"Pas kemaren kan Bang Galih ngasih minum ke seseorang yah bang?" ujar Ipin dibalik telepon.
"Iya emang kenapa? kan nenek-nenek yang abis nyari kayu bakar" jawab Galih.
"Tapi yang aku liat kemaren bukan nenek-nenek bang..tapi..."
Part 21
Sesajen Tiga
"Tinut!"
HP Galih mati karena lowbat, kami kami semua dengan serentak merasa kecewa dan penasaran karena penjelasan dari Ipin sungguh sangat kentang.
"Yah elu mah Lih, pake mati segala HP nya"
"Tau nih si abang, saya jadi ngerasa dikentangin kalo gini mah"
Galih tidak menjawab perkataanku dan Yana, dia tampak mengambil sesuatu dari dalam tas yang ada didekatnya. Sebuah Powerbank berukuran sebesar batu bata merah dikeluarkannya.
"Muke gile lu lih, powerbank apa bata tuh?"
"Apaan sih Ron komen aja lu, udah yang penting gue bisa Charge HP gue"
Pada akhirnya kami bertiga mengobrol ngalor-ngidul sambil menunggu batre HP Galih setidaknya mencapai 10% agar bisa di Charge sambil dimainkan.
"Cu!!"
Kami bertiga dikejutkan oleh suara wanita tua dari arah belakang, kami sungguh kaget sampai-sampai Kopi Galih tumpah. Begitu kutoleh kebelakang rupanya yang memanggil "cu" adalah nenek yang kemarin sore meminta minum.
Karena aku mendapatkan penjelasan dari Ipin bahwa nenek yang sekarang ada dihadapan kami bukanlah manusia, kami merasa gugup namun kami tidak dapat bergerak, rasanya ada sesuatu yang menahan badan kami terlihat dari raut wajah Galih dan Yana yang terihat tegang.
"Kenapa Kok pada diem?"
Begitu nenek tersebut beres berkata, akhirnya tubuhku bisa digerakan, Galih dan Yana juga sepertinya demikian. Kami memandang wajah satu sama lain dan bingung apa yang harus dilakukan sekarang.
"Eh nenek darimana malem-malem gini?" Tanya Galih membuka pembicaraan.
(NOTE: kami menggunakan bahasa Sunda halus saat mengobrol dengan Nenek, kebetulan kami semua bisa)
"Abis buang air nenek cu, terus ngeliat kalian masih pada kemah disini. Nenek boleh ikut duduk cu?"
"Bo....boleh nek!" jawab Galih kikuk.
(Saat itu kami tidak ngeuh mana mungkin ada nenek jauh-jauh ke air terjun hanya untuk buang air)
Nenek itu kemudian duduk dikarpet bersama kami dengan posisi duduk emok, kami semua melihat kearah nenek itu dengan perasaan gugup. Terlebih Kami semua mengetahui kami sedang duduk bersama nenek jadi-jadian.
"Cuma bertiga aja cu? Temenmu yang lain kemana?"
"Yang lain ada dirumah Pak RW nek, lagi pada gak enak badan!" jawab Galih kikuk lagi.
"Kalo boleh tau nenek rumahnya dimana ya?" aku mencoba menggali informasi.
"Nenek tinggal deket sini cu, nenek tinggal sendirian. Sepi, makanya nenek kemari"
Kamipun terlibat obrolan ringan ngalor-ngidul bersama nenek ini, entah mengapa rasa takut yang kami alami hilang begitu saja seiring mengobrol dengan sang Nenek.
"Temen kalian yang tiga sakit kenapa kalo nenek boleh tau?"
'Emang nenek gak tau? Nenek kan....hmmmmp"
Galih buru-buru menutup mulut Yana yang hampir saja berkata bahwa kami sudah mengetahui nenek ini bukan manusia.
"Tau apa cu? Kalo tau nenek gak bakalan nanya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Batin They Among Us
HorrorCerita Horor Real-Fiksi yang diangkat dari berbagai pengalaman nyata Penulis dan kerabat Penulis yang kemudian dirangkai menjadi sebuah jalan cerita. Kisah seorang penulis yang membuka Mata Batin demi materi Buku Novelnya, awalnya tak ada masalah se...