Terompet Perang

1K 81 8
                                    

Suasana ruang rapat terasa hening namun terkesan serius saat jajaran kapten yang di pimpin oleh Haryapatih Adipura duduk memenuhi kursi-kursi kayu yang mengelilingi sebuah meja besar berbentuk persegi panjang. Berbagai pasang muka berwajah tegas dan garang memenuhi ruangan yang hanya bisa menampung 100 orang itu.

Ruang rapat dihadiri kurang lebih 19 kapten. 19 kapten itu terdiri dari 5 kapten Harimau, 5 kapten Gajah, 5 kapten Serigala dan 4 kapten Elang. Semua kapten berkumpul di hadapan meja besar yang membentuk persegi panjang. Di ujung meja, tersedia sebuah kursi besar yang dimana Haryapatih Adipura duduk di sana.

Wajah Haryapatih Adipura tampak begitu lesu dan cemas. Sudah 2 hari ini ia tidak bisa tidur karena terganggu oleh perasaannya sendiri yang dirundung rasa cemas tiada henti.

“Hari ini, sepertinya kita kehilangan salah satu batalion prajurit Elang yang dipimpin oleh Karto,” Haryapatih Adipura mengawali pembicaraan saat semua kapten sedang bergumam satu sama lain membahas kejadian-kejadian dua hari belakangan ini yang menurut mereka janggal.

Sembilan belas pasang mata itu langsung terhening seketika saat mendengar pernyataan Haryapatih Adipura. Rasa terkejut sekaligus bingung perlahan mulai menghiasi wajah mereka.

“Apa maksud patih?” tanya Abyas, kapten tim Elang batalion 2. Ia merasa tak mengerti dengan perkataan Haryapatih Adipura.

“Mungkin banyak dari kalian yang belum tahu, bahwa kemarin siang, Karto melaporkan sebuah kejadian kepadaku, bahwa desa Jegu yang berada di dekat pesisir barat sudah di serang sesuatu.”

“Sesuatu?” gumam banyak kapten hampir serempak. Suasana menjadi riuh.

“Tak ada yang tersisa dari desa itu selain puing-puing rumah dan darah yang berceceran. Tak ada satu mayat pun yang bisa ditemukan. Karto belum bisa menjelaskan apa dan siapa yang menyerang desa tersebut, karena tak ada bukti yang bisa menjelaskan siapa pelakunya. Namun Karto bersama anggotanya menemukan ratusan jejak manusia yang mengarah ke arah timur. Ini adalah kasus langka yang mesti di pecahkan. Jadi aku memerintahkan dia beserta anggotanya untuk menelusuri jejak itu sekaligus mencari informasi terkait pemilik ratusan jejak itu. Namun sayangnya sampai saat ini, dia belum kembali,” terang Haryapatih Adipura secara gamblang.

Beberapa kapten terhening dan mulai berpikir. Mereka berusaha mencari alasan atau menggambarkan sesuatu ke otak mereka perihal apa yang sudah terjadi pada Karto dan anggotanya. Mereka tak yakin, jika Karto terbunuh. Karena mereka tahu, Karto adalah kapten dari batalion inti prajurit Elang. Jadi tak mudah untuk menangkap apalagi membunuhnya.

“Maaf patih. Bukan maksud saya lancang. Tapi ini baru sehari. Bisa saja Kapten Karto beserta anggotanya masih mengikuti jejak itu. Atau ada kemungkinan mereka terjebak dalam situasi yang menyulitkan mereka,” kata Jani, kapten prajurit Serigala batalion inti.

“Saya sependapat dengan Jani patih. Hal seperti itu, bisa saja terjadi,” sambut kapten Serigala batalion 3.

“Kalau menurut kalian seperti itu, baiklah,” Haryapatih Adipura menunjuk Fusena. “Fusena, kau ku perintahkan untuk memeriksa wilayah di sekitar pesisir barat. Lihat semua desa yang berada di sana. Dan temukan Karto beserta anggotanya. Abyas, kau dan seluruh anggotamu, akan ikut bersama Fusena. Sisanya, tempati pos kalian masing-masing. Pasang kewaspadaan penuh.”

Byakta, kapten prajurit Gajah bataliaon inti, bangkit dari kursinya. Ia merasa keberatan atas perintah Haryapatih.

“Maaf Patih, bukan maksud saya untuk menentang perintah, Patih. Tapi saya nerasa keberatan jika harus menjaga benteng sedang ada musuh diluar sana.”

“Benar, Patih. Jika memang musuh ini sangat berbahaya, bukankah lebih baik jika mengirim 4 sampai 5  batalion?Lagi pula, kita tidak tahu dimana musuh saat berada. Bisa saja mereka menjajah desa lain. Bukankah lebih bijak jika mengirim 5 batalion lagi untuk memeriksa beberapa tempat?” Bahuwirya ikut menyuarakan pendapatnya.

Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 1) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang