The Conversation

1.3K 66 6
                                    

Konversasi yang mencangkup hal-hal galau ternyata masih berlanjut, sekalipun jarum jam sudah menunjuk pada angka sebelas, dengan langit gelap di atas sana. Penjaga minimarket yang memang buka duapuluh empat jam itu terlihat mengantuk, bahkan kepalanya sempat terantuk pada meja di hadapannya.

Taehyung menghela napas manakala Jungkook kembali mengambil sebatang rokok terakhir yang berada di dalam kotak, sementara dia sendiri bahkan hanya bergeming dengan susu strawberry miliknya yang tak kunjung habis. Taehyung, dan Jungkook itu berbeda. Kalau sedang galau, Jungkook cenderung menyiksa dirinya sendiri guna mengalihkan perhatian. Sementara Taehyung, dia lebih memilih menyenangkan dirinya sendiri. Membeli barang branded, misalnya.

"Kau bisa saja mati, bahkan sebelum menerima maaf dari Jihyo," ujar pemuda itu manakala Jungkook nyaris meraih kaleng bir kesekian.

Jungkook menghentikan kegiatannya sejenak, lantas terkekeh miris. "Mungkin lebih baik seperti itu, Kak. Akan menjadi sesuatu yang lebih baik kalau aku mati," balasnya, pun tanpa sadar sudah menitikkan airmatanya.

"Gila boleh, Jungkook. Bodoh juga boleh. Karena mau bagaimanapun, kau hanya manusia biasa. Tapi, bersikaplah sedikit rasional untuk hal-hal seperti itu. Ada banyak hal yang bisa membuatmu menikmati hidup tanpa dirinya,"

Jungkook kini terdiam, lantas menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sembari menghirup kembali rokok yang terapit pada kedua jari. Asap putih itu terlihat mengepul di udara, sebelum akhirnya perlahan menghilang di bawa oleh angin malam yang berhembus pelan. Wajah penuh kekecewaan yang terpancar pada gadis itu mendadak kembali hadir, pun sukses membuat dadanya terasa lebih sesak.

"Apa yang aku lakukan salah, Kak?" Tanya Jungkook, sementara Taehyung hanya diam menanti dengan tatapan sendunya. "Aku melakukan semua ini untuknya, seharusnya Jihyo mengerti sedikit apa yang aku mau. Tidakkah dia memahami bagaimana pengorbanan yang selama ini aku berikan untuknya?"

Taehyung kemudian terkekeh, kepalanya mendadak terasa pening dengan apa yang dia dengar barusan. Kenapa manusia itu seolah suka sekali memaksa agar orang lain mengakui, membalas, serta menghargai apa yang sudah dia lakukan, ya? Seolah hidup di dunia ini, hanya untuk pamrih. Pemuda itu lantas mengeluarkan juul kesayangannya dari saku jaket, menyalakannya, pun menghisap benda itu hingga kepulan asap putih membumbung tinggi.

"Yang kau lakukan tidak salah selama kau tidak memaksakan kehendakmu sendiri, Jungkook. Kau melakukannya demi keberlangsungan hidup kalian berdua," katanya, pun meringis pelan tatkala rasa manis pada liquid penghasil asap itu masuk ke dalam indra pengecapnya. "Kau juga tidak salah melakukan hal itu, sebab manusia memang punya fetish-nya masing-masing. Tapi sayangnya, kau melakukan hal itu tanpa persetujuan dari yang bersangkutan."

Jungkook kemudian memalingkan wajahnya manakala mendengar jawaban dari Taehyung barusan, pun menghela napas sejenak. "Aku melakukan hal yang fatal, ya?"

Mengangguk, Taehyung lantas menjawab. "Kesalahanmu sangat fatal, sebab kau berhasil membuat gadis yang teramat mencintaimu menangis, dan juga kecewa."

Taehyung berdiri dari duduknya, pun mendekat pada Jungkook yang bergeming, kemudian menepuk bahu pemuda itu dengan sebuah senyum yang terukir pada wajahnya. "Besok temui Jihyo, bicarakan baik-baik semuanya. Aku akan memberikan kalian waktu untuk berdua,"

Nyaris melangkahkan kakinya, Taehyung kembali berbalik. "Tapi, satu. Jangan ada sperma yang berceceran di apartemenku, mengerti?!"

Jungkook dengan perasaan kacaunya berhasil dibuat terkekeh dengan perkataan dari Taehyung barusan, sementara pemuda itu kembali melanjutkan langkah kakinya untuk kembali ke apartemennya di mana Jihyo berada. Taehyung, dengan perasaan sesaknya perlahan menghilang di persimpangan itu.

Tidak apa-apa, Tae. Kau harus paham posisi. []

Apaqah ini akhir dari tetet 😟😫

Mature SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang