Karena kemarin saya habis hancur seperti itu, saya memutuskan untuk mencari kebahagiaan [dibaca: menenangkan diri.]
Tetapi tak disangka, yang menemani saya adalah Jill.
Oh iya, saya lupa mengenalkan ke kalian, yang membaca ini. Jill, itulah masa lalu saya. Sudah tahu kan sekarang?Kami memang berada di kelas yang berbeda, namun untuk komunikasi, kami tetap lancar. Bahkan sudah tidak se-awkward ketika baru berpisah. Jika saya bisa mengakui, saya bahagia. Setidaknya komunikasi kami masih terjaga.
Saya memutuskan untuk bercerita panjang lebar, istilahnya sambat. Ketika saya mencurahkan keluh kesah, saya merasa sedang mabuk. Mabuk dalam kesedihan, karena saat itu saya tidak ada stok alkohol yang dapat saya minum. Namun saya tak dapat membayangkan apa yang terjadi jika saya bersedih dan juga minum di waktu bersamaan. Bisa-bisa pembahasannya jadi tambah kacau, dan membuat orang yang saya ajak bicara tambah bingung. Belum lagi, saya suka salah ketik. Tuh, bisa dibayangkan sendiri betapa membingungkannya.
Saya meminta beberapa opininya mengenai topik yang saya miliki. Dan tentunya hal tersebut berkaitan dengan permasalahan yang saya hadapi. Entah permasalahan belajar, keluarga, maupun Micah.
Micah?
Ya. Karena saya bingung mengenai perasaan saya sendiri.Berbagai saran dilontarkannya, saya merasa kenyang dengan kalimatnya. Jill dengan sabar mendengarkan saya. Dan saya teringat akan kami yang dulu, lagi dan lagi.
Jill memang pendengar yang baik bagi saya. Meskipun seringkali dia keras kepala, kasar, dan hanya ingin dimengerti, namun dia juga memiliki sisi baik tentunya. Dia sudah seperti kakak yang bersedia melindungi saya, adik kecilnya.
Karena seru berbincang, kami sampai tak memperhatikan pelajaran. Sudah biasa bagi dia, yang memang malas. Sedangkan saya?
Dulu saya memang biasa saja jika tak memperhatikan pelajaran. Namun sekarang? Saya sudah menjadi anak ambisius. Jadi, saya merasa tidak tenang setiap terlewat satu penjelasan saja dari guru. Ya sudahlah, jika saya tak mengerti saya tahu apa yang harus saya lakukan. Usaha, dan tanya Micah.Terima kasih ya, untuk seharinya. Menyenangkan, tetapi kamu masih membuat saya penasaran. Penasaran mengapa kamu meninggalkan luka dan kembali tanpa alasan. Apakah itu sebuah kebetulan, atau memang ada yang kamu rencanakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Reflection ; About Micah.
RomanceBagaimana jika apa yang saya tulis menjadi nyata? Bisakah kamu mencintai saya juga? -Echa, untuk Micah. p.s: ini hanya hal yang terlintas di pikiran saya, dan dituangkan dalam bentuk cerita.