Hari ini adalah hari dimana kami menampilkan hasil kerja kelompok. Sebagai pembicara, saya harus profesional. Terlebih, ketika saya harus berperan sebagai dokter. Saya harus melatih kemampuan berbicara saya sebelum menjadi dokter sungguhan.
Pagi hari yang menegangkan. Saya sudah mengeluarkan keringat dingin. Rasanya ingin sekali muntah, kepala pusing, dan jantung berdegup kencang. Serangan panik itu memang dapat membunuh saya perlahan.
Saya berusaha menenangkan diri sebisa mungkin, dan tak ada cara lain selain menggunakan obat flu sebagai ganti dari obat penenang. Setidaknya khasiatnya sama.Memang, obat flu itu membuat saya lebih tenang. Namun, ketegangan itu kembali ketika kelompok saya mendapat giliran pertama. Sial, bagaimana bisa begini? Firasat saya memang tidak pernah meleset.
Saya sangat panik, dan saya menghubungi Micah. Tidak ada konteks apapun, hanya ingin mencurahkan isi hati karena saya panik.
Micah menenangkan saya sebisa mungkin, dan meyakinkan bahwa saya dapat melewati ini. Setidaknya, saya berusaha yang terbaik.Perkataannya membuat saya lebih tenang, bahkan jauh lebih ampuh dibandingkan obat flu jenis apapun.
Ternyata obat ter-ampuh adalah dukungan.Dan benar, saya berhasil membawakan materi dengan sangat baik sebagai pembicara dan sebagai kelompok yang dipilih duluan. Pujian itu dilontarkan ke saya dan kelompok. Micah berkata kepada saya bahwa saya benar-benar hebat. Tandanya, saya sukses kali ini. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi.
Saya benar-benar berwibawa ketika menjadi pembicara, kata mereka semua.Micah, terima kasih dukungannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reflection ; About Micah.
RomansaBagaimana jika apa yang saya tulis menjadi nyata? Bisakah kamu mencintai saya juga? -Echa, untuk Micah. p.s: ini hanya hal yang terlintas di pikiran saya, dan dituangkan dalam bentuk cerita.