yang langsung berlari menuju pintu masuk desa.

“Siapa kalian?! Berani sekali kalian membuat onar di desa ini! Apa ka-” belum selesai petugas keamanan desa itu berbicara, sebuah pedang melesat sangat cepat dan seketika memenggal kepalanya.

Pemandangan mengerikan itu membuat penjaga desa yang lain serta pendekar yang ada menjadi gentar dan tak mampu bergerak sedikitpun karena takut.

“Lumpuhkan desa ini. Jangan bunuh satu pun penduduk desa atau pendekar yang ada. Kecuali orang tua atau mereka yang mencoba melawan. Kalian bisa langsung membunuhnya kalau kalian mau. Sisanya biarkan hidup dan kumpulkan mereka di Balai Desa,” seru Volka, mengabaikan para pendekar serta penjaga desa yang masih mematung ketakutan melihat jasad kawannya yang tergeletak tak bernyawa.

Para pasukan perampok Penunggang Kematian langsung memulai aksinya sesuai perintah yang diberikan Volka, pemimpin tertinggi mereka. Atau biasa disebut Raja Perampok Volka.

Berbekal pedang dan tongkat berduri. Para pasukan tingkat bawah menyebar menyerang penduduk biasa serta mengancam mereka untuk tidak melakukan perlawanan jika tidak ingin nyawa mereka melayang dengan percuma.

Sedangkan pasukan yang setara dengan pendekar, mengamankan para penjaga desa serta pendekar-pendekar yang ada. Tak sedikit dari para pendekar melakukan perlawanan meski sebenarnya mereka tahu, mereka tidak akan menang karena jumlah musuh yang jauh lebih banyak serta kuat.

Tak lebih dari satu jam, perampok Penunggang Kematian sudah melumpuhkan desa Seger tanpa masalah berarti.

Belasan pendekar dan hampir 30 penduduk desa tewas mengenaskan di tangan pasukan Penunggang Kematian karena melakukan perlawanan.

Kebanyakan korban yang di bunuh Penunggang Kematian berakhir dengan kondisi mengerikan. Tubuh mereka dipotong menjadi beberapa bagian. Ada yang di potong tangan dan kakinya. Ada pula yang sampai tubuhnya dibelah menjadi dua. Dan ada pula yang di penggal kepalanya.

Tujuan mereka melakukan hal itu tidak lain untuk menanamkan rasa takut pada penduduk desa agar tidak macam-macam. Sekaligus untuk kesenangan atas diri mereka sendiri. Karena motto Perampok Penunggang Kematian adalah pembantaian untuk kepuasan.

Penduduk desa, serta para pendekar yang masih hidup dan penjaga desa yang tersisa memilih untuk menyerah dan patuh.

“Cepat jalan!” seru pasukan perampok Penunggang Kematian menuntun para penduduk desa menuju Balai Desa.

Tak hanya berteriak atau berkata kasar, para perampok juga tak segan menendang atau memukul penduduk desa yang terlihat lambat berjalan. Mereka tidak peduli meski sebenarnya orang yang berjalan lambat itu sedang terluka atau sakit. Mereka terus memukul dan menendang sampai orang yang berjalan lambat itu mau berjalan lebih cepat lagi.

Sesampainya para penduduk di depan Balai Desa. Mereka langsung disajikan sebuah pemandangan mengerikan. Seorang Kepala Desa bernama Surip, di gantung pada tiang dengan kedua tangan yang terikat.
Para penduduk yang awalnya berharap jika Kepala Desa mereka akan memberikan pertolongan, langsung lemas saat melihat pemandangan di depan mata. Seketika air muka ketakutan serta putus asa yang sebelumnya tergambar pada wajah mereka semakin terlihat jelas dan nyata.

Keadaan jadi riuh, banyak dari wanita serta anak-anak menangis. Mereka berpikir jika nyawa mereka sudah berada di ujung tanduk.

***

Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 1) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang