Terik mentari menyapa gadis yang tengah tertidur pulas. Sekujur badannya terlilit selimut biru muda. Gedoran pintu berulang kali berbunyi, namun si pemilik kamar masih saja berada di alam mimpi. Bunyi itu semakin keras, dan keras. Bukannya bangun, Deepa malah membenarkan posisinya dan kembali melanjutkan mimpi indahnya.Kamar bernuansa Doraemon itu, berhasil memanjakan mata. Seisi ruangan dipenuhi aneka warna biru muda. Ada begitu banyak boneka Doraemon yang tersusun rapi di salah satu sudut ruangan. Percaya tidak percaya, dekorasi ini berlanjut hingga ke kamar mandi dan toilet. Jangan lupakan meja rias yang ada di sebelah tempat tidur Deepa, ada begitu banyak pernak-pernik berbentuk Doraemon. Begitu pula dengan meja belajarnya.
“Deepaaaa, bangun!” Erangan itu disertai gedoran pintu. Sebentar lagi engsel pintu itu bisa saja lepas. Si pemilik nama enggan memberi tanggapan. Tidak ada sedikitpun tanda-tanda Deepa akan bangun dari tidurnya.
Rhava menghela napas. Tangannya mengusap dada. Laki-laki itu mundur beberapa langkah, bersiap untuk mendobrak pintu. Rhava muulai menghitung mundur, namun aksinya terhenti tiba-tiba.
Tampilan urak-urakan. Surai mengembang bak si raja hutan, Deepa membuka pintu kamarnya. “Hmmm...,” ujarnya setengah sadar. Gadis itu menupang kepalanya pada gagang pintu.
Rhava menatap nanar pada adik satu-satunya itu. Mulutnya mencicit dan kepalanya menggeleng tidak percaya pada tampilan Deepa saat ini. Si pemilik rambut singa itu masih memejamkan mata. Sepertinya ia perlu waktu lama untuk memulihkan energi.
“Kamu tuh anak cewek, gak baik bangun siang bolong gini,” oceh Rhava yang hanya mendapatkan anggukan dari Deepa. Andai saja Deepa bukan adiknya, bisa-bisa sebuah kepalan akan mendarat mulus di pipi Deepa.
“Cepetan mandi! Habis ini ikut aku,” titahnya.
Deepa membuka matanya perlahan. Matanya menatap tajam. Dahinya mengerut. Seakan tidak percaya apa yang baru saja ia dengar. Rhava bukan tipe kakak yang akan membawanya jalan-jalan ke luar. Bahkan ketika pertama kali Deepa tinggal di London, Rhava sekalipun tidak pernah mengajaknya untuk jalan-jalan.
“Ada masalah apa A?” Deepa meneliti ekspreksi kakaknya itu.
Rhava menatap bingung. "Aku, ada masalah apa?” tanyanya balik. Deepa mengangguk sebagai balasan. “Kenapa nanya begitu?”
“Kan, A Rhava bukan tipe orang yang akan ngajak Deepa ke luar.” Deepa memberikan pernyataan. “Jangan-jangan tadi malam A Rhava habis ngedugem, terus minta bantuin Deepa un—“
Greeppp
Mulut Deepa dibekap. “Bicara itu di-filter dulu Deep! Kalau Ayah sama Ibu denger, gimana?” bisik Rhava.
Deepa memukul lengan kakaknya itu. Ia meronta sekuat tenaga, meminta untuk segera dilepaskan. Namun tetap saja tenaga Rhava lebih kuat darinya. Rhava pun, sepertinya sangat kesal kali ini. Bisa-bisanya Deepa melontarkan kalimat yang sangat di luar nalar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ableps-ia ✔
RomansPerlahan cahaya itu memudar, hal indah mulai lenyap. Tidak ada yang bisa dibawa untuk rasa bahagia. Bagai seutas tali, Akasa hanya bisa ber-cycle di sana. Terjebak dan sangat sulit merangkak keluar. Secercah cahaya mulai bersinar. Deepa, seoran...