07. Ablepsia: Hujan

165 47 14
                                    

“Jika awan menjadi hitam, apa kamu akan tetap tinggal?” –Akasa

     Akasa Diratama, laki-laki itu tengah duduk di atas kaur kecilnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


     Akasa Diratama, laki-laki itu tengah duduk di atas kaur kecilnya. Hari sudah semakin larut, namun laki-laki pemilik kulit sawo itu masih saja terjaga. Seolah ada yang menahan kelopak matanya untuk tertutup. Ada perasaan gelisah yang menyelimuti hatinya.

     Akasa tidak mengerti, kenapa akhir-akhir ini Deepa sering membantunya. Bukan karena ia tidak suka, hanya saja sejak 2 tahun terakhir, ia tidak biasa akan sikap baik orang-orang. Setiap cemooh dan hinaan, sudah seperti makanan bagi Akasa. Tatapan jijik dan sukar akan dirinya, kerap kali ia dapatkan.

     Ia hening dalam diam. Pandangannya fokus pada satu titik. Memperhatikan satu pohon rindang yang tertanam di luar melalui jendela kaca. Perlu diingat lagi, jika apa yang Akasa lihat tidak seperti apa yang orang normal lihat.

     Akasa tidur dalam ruangan yang sangat minim untuk disebut sebagai tempat pelepas penat. Mungkin sebutan gudang, sangat tepat. Lingkungan yang sangat kumuh. Ruangan berukuran 4x5 meter itu terasa sangat sempit. Hanya bisa memuat satu kasur kecil untuk satu orang, meja kecil beserta kursinya, dan lemari kayu yang pintunya sudah lepas. Laki-laki itu kini berjalan menuju meja kecilnya. Pantatnya berhasil ia daratkan pada kursi kayu itu.

     Akasa bergelut dalam pikirannya. Bagaimanapun juga, Akasa adalah seorang laki-laki normal yang juga memiliki perasaan. Ia tidak ingin, jika kehadiran Deepa malah memperkeruh suasana. Kini tangan kanannya mengambil ponsel pintar yang tergeletak rapi di samping buku-buku tulis.

     Buku-buku itu tidak pernah terjamah. Hanya saja, Akasa sangat nyaman ketika melihat carikan sebuah kertas. Ia sangat ingin menyalurkan semuanya melalui tulisan tangan. Namun kembali diingat, jika ia memiliki trauma pada bolpoin.

     Laki-laki itu menekan icon microphone pada layar ponselnya. Sekarang, ia siap untuk kembali merangkai kata.

~~~


     Apa kau percaya apa itu cinta? Sebuah rasa penenggelam asa. Berhenti berpikir jika cinta berada diatas segalanya. Nyatanya, tak semua cinta membawa bahagia.

     Aku salah satu dari orang-orang yang tidak percaya akan cinta. Bukannya tidak percaya, hanya saja, apa itu cinta?

     Apa hanya rasa yang dibangun untuk terobsesi pada hal yang tidak wajar? Ketahuilah, cinta tidak hanya tentang pelengkap hidup dan cerita. Kesukaan akan sesuatu, juga disebut cinta bukan? Ada beduk serepu pula.

    Aku pernah mendengar seseorang bebricara seperti ini: ‘cintailah sesuatu itu sewajarnya saja. karena cinta akan menjadi bomerang untukmu’

Ableps-ia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang