- Setelah -

1.3K 114 2
                                    

Ariana membuka kelopak matanya, mengerjap sesekali hanya untuk membasahi kornea matanya yang tak berfungsi. Rasa pusing dan sakit luar biasa terasa disekujur tubuhnya. Rasa linu dan nyeri muncul saat ia menggerakkan tangannya. Tangannya sudah terbalut sempurna oleh kain perban.

Ia cukup terkejut menyadari dirinya masih hidup. Kenapa chester tak segera mengakhiri hidupnya kemarin. apa yang ia alami bukanlah mimpi, melainkan kenyataan. Tak hanya tubuh, hati ariana juga terasa sakit. Sikap awal chester yang baik dan memperlakukannya dengan lembut seketika memudar dari ingatannya. Semua tergantikan oleh kata-kata tajam dan sikap kasat chester.

Ariana berusaha untuk menyandarkan tubuhnya dalam posisi duduk. Ia meringis, ketika denyutan muncul dikulit kepala dan kedua lengannya. Beruntung kulit kepala ariana masih melekat, ia bergidik mengingat bagaimana rasanya saat rambutnya ditarik dengan kuat oleh chester.

Jantung ariana berdebar keras saat pintu kamarnya terbuka. Ia menahan nafas, bertanya-tanya dalam hati, raut wajahnya menunjukkan kepanikan yang mendalam.

"nona sudah bangun" ariana langsung menghembuskan nafas lega saat mendengar suara lark. Ia belum siap jika harus berhadapan dengan chester lagi.

Lark masuk membawa nampan berisi mangkok makanan dan segelas susu. Ia meletakkan nampan diatas meja kecil, disamping ranjang ariana.

"luka nona sudah diobati. Makanannya saya taruh diatas meja. Kalau ada perlu apapun, silahkan panggil saya nona"

"dimana...chester" ariana menyebutkan nama chester dengan penuh kengerian.

"tuan sudah pergi pagi tadi, nona." jawab lark tanpa menjelaskan secara rinci.

Lark langsung mengundurkan diri untuk keluar dari ruang kamar ariana.

Perut ariana bergejolak karena lapar, sepulang dari jalan-jalan yang berujung menyeramkan itu. Ia sama sekali belum makan apapun. Tangan ariana meraba meja disampingnya. Ia menyentuh ujung nampan, lalu memindahkan nampan itu keatas pangkuannya. Ariana menyendok makanan didalam mangkok-yanh merupakan bubur. Rasa bubur itu sangat enak atau mungkin karena perutnya yang lapar, dalam waktu singkat ariana sudah menghabiskan buburnya. Ia lalu meminum segelas susu hangat hingga habis.

Ariana meletakkan kembali nampan ke atas meja. Ia ingin mandi dan mengganti pakaian. Namun, luka dilengannya serta rasa perih yang ditimbulkan membuat ariana harus menghilangkan niatnya itu. Ia menurunkan punggungnya, memposisikan tubuhnya menghadap keatas, menatap langit-langit plafon.

"aku merindukan ayah dan ibu" gumam ariana. Bulir-bulir air menetes, jatuh melalui sudut mata ariana.

Ia merasa kehidupan ini jahat padanya. Kenapa kebutaan ini justru semakin membuatnya terlihat lemah. Jika saja ia bisa melihat, ia pasti tak akan berakhir disini. Dan akan berusaha kabur menjauh dari pria kejam seperti chester.

Lelah karena memangis, ariana akhirnya tertidur. 

-

Chester memukul balok kayu kekepala seorang pria pria paruh baya bersetelan khas pekerja kantoran warna hitam dengan jas warna biru. Pria itu mengejang kesakitan memegangi kepalanya, ia ketakutan saat kepalanya tak berhenti mengeluarkan darah.

Raut wajah chester datar, dengan mata gelap memandang kesal kearah pria berjas biru itu. Rasa marah dan kecewanya pada ariana masih melekat pads dirinya. Ketika ia menutup matanya, bayangan ariana tersenyum malu-malu pada laki-laki yang mengantarnya kemarin membuat emosi chester semakin memuncak. Ia mengeratkan pegangannya pada kayu balok hingga buku-buku tangannya memutih.

"sialan" geram chester, ia mengangkat balok itu laku memukul pria itu secara membabi buta. Tak peduli dengan tubuh pria itu yang tergolek, ia terus memukulnya hingga wajahnya hancur dan kepalanya remuk.

Chester baru berhenti saat seseorang menegurnya.

"hentikan chester. Dia sudah mati, kau masih harus membereskan mayatnya. Waktu kita tak banyak" pria bertubuh kurud mengenakan baju serba hitam,berambut sedikit panjang, bediri disampinh chester. Ia menatap jijik pada pria yang kepalanya sudah tak berbentuk.

Chester mendengus kesal,"kau merusak kesenanganku Finn" ia melempar balok kayi kesampingnya. Lalu meraih tad besar yang berisi benda-benda tajam dan alat pembunuhan lainnya.

Finn hanya menggelengkan kepala, walaupun ia memiliki perkerjaan yang sama dengan chester. Ia tak pernah sesadis itu pada korbannya. Dan selama menjadi rekan chester, ia tak pernah terbiasa dengan perilaku pria kejam itu.

Chester memgeluarkan pisau besar-pisau daging. Ia berbalik menghadap mayat pria berjas biru, lalu berjongkok. Tanpa ragu chester mulai memotong tubuh pria itu menjadi beberapa bagian. Finn bergidik saat melihat tulang-tulang yang mencuat disertai darah yang mengucur. Ia jadi mengingat rumah jagal sapi. Persis seperti yang ia lihat saat ini.

Chester memotong-motong tubuh pria tadi menjadi potongan kecil-kecil. Ia memasukkan potongan tubuh itu kedalam karung putih-besar. Ia mengikat karung itu dengan kuat.

"aku akan mengantarkan pesanan ini dulu" chester menunjuk karung dengan gerakan kepala "kau bereskan saja tempat ini, dan laporkan jika misi kita telah selesai"

Finn mengangguk, "oke" ia tahu kemana tujuan rekannya itu. Mengantarkan potongan tubuh itu pada komunitas kanibal. Chester tak hanya membunuh, tapi juga menjual korbannya itu. Finn tak habis pikir Kenapa chester melakulan itu,padahal uang yang didapat dari bayaran membunuh sangatlah besar. Apalagi dia juga memiliki berbagai usaha yang dibangun dari hasil membunuh juga. Namun, finn tak pernah menanyakannya. Chester tak suka ditanyai.

Chester dengan mudahnya mengangkat bungkusan karung itu. Ia meninggalkan finn sendiri didalam ruang, bergerak menuju mobil volvo hitam yang terparkir di atas rerumputan.

Chester berganti pakaian didalam mobil, pakaiannya telah kotor karena percikan darah pria tadi. Setelah masul dan menghidupkan mesin mobil. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Bird in the cageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang