36. ❤

7.2K 376 10
                                    

Hanya rasa khawatir dan panik yang dirasakan Dita, kalau saja dia tidak mengajak Nasya untuk jalan-jalan pasti tidak akan terjadi seperti ini. Gadis itu terus mondar-mandir seperti setrika dan terus menggigiti kukunya. Yang pertama dia sangat takut Nasya kenapa-napa akibat kecelakaan tadi, pasalnya Nasya langsung tidak sadarkan diri, bahkan kepala Nasya juga mengeluarkan darah. Dita semakin takut dan bingung harus bagaimana, hanya berdoa, berdoa, dan berdoa.

Sedangkan Arga menghubungi orang tua Nasya, dan mengurus adminitrasi Nasya.

"Semua itu sudah takdir, nggak usah nyalahin diri kamu. Mending kamu duduk aja deh, terus berdoa supaya Nasya baik-baik aja," ucap Arga yang mengetahui Dita bolak-balik kesana-kemari.

Dita duduk disamping Arga, dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tanganya.

"Hiks... gimana kalau Nasya kenapa-napa.. aku ngerasa salah banget udah biarin dia sendirian tadi," Dita meremas rok seragamnya, rasa bersalah semakin menyelimuti dirinya. Dita tau itu memang sudah takdir tapi bagaimanapun dia tetap merasa salah.

Arga mengelus punggung Dita untuk menenangkanya. "Percayalah, Nasya pasti baik-baik saja," hanya kalimat itu yang bisa Arga ucapkan.

Hanya hening... sampai suara langkah kaki cepat mendekat kearah mereka berdua. Risa sudah menangis dan terus mengucapkan nama anak semata wayangnya itu. Dita yang melihatnya lansgung menghampiri Risa dan Dipta.

"T-tante a-aku minta ma-maaf gara-gara aku tan N-nasya jadi kayak gini," ucap Dita gugup, dia sudah tidak menangis namun matanya terlihat merah.

Risa berusaha menahan tangisnya, "nggak papa sayang, ini bukan salah kamu kok. Semua udah kehendak yang kuasa," jawab Risa sambil mengelus rambut Dita. Risa sama sekali tidak menyalahkan Dita.

"Gimana keadaan Nasya sekarang? Udah ditangani dokter 'kan?" tanya Dipta.

"Belum tau om, sekarang masih ditangani dokter didalam, mung-" ucapan Arga terpotong karena seorang lelaki berjas putih keluar dari ruangan yang ditempati Nasya. Risa langsung menghampiri dokter tersebut.

"Maaf, dengan keluarga Nasya?" tanya dokter tersebut.

"Iya dok, bagaimana keadaan anak saya? Dia baik-baik saja kan dok?" tanya Dipta.

"Saudara Nasya mengalami luka sobek dikulit kepalanya diperkirakan saat jatuh kepalanya membentur aspal cukup keras, namun tidak dan tidak menyerang organ dalam, dan...." dokter itu menggantung ucapanya membuat Risa semakin terisak dan terus meronta dipelukan Dipta.

"Dan apa dok?! Anak saya baik-baik saja kan dok?" ucap Risa dengan nada sedikit marah dan khawatir.

"Anak anda mengalami lumpuh..."

JEDERR!!!

Bagai petir disiang bolong yang menyambar.

"namun lumpuhnya tidak permanen dan bisa sembuh. Kalau begitu saya permisi dulu," ucap dokter itu. Dita dan Arga yang mendengarnya sangat kaget dan tidak percaya.

"Terimakasih dok," jawab Dipta.

Seluruh tubuh Risa terasa lemas, dia takut jika Nasya tidak bisa menerima kenyataannya. Rasanya dia gagal menjadi ibu yang seharusnya menjaga anaknya. Air matanya mengalir, kakinya melangkah menuju ruangan Nasya.

Tanganya perlahan mengelus rambut Nasya, anak yang selalu Risa harapkan. Dia menatap perban yang melingkar dikepala anaknya, ingin rasanya Risa menggantikan posisi anaknya. Biar dia saja yang merasakan sakit dan lumpuh, dia tidak tega melihat anaknya tersakiti.

"Jangan nangis terus ma, harusnya kita tetep support Nasya supaya dia nggak down," ucap Dipta. Dia mengecup kening anak semata wayangnya penuh sayang, sebagai lelaki dia tidak mau memperlihatkan kesdihanya didepan orang yang mereka sayangi.

Risa mengenggam tangan Nasya, berharap Nasya bangun. Saat Risa mengenggam tangan anaknya dia merasakan tangan Nasya sedikit bergerak, Risa mendongak melihat Nasya yang sedikit demi sedikit membuka matanya.

"Sayang...." panggil Risa lalu tersenyum melihat Nasya namun air matanya kembali jatuh. Nasya masih menyesuaikan cahaya diruangan itu.

"Mama.. sakit....." rintih Nasya lalu memegang kepalanya yang memang terasa berat dan sakit.

"Mana yang sakit nak, kamu jangan banyak gerak nanti tambah sakit. Minum ya?" Ucap Risa yang dijawab anggukan oleh Nasya. Risa berdiri hendak mengambilkan minuman untu Nasya namun Nasya berteriak.

"Mah!!" Risa kaget dan membalikan badanya, dia melihat Nasya yang mulai menangis.

"Kenapa sayang, mama ambilin minum dulu ya,"

Nasya menggeleng cepat "mah kenapa kaki aku nggak bisa digerakin ma?? Kenapa? Aku lumpuh ya ma? Bangunin Nasya ma... ini cuma mimpi kan? Nggak! nggak mungkin..." ucap Nasya menggebu-gebu. Dipta langsung memeluk tubuh anaknya untuk menenangkannya dan mengelus surai hitam Nasya.

"Pa... " panggil Nasya lirih hampir tidak terdengar.

"Kamu harus kuat sayang, anak papa kuat nggak boleh lemah. Kamu jagoan papa loh inget kan dulu waktu kecil kamu mau jadi jagoan papa... iya kan?"  Nasya tetap menangis dan menatap nanar kakinya yang dibalut selimut. Dia tidak bisa membayangkan jika dirinya lumpuh dan tidak bisa jalan, tidak itu tidak mungkin. Nasya membuang pikiran itu jauh-jauh. Tapi apa bisa kita menolaknya jika takdir berkata iya.

"Aku kenapa pa, hiks" air mata Nasya terus mengalir dan menatap papanya penuh arti.

"Kamu lumpuh, tapi bisa sembuh sayang. Kamu harus turutin apa kata dokter biar cepet sembuh,"







                  
Lanjut nggak nih? Aku bakal lanjut kalo kalian vote cerita ini...💜

See u......

PACARKU ROMANTIS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang