22. Ablepsia: Kesehatan Deepa

147 32 1
                                    

     Deepa, kondisi gadis itu kian memburuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Deepa, kondisi gadis itu kian memburuk. Sesekali ia terabatuk-batuk ketika di tempat kerja. Terlebih sangat banyak pemborong bangunan yang menghisap rokok ketika sedang bekerja. Projek Deepa kali ini adalah membangun taman desa. Jangan lupakan juga keadaan yang sangat panas. Sesekali dua kali angin menerpa pasir kerikil dan semakin membuat polusi.

     Gadis itu terduduk di sudut ruang kecil yang disiapkan untuk tempat berteduh. Indra penciumannya sangat sesak. Batuknya tidak kunjung reda. Bahkan Deepa sudah sangat lelah. Tenggorakannya terasa sangat gatal dan sakit. Dadanya sesak.

     “Kenapa Deep?” tanya Arvin saat melihat Deepa.

     “Bisa berikan aku air hangat?” pinta Deepa.

     “Mau yang ada rasa atau tidak?” tanya Arvin polos.

     Deepa menarik napas dalam-dalam. “Terserah.”

     “Tapi terserah cewek itu bias....” Arvin tidak melanjutkan kalimatnya karena Deepa menatapanya tajam. Lekas laki-laki itu memberikan air putih hangat.

     “Sudah mendingan?” tanya Arvin setelah Deepa selesai meneguk air itu. Deepa mengangguk sebagai jawaban.

     “Kamu sakit apa Deep?” tanya Arvin. “Waktu di tempat makan kemaren sikapmu juga aneh.”

     “Aku juga tidak tahu,” jawab Deepa. Sejujurnya ia sangat susah untuk berbicara. Napasnya masih tidak teratur.

     “Apa kamu sudah lama batuk-batuk seperti ini?”

     Deepa menatap langit-langit tempat peristirahatan itu. “Hmm, mungkin sudah sejak aku di London,” pikirnya.

     “Satu tahun, dua tahun?” tanya Arvin memastikan.

     “Mungkin sekitar satu tahun lalu? Sejak aku mulai sibuk dengan semester tuaku. Tapi saat itu paling batuk sebentar, minum obat, sembuh,” ujar Deepa.

     “Sering?”

     “Lumayan. Dalam satu bulan ada saja biasanya. Tapi aku tidak ambil pusing. Karena aku sendiri waktu itu sedang sibuk dan kerap kali tidur tengah malam,” jawab Deepa.

     “Mau ikut aku ke dokter? Kondisimu perlu diperiksa Deep,” tawar Arvin.

     “Sudahlah. Paling ini hanya batuk biasa. Lagi pula kita sedang berada di tempat pebangunan. Polusi sedang berlalu-lalang. Mungkin itu adalah salah satu penyebabnya.”

     Deepa menolak untuk dibawa ke dokter. Pikirnya, tidak ada hal serius yang terjadi pada dirinya. Mungkin saja itu hanya disebabkan oleh kelelahan bukan?

     “Ayolah! Aku tidak ingin jika nanti kamu disuruh cuti dan istirahat. Jika Bos melihat keadaanmu, aku yakin ia akan menyuruhmu cuti. Kamu tidak ingin ‘kan jika diprojek pertama ini diberikan pada orang lain?” bujuk Arvin.

     Deepa berpikir keras. Apa yang Arvin bilang juga ada benarnya. Ia tidak ingin diprojek pertama ini ia malah meninggalkan kesan tidak bagus hanya dengan menyepelekan kesehatannya. Ia mengangguk setuju. Tidak ada salah ia menerima saran dari Arvin.

     Keduanya pun pergi ke rumah sakit. Jantung Deepa berpacu sangat cepat. Ia takut akan hasil tes nanti. Perlu Deepa akui juga akhir-akhir ini ia memang merasa aneh dengan sistem pernapasannya.

     Deepa menjalani rangkaian pertama yaitu dirontgen. Untuk mengetahui apa yang terjadi pada paru-paru gadis itu. Tidak lama hasil rontgennya keluar. Deepa duduk di depan dokter dengan diteman Arvin.

     “Sudah berapa lama batuknya?” tanya dokter tua berkumis tipis yang sudah mulai memutih.

     “Kalau batuk-batuk biasa, sudah dari lama. Tapi setelah minum obat, batuk itu akan reda dengan sendirinya. Dan sejak satu minggu yang lalu batuknya tidak kunjung berhenti dan dalam satu minggu ini juga aku sudah mengonsumsi obat batuk,” jawab Deepa jujur.

     Arvin menatap Deepa tajam. Rupanya gadis ini hanya tidak berani memeriksakan kondisi pada ahli. Pembicaraanya dengan Deepa saat di tempat projek tadi hanya alasan Deepa untuk tidak dibawa berperiksa. Dapat dilihta jika wajah gadis itu mulai memucat.

     “Kamu mengidap pneumonia. Ada beberapa lubang di paru-paru kamu,” jawab dokter itu sambil melihat hasil rontgen.

     Pneumonia atau kerap yang kita kenal dengan paru-paru basah adalah infeksi paru-paru yang menyebabkan kantung-kantung udara di dalam paru menjadi meradang dan membengkak. Pada kondisi ini, paru-paru bisa dipenuhi oleh cairan atau nanah yang biasa dikeluarkan ketika batuk—dahak.

     Jika nanah itu masih berwarna putih, maka itu tidak terlalu serius. Tapi jika sudah berwarna agak kehijauan, sudah dipastikan ada masalah dalam paru-paru.

      “Apa itu bahaya, Dok?” tanya Arvin untuk mewakilkan Deepa.

     “Untuk penyakitnya sendiri tidak terlalu bahaya. Biasanya menyerang orang dengan imunitas rendah. Tapi penyakit ini kadang akan sembuh dalam waktu 1-3 minggu jika si penderita memiliki imunitas yang tinggi,” jelas dokter itu.

     “Tapi untuk kasus Deepa, udah bisa dibilang ada pada tahap berbahaya. Kondisi fisiknya sudah tidak terlalu kuat. Sepertinya efek kelelahan. Apa benar?” tanya dokter itu memastikan.

     “Benar Dok. Beberpa tahun terakhir aku kurang memerhatikan kondisi kesehatanku.”

     “Setelah pemeriksaan tadi juga, kalau aku lihat ada penyakit lain yang mulai berkembang dalam tubuh Deepa. Maag dan gagal ginjal. Untuk penyakit maagh disebabkan makan yang tidak teratur dan gagal ginjal disebabkan kurangnya mengonsumsi air putih dan bisa juga disebabkan oleh bakteri penyebab pneumonia. Gagal ginjal memnag tidak memiliki gejala dini. Penderita hanya dapat megetahui ketika merasakan gejala-gejala gagal ginjal sampai 90% dari fungsi ginjal yang sudah hilang.”

     “Pengidap pneumonia yang mengalami baktremia atau syok septik membuat jantung tidak dapat memompa cukup darah ke ginjal. Gagal ginjal sendiri memang bukan komplikasi umum yang terjadi pada kasus pneumonia. Kondisi ini bisa menjadi serius karena ginjal bisa tiba-tiba berhenti bekerja jika tidak mendapatkan cukup darah.”

     “Pneumonia tidak berbahaya jika hanya ada ia di dalam tubuh. Tapi penyakit itu akan menjadi berbahaya ketika terjadi komplikasi di dalam tubuh. Seseorang  yang memiliki kesehatan kronis dan terjadi komplikasi maka ini akan berakibat fatal” jelas dokter itu panjang lebar.

     Deepa meremas bajunya. Ia tidak meyangka jika selama ini ia menyimpan penyakit dalam tubuhnya. Pikiran gadis itu seolah terhenti. Deepa sudah tahu untuk berbuat seperti apa. Kecerobohannya untuk tidak memerhatikan kesehatan ternyata berakibat fatal untuk hidupnya.

     “Apa ada cara untuk sembuh Dok?” tanya Arvin setelah ia melihat Deepa yang sudah tertunduk setelah mendengar penjelasan dari dokter.

     “Deepa perlu dirawat di rumah sakit untuk perawatan yang lebih intensif. Jika dilihat dari gejalanya, ini memang sangat sulit. Tapi tidak ada yang salah jika kita coba untuk berikhtiar,” jawab dokter itu.

     Namun apa yang Deepa pilih? Ia hanya menginginkan rawat jalan. Dokter sudah membujuknya untuk dirawat di rumah sakit. Tapi bersikeras hanya akan mengambil rawat jalan. Gadis cantik itu tidak ingin orang tuanya mengetahui kondisinya untuk sekarang. Terlebih masih tersisa beberapa hari lagi projek di desa akan selesai. Gadis itu ingin meng-handle setidaknya satu projek dalam hidupnya.

     Setelah mendengar penjelasan dokter tadi ia lebih memilih untuk rawat jalan. Karena jika dirawat di rumah sakit pun tidak menjajikan ia kesembuhannya di atas 50%.

     Deepa menerima obat yang dokter berikan. Deepa harus meminum itu tepat waktu dan setiap hari. Tidak boleh terlewat satu hari pun. Ia juga dipesani untuk selalu meminum susu. Karena itu bagus untuk kesehatan paru-paru.

JennaHan,24 September 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

JennaHan,
24 September 2020

Ableps-ia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang