Bab 16 - Antistress

6 1 0
                                    

Sepertinya ulangan ini membuat saya menjadi gila. Saya berusaha untuk bersantai namun serangan panik ini bisa membunuh saya perlahan.
Pagi hari diawali dengan rasa stress yang membakar otak. Entah, secara spontan saya mengabari Micah. Saya bilang kalau saya takut menghadapi ulangan ini.

Sejak kemarin Micah sudah meyakinkan saya bahwa saya bisa dan pasti mampu melampaui ulangan ini. Namun, saya tak yakin dengan segala kemampuan yang saya miliki. Apalagi, melihat dia dengan kemampuan matematikanya yang luar biasa. Saya kan hanya jago berhitung di pelajaran kimia. Untuk yang lain? Tidak tentunya.

Hmm, apa yang harus saya lakukan?
Ingin muntah, sakit kepala, sesak napas. Sepanik ini saya padahal hanya menghadapi ujian matematika.

Saya pun masih sempat berpikir, jika menghadapi ulangan saja sudah membuat saya segugup itu, bagaimana jika ada yang menyatakan perasaannya ke saya [dibaca: Micah].

Mungkin kedengarannya konyol ketika Micah menyukai saya, namun entah. Saya masih terbayang oleh perkataan Chaelin waktu itu. Karma, tidak ada yang tahu, jalani saja dulu.

Untuk menenangkan pikiran, saya melakukan sebuah perjalanan. Ya, perjalanan via media sosial. Dari Twitter, LINE, Instagram, dan berulang terus seperti itu. Setidaknya rasa stress saya berkurang. Terutama ketika Micah meyakinkan saya lagi, sebelum ulangan dimulai.

Sial, soalnya cukup susah.
Namun siapa sangka saya mendapat bantuan dari Micah. Memang teman yang baik, hahaha. Setidaknya saya sudah tidak kebingungan lagi.

Ulangan berjalan sukses. Tinggal tunggu hasil. Mungkin tak dapat nilai sempurna, namun saya yakin kalau saya aman dari nilai dibawah standar. Terima kasih bantuannya, Micah.

Reflection ; About Micah.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang