Pagi itu semuanya sudah berkumpul di rumah sakit, kecuali Randy yang ada urusan dengan kuliahnya. Akasa dijadwalkan menjalani operasi jam 08.30 WITA. Ia sudah harus berada di rumah sakit minimal 1 jam sebelum operasi dimulai.
“Sa, kamu siapkan?” tanya Mama Hara.
Akasa mengangguk. Perasaan bahagia menyelimuti hatinya. Bahagia karena ia bisa melihat kembali. Namun bohong jika ia tidak memiliki kekhawatiran. Yang terpikir olehnya adalah apakah opersi ini adalah jalan terbaik? Apa jadinya nanti jika ia memang benar-benar bisa melihat kembali? sanggupkah ia berhadapan langsung dengan dunia, melihat semuanya dengan mata telanjang?
Ada ribuan pertanyaan yang ia lontarkan untuk dirinya sendiri. Akasa tidak bisa menyangkal ketakutannya. Kurang lebih dalam kurun waktu 20 tahun Akasa memiliki masalah dengan penglihatannya. Selama itu pula ia sudah melupakan keindahan dunia.
“A Kasa,” panggil Hara. Si pemilik nama lantas menaikkan kepalanya, karena dari tadi Akasa hanya menunduk.
“Semangat!” seru gadis itu. “Jangan lupa berdoa juga.”
Akasa membalas itu dengan senyuman.
“A Kasa tidak perlu khawatir. Operasinya pasti berjalan lancar.” Gadis itu tak henti-hentinya menyemangati Akasa.
Tak berselang lama, Akasa sudah disuruh untuk memasuki ruang operasi. Jantung Akasa berdetak kencang. Ia hembuskan napas berulang kali. Mengatur perasaanya yang tidak karuan.
Operasi berjalan selama kurang lebih 2 jam. Operasi yang Akasa jalani berjalan lancar. Keluarga Hara pun diberitahu jika semuanya sudah selesai.
Setelah selesai operasi, Akasa diberitahu untuk diperbolehkan mengangkat barang berat sampai diperiksa kembali. Selama itu pula Akasa menanti-nanti bagaimana nanti ketika perban yang ada di matanya bisa dilepas? Apa kesan pertamanya terhadap dunia?
Waktu pelepasan perban sudah ditentukan. Akasa kembali pergi ke rumah sakit untuk melepas perbannya.
“Aku gugup,” tutur Akasa.
“Eihh, A Kasa harusnya bahagia. Bukannya gugup,” ucap gadis itu menenangkan.
Perban berhasil dilepas. Dokter mengisyaratkan Akasa untuk membuka mata secara perlahan. Laki-laki itu mulai membuka mata. Perlahan, perlahan, dan perlahan cahaya mulai memantul pada matanya.
Kabur, itu kesan pertama Akasa. ia mengerjap beberapa kali. Hingga pada akhirnya ia benar-benar bisa melihat semuanya dengan jelas. Hal pertama yang Akasa lihat adalah Hara. Senyum gadis itu merekah bak bunga di musim semi.
“Bagaimana? Apa terasa sakit?” tanya Dokter.
“Tidak Dok. Hanya saja saya masing kurang terbiasa,” ujar Akasa.
“Tidak apa. Itu wajah saja terjadi. Ini obat tetes mata kamu. Tolong gunakan sesuai prosedur,” ucap dokter itu.
Akasa mengangguk tanda mengerti. Ia kembali menatap Hara. Memberikan gadis itu senyuman manis.🕶 🕶 🕶
“A Kasa mau jalan-jalan dulu?” tanya Hara.
“Ke mana?” tanya Akasa balik.
“Ayo ikut aku. Kita akan pergi ke sawah.” Gadis itu menarik tangan Akasa. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti.
“Kenapa?” tanya Akasa heran.
Hara cengengesan. Lantas Akasa menatap gadis itu penuh tanda tanya. “Tidak jadi A, kita pulang saja.”
“Loh?”
“Aku lupa jika A Kasa tidak boleh terpapar sinar matahari dulu,” ujar gadis itu.
Akasa tersenyum melihat tingkah polos Hara. “Sudah. Mari kita pulang.”
Selama di perjalanan. Akasa dan Hara sama-sama diam. Akasa terbenam dalam pikirannya. Tentunya si cerdas Deepa memenuhi sedang menari dalam kepalanya. Bagaimana pun juga keinginan Akasa untuk bisa melihat, kini sudah terwujud. Ia sedikit menyesali karena bukan Deepa, perempuan pertama yang ia lihat.
Sedangkan Hara sedang beradu tinju dalam hatinya. Desiran panas memenuhi tubuhanya. Akasa sudah seperti laki-laki normal pada umumnya. Paras rupawanya mampu membunuh kaum hawa. Tatapan tajam matanya mampu mencekat napas para wanita. Setiap kali mata Hara beradu pandang dengan Akasa, ia tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.
“Ra,” panggil Akasa. Si pemilik nama menoleh. Sudah pasti netranya langsung berada pada laki-laki di sampingya itu. Mereka berdua pulang ke rumah menggunakan GO-Car.
“Apa aku terlihat berbeda?” tanya Akasa sembari menatap Hara tajam. Aksa tidak tahu jika jantung Hara sekarang tengah meletup-letup.
“Mm, aa, s-seperti biasa kok,” jawab gadis itu. Hara langsung memalingkan wajahnya.
Keadaan kembali hening. Hara masih menetralkan jantungnya sedang maraton. Tidak mudah memang jika sedang dimabuk cinta. Apalagi orang yang disuka tepat berada di samping. Hara berusaha keras agar ia tidak tertangkap basah oleh Akasa. Gadis itu belum menyiapkan diri untuk jujur dengan perasaannya.
“Ngomong-ngomong, bagaimana kesan pertama A Kasa setelah melihat kembali,” tanya Hara. Ia mencoba bertanya senatural mungkin.
“Aneh,” jawab Akasa.
“Kenapa malah aneh?”
“Aneh saja. Biasanya semua objek terlihat samar. Sekarang aku bisa melihat semuanya dengan jelas,” tutur A Kasa.
“A Kasa harus terbiasa dengan ini,” ucap Hara. Ia tersenyum sembari menatap Akasa. Siapa sangka laki-laki itu membalasa senyuman Hara.
“Ada banyak hal indah di dunia. A’a harus melihat itu. Aku janji nanti bakal bawa A Kasa jalan-jalan.”
Hari itu menjadi hari bersejarah bagi Akasa selama 24 tahun ia menghirup napas. Dua puluh tahun ia habiskan dengan kondisi mata yang tidak sempurna. Ia sangat bersyukur pada Tuhan yang telah bersamanya selama ini. Kebahagiaan tidak akan pernah sempurna jika kita tidak mensyukuri semua pemberian Tuhan, meski itu hanya sekecil debu.🕶 🕶 🕶
Batu nisan bertengger di atas tanah. Tangisan wanita paruh baya masih saja terdengar. Wanita itu menangis hingga tidak mengeluarkan air mata lagi. Rissa, ia tidak mampu menahan tangisnya. Mengapa tidak. Putri kesayangannya harus menghembuskan napas terakhirnya kemaren siang.
Hatinya seperti tersayat ribuan pisau. Anak yang selama ini ia bangga-banggakan. Anak yang selama ini kerahkan semua yang ia miliki, demi Deepa. Semua hanya demi Deepa. Ia tidak ingin anaknya nanti tumbuh sebagai gadis yang tidak memiliki apa-apa—seperti dirinya. Karena itulah Rissa bersikeras ingin Deepa menempuh pendidikan terbaik.
“Deep, kamu tahu ‘kan apa keinginan Mama?” ujar wanita itu masih dengan isakan tangisnya. “Mama ingin kamu hidup dalam kebahagiaan dan limpahan cinta.”
Ia memeluk batu nisan Deepa. Hendra dan Rhava ada di samping Rissa, berdiri dengan buliran air mata yang jatuh membassahi pipi. Jangan lupakan Arvin, laki-laki itu juga masih berada di sana.
“Sudah yuk, Ma, kita pulang,” bujuk Hendra.
“Tidak, aku tidak mau. Aku ingin menemani Deepa di sini. Kasian dia sendirian,” tolak Rissa. Tangisnya semakin pecah.
“Ayok Ma. Deepa pasti sudah bahagia di sana. Deepa pasti sudah berada di surga. Mama ingatkan bagaimana baiknya Deepa dan perminataan terakhirnya ketika ia belum meninggalkan kita untuk selama-lamanya?” ajak Rhava juga.
Flashback Onn
“Ma,” ucap Deepa lirih.
Kondisinya kian memburuk. Deepa harus dirawat inap sekarang. Sudah beberapa kali ia muntah darah segar. Batuknya juga tidak semakin baik.
“Iya Deep?” Rissa menatap Deepa nanar.
“Aku punya satu permintaan,” ujarnya.
Rissa kian menatap Deepa. “Tidak ada permintaan terakhir Sayang. Kamu tidak boleh bicara seperti itu.”
Deepa meneguk air liurnya susah. “Ma, kondisi Deepa benar-benar sudah memburuk. Mama tidak perlu menyangkal itu.”
Netra Rissa memanas.
“Ma, maaf aku baru bilang sekarang. Kemaren waktu mama pulang ke rumah, aku mendaftarkan diriku sebagai pendonor mata,” ujar gadis itu.
Rissa tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.
“Mama tahu? Ternyata Akasa sedang mencari pendonor mata. Info itu aku dapatkan ketika aku bertanya pada Dokter,” ucap Deepa dengan senyuman yang merekah. “Jadi aku mohon, jika aku sudah tidak ada, tolong donorkan mataku untuk Akasa.”
“Tidak. Mama tidak mau,” tolak Rissa mentah-mentah.
“Ma, Deepa mohon untuk kali ini saja Mama turutin permintaan Deepa,” mohon Deepa. “Deepa janji habis ini tidak akan meminta apa-apa lagi sama Mama.”
Rissa menunduk. Ia tidak tahu harus merespon Deepa seperti apa.
“Ma, please! Selama ini Deepa udah nurutin permintaan Mama buat sekolah di luar negeri. Jadi sekarang Deepa mohon, untuk kali ini aja penuhi permintaan Deepa.”
“Kamu yakin?” tanya Rissa.
“Aku yakin 1000% Ma.”
“Mama hanya mau bilang, terima kasih udah jadi anak Mama.”
Rissa memeluk Deepa erat. Ia menangis dalam diam. Pikirannya kacau. Ia tidak bisa menolak. Tapi ia juga ada perasaan tidak terima.
“Mama harus janji sama Deepa, ya,” ucap gadis itu lagi.
Tangisan Rissa semakin pecah. Ia tidak bisa membayangkan hari itu tiba. Dokter memang sudah bilang jika tidak ada lagi cara yang bia dilakukan untuk menyelamatkan Deepa. Sekarang gadis itu hanya bisa menunggu takdir kapan waktu yang tepat untuk ia kembali ke sisi Tuhan.JennaHan,
26 September 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Ableps-ia ✔
RomancePerlahan cahaya itu memudar, hal indah mulai lenyap. Tidak ada yang bisa dibawa untuk rasa bahagia. Bagai seutas tali, Akasa hanya bisa ber-cycle di sana. Terjebak dan sangat sulit merangkak keluar. Secercah cahaya mulai bersinar. Deepa, seoran...