Setelah sekian lama ikut bimbingan, otak rasanya sudah kebakaran. Bagaimana tidak? Menghafalkan rumus, mengutak-atik gambar, bergaul dengan senyawa dan reaksi kimia. Saya bisa gila.
Sudah terhitung dua bulan sejak pelatihan berlangsung, dan terhitung dua bulan saya rela bangun pagi padahal masih ingin molor dan menikmati nikmatnya bangun siang.
Setiap pelatihan seringkali saya sambat ke Micah, dan sebaliknya. Pusing bukan main.Saya jadi teringat ketika pra tes eliminasi, saya sangat percaya diri bahwa saya pasti tereliminasi. Mengerjakan soal dengan asal sudah menjadi strategi. Hilang sudah semua motivasi.
Ketika tes, saya tidak tahu apa yang terjadi. Entah Semesta memang berpihak pada saya, atau malah sebaliknya. Saya merasa soal itu terlalu susah, benar-benar diluar akal sehat. Saya bisa gila. Saya tidak bisa seperti ini terus, saya harus keluar dari **lingkaran setan ini.
[**Lingkaran setan: olimpiade kimia]
Pasca tes, saya langsung bersorak di kamar, kegirangan.Namun kebahagiaan itu hilang seketika. Saat pengumuman hasil, saya terkejut bukan main. Kira-kira seperti ini kronologinya.
Waktu telah menunjukkan pukul tiga sore, dan 15 menit sesudahnya diadakan pertemuan untuk membahas hasil tes eliminasi. Alarm sudah berdering, sehingga dengan berat hati saya meninggalkan ruang mimpi. Saya baru bangun tidur setelah kelelahan mengikuti pembelajaran. Maklum, anak nokturnal. Tidur larut malam, bangun terlalu pagi karena masih harus bertempur dengan buku pelajaran dan tugas yang diberi.
Pengumuman hasil dilakukan secara privat, satu persatu anak dipanggil untuk diberitahukan keputusannya. Saya menjadi bersemangat untuk dieliminasi. Dari yang awalnya mengantuk, mata dan badan ini malah segar kembali.
Tibalah giliran saya. Dan benar, kegirangan itu langsung lenyap dan posisinya digantikan oleh kesedihan.
Saya lolos tes. Artinya, saya harus mengikuti olimpiade tingkat kota.
Sial, membayangkannya saja sudah merinding. Bagaimana tidak? Dihantui oleh kimia kemana saja. Memang itu pelajaran favorit saya, tetapi tidak seperti ini juga...
Entah, saya bingung dengan diri sendiri. Mungkin baru kali ini (atau mungkin ada yang seperti saya juga?) saya sedih ketika lolos olimpiade. Saya tak tinggal diam, karena harus memperjuangkan hak tidur di hari libur. Nyatanya, tak sesuai dengan ekspetasi. Saya tidak boleh mengundurkan diri.
Duh, tidak bisa kabur.
Ya sudah, daripada harus adu argumen dengan pengurusnya, saya mengalah. Dengan berat hati saya tetap mengikuti pelatihan setan ini.Selamat tinggal, zona nyaman. Selamat tinggal, jadwal bangun tidur molor di hari libur.
Selamat datang, penderitaan. Semoga otak dan mental saya bisa bertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reflection ; About Micah.
RomanceBagaimana jika apa yang saya tulis menjadi nyata? Bisakah kamu mencintai saya juga? -Echa, untuk Micah. p.s: ini hanya hal yang terlintas di pikiran saya, dan dituangkan dalam bentuk cerita.