23. Ablepsia: Donor Mata

173 34 1
                                    

     Satu bulan berlalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Satu bulan berlalu. Tidak ada yang berbeda dari kehidupan Akasa. ia tetap menjalani rutinitasnya seperti biasa. Namun satu hal yang membuat laki-laki itu jadi berbeda, yaitu penglihatan benar-benar sudah buruk. Akasa harus menggunakan tongkat buta. Pandanganya benar-benar kabur.

     Akasa sangat beruntung karena memiliki Hara dan keluarganya. Jika tidak ada mereka, sepertinya Akasa sudah mati kelaparan dan tinggal meninggalkan apa pun, meski itu hanya nama. Keluarga Hara yang mengurus Akasa ketika ia benar-benar dalam kondisi yang semakin buruk.

     Siang itu Hara mendapat panggilan jika sudah ada donor mata untuk Akasa. sungguh Tuhan menjawab semua permintaan Akasa dan keluarga Hara. Operasi akan dijadwalkan besok pagi. Karena kornea mata harus digunakan dalam kurun waktu 2x24 jam untuk tingkat keberhasilan yang lebih baik.

     “A Kasa akhirnyaaa,” ucap gadis itu kegirangan. Ia tidak bisa menutupi rasa bahagianya.

     “Kamu tidak lagi berbohong?” tanya Akasa.

     “Tidak. Apa aku terlihat seperti seorang pembohong?” goda Hara.

     Sudah 2 minggu terakhir Akasa sudah tidak menggunakan ponselnya sendiri. Ponsel itu ia serahkan pada Hara. Siapa tahu ada yang menghubunginya. Sedangkan Akasa sendiri sudah tidak bisa menggunakan ponsel itu. Apa yang bisa gunakan melalui ponselnya ketika ia sendiri tidak bisa melihat apa pun sekarang? semuanya benar-benar sudah sangat buram dan gelap.

     Ada ekspresi sedih dari raut wajah Akasa. Ini memang berita bahagia. Tapi ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

     “Ada apa A?” tanya Hara ketika ia meliat raut wajah Akasa yang tampak tidak menyukai kabar gembira itu.

     “Biaya operasinya, pasti mahal,” ujar Akasa.

     Hara mengelus punggung Akasa. “Bukankah kemaren abah sudah bilang? A Kasa tidak perlu memikirkan masalah biaya. Lagi pula abah punya banyak lahan dan rumah sewa. Abah tidak akan menjadi miskin walau hanya membiayai A Kasa berobat,” tutur gadis itu.

     Kini melanjutkan kalimatnya. “Abah juga sudah bilang kalau A Kasa merasa tidak nyaman, A Kasa bisa membayarnya nanti. Tapi yang jelas Abah benar-benar tulus ingin membantu. Walau A kasa tidak membayar pun, abah pasti ikhlas.”

     Semburat senyum terlukis di wajah Akasa. Betapa beruntungnya ia bisa berada di sini, bersama Hara dan keluarganya. Akasa tidak mengerti kebaikan apa yang sudah ia lakukans ehingga ia bisa mendapatkan perlakuan sebaik ini dari orang asing. Ya, keluarga Hara adalah orang asing bagi Akasa. Tapi itu dulu.

     “Aku benar-benar berhutang budi sama keluarga kamu, Ra,” ucap Akasa.

     “Tidak ada yang namanya hutang budi. Yang ada hanyalah saling bantu-membantu dalam kebaikan,” jawab Hara bijak. “Bukankah sudah kewajiban orang-orang yang lebih berkecukupan buat membantu orang yang lemah?”

     Akasa tersenyum dengan arti lain. Hara mendapatkan ekspresi aneh itu. lantas ia teringat ucapannya tadi ‘sudah kewajiban orang-orang yang lebih berkecukupan buat membantu orang yang lemah’. Ia tidak bermasuk melukai Akasa dengan perkataan itu.

     “A Kasa, aku tidak bermaksud bilang kalau A Kasa itu lemah?” ucap gadis itu tertahan. Ia benar-benar takut melukai hati Akasa.

     Akasa menghela napas. “Kamu tidak perlu seperti itu. Aku sama sekali tidak memasukkan kata-katamu ke dalam hati,” ujar Akasa.

     Hara terdiam. Ia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Ia benar-benar merutuki lidahnya.

     “Kenapa diam? Tidak perlu merasa bersalah, Hara.” Akasa membenarkan posisi duduknya. “Orang lemah bukan berarti lemah. Tapi hanya orang yang memerlukan bantuan orang lain. Dan kita hidup pasti memerlukan orang. Bahkan orang yang sempurna pun pasti memerlukan bantuan orang lain juga. Tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri.”

     Hara merasa sedikit lega. Akasa benar-benar malaikat tanpa sayap. Akasa memebrikan kesan yang kuat bagi Hara. Ia beruntung bisa mengenal Akasa. Meskipun laki-laki di sampingnya ini cacat fisik, tapi hatinya sangat sempurna.

     “Ada apa? Serius banget?” tanya Mama Hara yang mendapati Akasa dan Hara yag terlibat perbincangan cukup serius di ruang tamu.

     “Ah Ma... Akhirnya A Kasa mendapatkan donor mata,” ucap Hara girang.

     Mama Hara langsung duduk di sebelah Akasa. “Yang benar?” tanya Mama Hara yang tak kalah girangnya dengan Hara.


     “Sebentar, Mama akan mengabari Abah sama Randy.”

     Hara kembali duduk di samping Akasa. Sedangkan Mamanya sibuk mencari ponselnya yang entah di mana. Setelah mencari di beberapa tempat, akhirnya ponsel itu ditemukan. Mama Hara berbicara dengan sangat antusias membuat Akasa semakin terharu.

     “Ngomong-ngomong, kapan operasinya?” tanya Mama Hara ketika ia sudah selesai menelpon suami dan anak sulungnya.

     “Besok pagi,” jawab Hara.

     Semua orang di ruangan ini benar-benar diselimuti rasa bahagia.

🕶 🕶 🕶


     Akasa duduk di bawah pohon besar. Ia biarkan angin malam membelai kulitnya. Hari sudah gelap. Rupanya laki-laki tidak bisa tidur. Perasannya sangat campur aduk sekarang. Keinginannya untuk bisa melihat akhirnya terwujud.

     Salah satu alasan Akasa ingin bisa melihat lagi adalah Deepa. Gadis yang pertama kali membuka hatinya. Gadis yang benar-benar mengubah hidupnya. Gadis yang berhasil mewarnai dunianya, meski sebentar.

     Akasa berjanji dengan dirinya sendiri. Selepas ia operasi dan penglihatannya kembali, ia akan mencari Deepa. Bagaimana pun caranya. Akasa harus bisa menemukan Deepa.

     “Kau tahu Deep? Besok aku bakal operasi, dan aku bakal melihat lagi,” ucap Akasa.

     “Sekarang kondisiku sangat memprihatinkan. Aku sudah tidak bisa melihat lagi. Semuanya sangat gelap. Tapi aku harus bertahan sebentar lagi. Semuanya akan memiliki warna masing-masing.”

     Akasa tersenyum. Ia benar-benar memebayangkan sutau hari nanti bagaimana ekspresinya ketika bertemu Deepa.

     “Tunggu aku sebentar lagi. Aku benar-benar akan menemuinmu.”

     Akasa masih membiarkan kulitnya berpapasan dengan angin malam. Dingin? Tidak. Rasa dingin itu kalah kuat dengan rasa bahagia yang Akasa rasakan sekarang.

     “Kasa, ayo masuk,” ajak Randy. Tiba-tiba saja laki-laki itu ada di samping Akasa.

     Akasa langsung berdiri. Ia kerahkan tongkat butanya agar tidak terhandung apa yang di depannya. Randy membantu Akasa berjalan. Ia menggandenga lengan Akasa.

     Randy—kakak kandung Hara, ia menatap Akasa. Ia mendengar semua monolog Akasa. Randy merasa prihatin pada perasaan Hara untuk Akasa. Tapi ia ingin mengetahui hal dari mulut Akasa sendiri.

JennaHan,25 September 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

JennaHan,
25 September 2020

Ableps-ia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang