Sepulang sekolah ini Aletea berencana datang ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaannya, sesuai dengan janjinya pada Kak Darel. Dokter yang menangani ia selama ini, dan yang mengetahui tentang penyakitnya selain dirinya dan tentu saja Tuhan.
Sempat terlintas dipikirannya, apakah dengan ia menyembunyikan semua ini akan tetap baik-baik saja? Atau akan semakin memperburuk keadaan? Entahlah, ia hanya tidak mau merepotkan keluarga dan teman-temannya.
"Tea!" panggilan itu membuat Aletea tersadar dari lamunannya. Aletea menoleh ke arah suara itu dan mendapati Dela yang sedang membawa sapu.
"Kenapa?" tanyanya sambil memasukkan buku-bukunya kedalam tas.
"Lo pulang sama siapa?"
"Sama Mang Asep mungkin,"
"Kirain sama kak Gavin." jawab Dela yang dibalas gelengan oleh Aletea. Tadi setelah istirahat pertama dirinya sudah memberi pesan pada Gavin bahwa ia tidak bisa pulang bareng hari ini.
Dela berjalan menghampiri Tea, "gimana kalau Lo pulang bareng gue? Kita nongki-nongki dulu yu!!" ajak Dela dengan semangat empat lima.
Aletea tidak langsung menjawab, ia bingung. Aletea ingin sekali pergi dengan sahabatnya itu namun sekarang ia mau pergi ke rumah sakit.
Kalau gue bilang mau pergi pasti bakal tanya pergi kemana, kalau gue nolak juga gak tega. Mana Dela nya semangat banget lagi. batinnya.
"Gimana? Mau ya? Ya? Gue bosen di rumah." raut muka Dela dibuat semelas mungkin.
Aletea menghela napas. "Ya udah ayo,"
Dela melepaskan sapunya asal lalu memeluk Aletea. "Aaaa makin sayang deh." kata Dela yang membuat Aletea geli.
"Iya iya udah ah, Lo lanjutin dulu piketnya."
"Siap, Lo tunggu di luar ya! Awas kalau kabur!!"
Aletea mengangguk lalu berjalan keluar kelas dan duduk di kursi depan kelas. Sambil menunggu Dela ia mengeluarkan handphone untuk mengabari kak Darel bahwa ia tidak bisa kerumahsakit sekarang. Namun ia teringat akan semua kontak cowok yang ada di handphone nya dihapus oleh Kak Gavin.
"Duh kenapa waktu kemaren ketemu gue lupa minta nomor nya lagi? Terus sekarang gue ngasih taunya gimana?" tanyanya pada diri sendiri.
"Ya udah lah semoga Kak Darel lagi sibuk jadi gak inget." gumamnya.
Oh iya omong-omong tentang Kak Gavin, ia jadi teringat saat kejadian di kantin sewaktu istirahat. Ia jadi memikirkan Gavin yang hanya diam saja padahal sedang digoda oleh Kak Haura. Aletea jadi ragu, apakah Gavin benar-benar mencintainya? Atau hanya sekedar........
Lamunannya buyar saat Dela yang menepuk pundak Aletea keras yang membuat dirinya kaget. "Yuk kita berangkat!" ajaknya sambil menarik tangan Aletea untuk berjalan cepat.
"Pelan-pelan aja Del," pinta Aletea.
"Gak bisa pelan kita Tea, soalnya gue gak sabar banget."
"Emang mau kemana?"
Dela melepaskan tangannya dari tangan Aletea untuk beralih merangkul pundak sahabatnya itu.
"Katanya ada cafe yang baru launching, dan ngadain promo besar-besaran untuk hari ini aja. Gue takut gak kebagian." jelasnya.
Aletea tersenyum, "beneran?" tanyanya yang langsung dibalas anggukan semangat dari Dela. Memang ya perempuan kalau ada promo atau diskon pasti gercep.
***
Lain halnya dengan kedua perempuan itu, anak-anak ironclad sedang memikirkan rencana untuk acara amal yang memang diadakan setiap tahunnya. Sekarang ini mereka sedang ada di markas ironclad. Disini ada sekitar tujuh puluh orang anggota ironclad dan termasuk keempat intinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Refulgence
Teen Fiction[Follow Sebelum Membaca Yaa!! Gracias!!] Kehidupan seorang Gavin itu penuh misteri. Di hidupnya tidak ada warna lain selain hitam dan abu-abu. Semuanya semu semenjak kematian orang terpenting dalam hidupnya. Aletea adalah seorang gadis biasa, hidupn...