Tiba-tiba saya teringat lagi dengan perkataan Micah ketika masih baru kenalan. Kalimatnya membekas di otak dan memang sempat menimbulkan luka. Ini yang dibicarakannya.
Pertama kali saya mendapat balasan ini, entah mengapa saya hanya ingin menangis. Saya merasa belum memulai progress apapun, sudah gagal saja. Di sisi lain, saya pun bingung apakah memang saya menyukainya, atau bagaimana? Ah, itu membuat saya semakin gila.Tak hanya dia yang bisa merasakan insecurity seperti itu. Saya juga. Saya bukan tipikal perempuan dengan fisik yang rupawan. Hanya berbekal edukasi dan akhlak yang lebih baik. Namun apakah dengan hal itu saya bisa dicintai?
Ketika saya memikirkan apakah-saya-pantas-untuk-dicintai saya kembali teringat bahwa penerimaan diri sendiri jauh lebih penting. Saya sudah berusaha sejauh ini untuk mencintai diri. Tak mudah, jauh lebih susah memerangi batin dibandingkan orang lain. Begitu pula dengan Micah, saya harap dia dapat menerima dirinya. Mungkin menurut orang lain dia masih banyak kekurangan, but i think he's good.
Lamunan itu terpecahkan ketika ada notifikasi dari Bangtan. Sudahlah, daripada saya pusing memikirkannya lebih baik saya mencari kebahagiaan terlebih dahulu. Tak perlu memusingkan, anggap saja angin lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reflection ; About Micah.
RomansaBagaimana jika apa yang saya tulis menjadi nyata? Bisakah kamu mencintai saya juga? -Echa, untuk Micah. p.s: ini hanya hal yang terlintas di pikiran saya, dan dituangkan dalam bentuk cerita.