Tekad Yena

1.7K 133 3
                                    

Berdiri di depan jendela, Yena melihat keadaan desa Keputeh masih sunyi sepi. Meski aktifitas penduduk sudah sedikit meningkat dari hari hari sebelumnya. Namun tetap saja, kondisi ini tak ada bedanya dengan beberapa hari sebelumnya.

“Sepertinya, belum ada yang menyadari kematian pendekar menyebalkan itu,” gumam Yena sambil melihat keluar jendela.

“Meski begitu, bangkai manusia akan mulai tercium di hari kedua.”

“Benar, kalau begitu, bukankah sudah jadi tugasmu untuk menghabiskan daging pendekar itu?”

“Hoi! Aku tak makan makanan sisa!” protes siluman Merah.

“Benarkah? Bukankah saat aku bertapa, kau memakan daging kijangku yang tak habis?” Yena menyunggingkan senyum mengejek.

Siluman merah langsung memalingkan wajahnya. Wajahnya yang merah, malah semakin merah karena menahan malu. Ia tak bisa berkata apa-apa lagi untuk membela dirinya.

Di sela Yena dan siluman Merah mengobrol soal keadaan desa, tiba-tiba pintu kamar Yena ada yang mengetuk.

“Permisi, layanan kamar,,,” ucap pengetuk itu dari balik pintu. Suaranya yang lembut dan di paksakan agar terdengar keras, membuat Yena langsung mengenali siapa pemilik suara itu.

“Ada apa Ira?” Yena membukakan pintu.

“Mau ambil tempat makan kakak kemarin, mau aku cuci soalnya Kak,” jawab Ira dengan wajah penuh semangat.

“Oh, itu,,,” Yena menoleh ke arah meja, dimana makan malam yang kemarin di bawakan Ira hanya tergeletak tak tersentuh usai di sendoknya sekali.

Ira tempatnya bersiri, Ira bisa melihat makan malam Yena yang masih utuh. Dalam hati ia merasa sedikit kecewa. Namun ia tak mau ambil hati soal ini. Karena ia tak ingin memaksa Yena untuk menyukai makanan penginapan ini. Karena selera lidah orang berbeda beda.

“Kenapa kak? Apa kurang enak?”

“Ah tidak. Hanya saja, aku belum menghabiskannya. Kemarin aku tertidur dan lupa memakannya.”

Ira melompong sesaat lalu tertawa saat mendengar jawaban tak masuk akal Yena.

“Ma-maaf kak. Alasan kakak lucu sekali.”

Yena menggaruk rambut kepalanya yang tak gatal. Ia juga berpikir jika alasannya sangat tak masuk akal. Tapi mau bagaimana lagi, karena tak mungkin baginya untuk berkata jujur.

“Ya sudah kak. Sini biar ku bawa turun.”

Yena mengambil nampannya, dan di kembalikan pada Ira.

“Maaf ya Ira.”

“Tak apa kak. Oh iya, untuk menu pagi ini. Apa kakak mau di bawakan?”

“Sepertinya tak perlu. Aku mau keluar soalnya. Sekalian makan di luar saja.”

“Oh begitu, baiklah kalau gitu kak. Aku permisi dulu.”

“Iya, Ira. Makasih banyak ya.”

“Iya kak, sama-sama.”

Setelah Ira pergi, siluman merah kembali muncul.

“Wah, dia sepertinya gadis manis yang cukup enak,” seloroh siluman merah.

Yena yang mendengar perkataan itu langsung melirik tajam ke arah siluman merah.

“Jaga bicara mu!” seru Yena geram.

“Hahaha bercanda. Jangan terlalu kaku gitu lah,,,.”

Yena mendengus kesal.

“Oh iya, kemungkinan besar, besok prajurit dari Jawa Barat akan datang ke desa ini,” ucap Siluman Merah.

Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 1) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang