Saya sudah ada janji dengan dia untuk telepon, lagi. Namun entah, tak ada yang dipelajari. Hanya dua insan yang kebosanan dan hendak memulai percakapan.
Hari ini, pukul 3 sore.
Saya sudah siap dengan telepon genggam saya di sebelah kanan, sambil rebahan. Namun ketika menunggu dan terus menunggu, dia tak kunjung memberi kabar satupun.
Firasat mulai buruk, dan biasanya firasat saya tak meleset.
Benar saja. Dia membatalkan semuanya. Dia ingin belajar, hmm oke.Cukup aneh, seharusnya saya biasa saja ketika dia membatalkan rencana itu. Namun, saya menangis sejadi-jadinya. Benar-benar menguras tenaga. Awalnya saya tak tahu mengapa saya bisa sesedih itu. Bahkan saya sendiri tak mampu mendeskripsikan perasaan yang saya miliki saat itu. Kacau. Padahal dia sudah minta maaf, namun saya tetap saja merasa teriris. Terdengar kekanakan, namun itu yang saya rasakan.
Malamnya, saya bercerita sedikit dengan dia. Bertanya mengenai beberapa hal yang mungkin belum saya ketahui. Salah satunya mengenai orang yang disukai.
Yang saya tahu, dia pernah menyukai seseorang namun gagal. Saat ini dia hanya ingin fokus pada pelajaran. Namun dia tak tahu apa yang akan terjadi, siapa tahu dia menyukai seseorang, katanya. Yang jelas, dia akan menjadi lebih rajin belajar ketika menaruh perasaan pada seseorang.Lebih rajin. Noted.
Di akhir percakapan, saya berkata kepada dia bahwa tak perlu sungkan datang ke saya ketika butuh. Dan kami saling berjanji supaya tetap ada ketika masalah tiba. Setidaknya rasa perih itu ternetralisir dengan percakapan tadi.
Oke, mari tidur nyenyak malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reflection ; About Micah.
RomanceBagaimana jika apa yang saya tulis menjadi nyata? Bisakah kamu mencintai saya juga? -Echa, untuk Micah. p.s: ini hanya hal yang terlintas di pikiran saya, dan dituangkan dalam bentuk cerita.