Namun, siapa...
Siapa yang mau menerima orang seperti saya?
Siapa yang mau mengerti keadaan saya? Kondisi fisik, mental, dan apapun yang ada pada diri saya?Saya pun tahu jawaban dari semua pertanyaan ini. Ya, semuanya harus berawal dari penerimaan diri.
Bayangkan saja, jika saya tidak menerima diri sendiri, lalu bagaimana bisa saya mencintai dan dicintai seutuhnya?Sang Pencipta pun menyadarkan saya di hari itu. Entah, mungkin ini bukan kebetulan, melainkan ada sebuah tujuan. Hari itu, saya scroll Instagram dan Twitter. Lucunya, saya selalu melihat postingan mengenai hubungan, baik itu hubungan dengan pasangan, Tuhan, maupun diri sendiri. Seakan-akan Tuhan sedang mengajak saya berbicara melalui pesan dari postingan tersebut.
Saya memang orang yang keras kepala. Saya mengakui itu, berkali-kali jatuh namun tetap memaksa berdiri meskipun sudah rapuh.
Karena keras kepala itulah yang membuat saya sulit untuk mengubah pandangan saya mengenai mencintai diri sendiri. Terlalu sering disakiti orang mengakibatkan saya sering merasa bersalah dan selalu merasa kurang.Hampa, hancur, kosong. Rapuh, terkulai, bimbang.
Itu yang seringkali saya alami. Konflik dengan diri sendiri jauh lebih mematikan daripada dengan orang lain. Itu yang saya pelajari.
Oleh karena itu saya sadar, bagaimana bisa saya menjalin relasi dengan orang lain secara lancar kalau saya saja belum bisa berdamai dengan raga ini?Disinilah semua dimulai. Saya yang baru, saya yang bisa mencintai diri saya dengan apapun kelebihan dan kekurangannya. Tak hanya memandang masa lalu, namun juga fokus menata masa depan yang lebih indah untuk dijalani.
Perlahan saya bisa menerima apapun keputusan yang sudah dibuatnya. Saya bisa menerima apapun yang terjadi.
Saya mungkin tak pantas untuk dia, atau mungkin dia juga. Namun bukan berarti saya harus terdiam dan tak membuat perubahan apa-apa. Saya juga harus melangkah dan menjadi lebih baik dari ini. Dan yang terpenting adalah saya juga pantas untuk dicintai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reflection ; About Micah.
RomanceBagaimana jika apa yang saya tulis menjadi nyata? Bisakah kamu mencintai saya juga? -Echa, untuk Micah. p.s: ini hanya hal yang terlintas di pikiran saya, dan dituangkan dalam bentuk cerita.