Akhir Benteng Madura dan Permintaan Yena (bagian 2)

1.9K 120 26
                                    

1500 pasukan Penunggang Kematian dan 50.000 prajurit yang terdiri dari prajurit biasa dan prajurit pendekar, bertempur dalam satu waktu dan satu lokasi. Membuat malam yang seharusnya diisi kesunyian, menjadi begitu riuh oleh suara pedang yang saling mengadu. Suara seruan semangat, suara jerit kesakitan. Suara darah yang berhamburan dan suara mayat yang berjatuhan ke tanah, memekakan keheningan malam.

Semua kapten baik dari kubu benteng Madura, dan kubu Penunggang Kematian sama-sama gigih dan cermat dalam mengatur pasukan mereka. Mereka sama-sama melakukan yang terbaik untuk bisa memenangkan pertempuran.

Satu persatu mayat tumbang. Darah merembas membasahi tanah yang sedikit lembab. Aroma amis darah mulai tercium hingga menyengat lubang hidung. Dalam waktu singkat 3000 mayat prajurit benteng Madura sudah tergeletak tak bernyawa. 3000 prajurit itu semua, sebagain besar adalah prajurit Elang. Kebanyakan dari mereka yang tewas disebabkan tertembak anak panah yang berasal dari dalam hutan.

Pasukan pendukung Penunggang Kematian memang tak muncul dalam pertempuran. Sebagaimana tugas dan cara mereka bertarung. Mereka menyerang dari belakang sambil melindungi anggota petarung jarak dekat yang di pimpin langsung oleh Alka, Gudo dan Wingit.

Sebelum pertarungan benar-benar dimulai. Sebelum Volka menampakkan batang hidungnya. Pasukan pendukung sudah mencari para pemanah yang ada di benteng. Jadi saat pertarungan sudah di mulai. Mereka langsung menyerang pasukan Elang benteng Madura. Sehingga nggota petarung jarak dekat milik Penunggang Kematian jadi lebih leluasa dalam bertarung. Mereka tak perlu merasa khawatir akan serangan jarak jauh dari benteng Madura.

Alka beserta 10 anak buah kebanggaannya bergerak masuk ke dalam benteng. Mereka berniat melumpuhkan prajurit Elang yang masih ada di dalam.

Alka dan anak buahnya bergerak lincah. Mereka membunuh siapa pun yang ada di jalur mereka.

“Lihatlah, mereka begitu bersemangat. Apalagi prajuritmu. Meski mereka sadar bahwa mereka tak akan menang melawan pasukanku. Tapi mereka masih saja melakukan perlawanan,” kata Volka dengan tawa lirih yang terdengar penuh penghinaan.

Haryapatih Adipura tak mempedulikan itu semua. Dirinya tak peduli meski prajuritnya kalah. Mengingat pertempuran 2 tahun lalu, tak heran jika pasukan Penunggang Kematian bisa memenangkan pertempuran meski kalah dalam jumlah.

Haryapatih mengeluarkan sebuah keris  yang hanya seukuran telapak tangan. Volka memasang senyum senang saat melihat keris tersebut. Ia bisa merasakan gaib yang besar dari keris tersebut.

“Pusaka Bumi. Boleh juga untuk seorang Haryapatih. Sangat jarang ada Haryapatih memiliki Pusakan Bumi.”

Haryapatih Adipura menatap dalam ke arah kerisnya sesaat.

“Keris ini adalah pusaka milik prabu Sekti Siliwangi. Keris ini dipercayakan padaku agar bisa memimpin dan menjaga tanah Madura dari mara bahaya. Keris Guntur.”

Haryapatih Adipura memasang kuda-kuda. Ia bersiap melancarkan serangan dengan mengandalkan pusaka bumi keris Guntur. Meski kemungkinan dirinya bisa memenangkan pertempuran sangat kecil. Tapi tak ada pilihan lain lagi selain melawan. Paling tidak, ia ingin memotong satu tangan atau kaki Volka. Itu pikir Haryapatih.

Tak mau kalah, Volka juga menghunuskan pedangnya dan memasang kuda-kuda bersiap menyambut serangan Haryapatih.

Sambil menarik nafas dalam, Haryapatih melesat menyerang Volka. Volka menyambut serangan Haryapatih Adipura tanpa ragu. Keris Guntur dan pedang Wesi Jati saling beradu. Saat keris Guntur menyentuh pedang Wesi Jati, suara guntur terdengar menggelegar. Mendadak. Langit yang cerah berubah menjadi mendung usai suara gemuruh itu terdengar.

Tak hanya menghadirkan guntur dan awan gelap. Keris Guntur juga menciptakan petir yang kuat. Membuat Volka merasakan sengatan di tangan hingga bahunya. Volka mendur 3 langkah saat merasakan sengatan itu.

Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 1) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang