Dilapangan aku melihat sosok yang ketika sebelum maghrib tadi mengerjaiku, dia berdiri disamping siswi yang sedang menceritakan pengalaman seramnya, namun dia tidak sendirian. Karena sangat jelas olehku sosok-sosok lain tampak berkumpul dilapangan, si pocong, kunti, hantu siswi dan hantu yang tadi magrib mengerjaiku.
Mereka semua berdiri atau lebih tepatnya melayang mengelilingi siswi yang sedang bercerita, kutoleh Popi dia sedang memejamkan matanya dan masih berkomat-kamit.
"Pop ? kamu kenapa ?" ujarku sambil mengoyang-goyangkan bahunya.
Ucapanku sepertinya terdengar oleh Pria yang tadi menyapaku, sedetik kemudian dia menghampiri kami. Guru-guru pembimbing lain melihat kearah kami namun mereka tetap duduk dikursi mereka.
Pria yang menghampiri kami tiba-tiba memegang tengkuk Popi dilanjutkan mengusap mata Popi, Pria itu melakukannya dengan mata terpejam namun bibirnya tertutup rapat. Aku hanya bisa memperhatikan saja melihat Popi seperti sedang DIOBATI oleh Pria yang menyapaku dimesjid tadi.
"Pak, maaf si Popi kenapa ya ?"
Aku bertanya dengan wajah penasaran, namun bapak itu hanya melemparkan senyum tanpa berkata apapun kemudian kembali ke tempat duduknya. Kulihat Popi mulai tenang dibandingkan saat beberapa waktu lalu, Popi membuka matanya dan menghela nafas panjang dan mendekatkan badannya kepadaku.
"Kamu kenapa Pop ?"
Aku kembali bertanya kepadanya, namun Popi hanya menggelengkan kepalanya saja. Tiba-tiba dia menggandeng tanganku dan menyenderkan kepalanya kebahuku, tatapan matanya kosong dan terlihat sedikit sayu.
"Aiyay iyay, menkuri pampam pampam" Hp ku berbunyi menandakan adanya sms masuk.
Aku mencoba merogoh Hp disakuku sebelah kiri namun terhalang oleh badan Popi, aku merasa tidak tega untuk memintanya bergeser setelah melihat kondisinya beberapa waktu lalu.
"Aiyay iyay, menkuri pampam pampam" kembali Hp ku berdering, bahkan beberapa kali.
Aku merasakan sesuatu sedang merogoh saku kiriku dan terasa dingin, aku sempat terpikir apakah ada hantu yang memasukan tangannya kesaku celanaku. Saat kutoleh tangan Popi Rupanya, lagi-lagi aku dibuat aneh oleh tingkahnya, bisa-bisanya dia tanpa segan merogohkan tangannya kedalam sakuku.
"Siyay iyay, menkuri pampam pampam" terdengar lagi suara pesan masuk.
"Pop udah biar aku aja yang ngambil" ujarku sambil mengangat badannya agar sedikit bergeser.
Popi hanya menatapku dengan senyuman kecilnya, sungguh aku tidak mengerti dengan sifat karakter Popi yang berubah signifikan dalam waktu singkat, seperti ada beberapa orang didalam dirinya. Terkadang dia PD abis, terkadang pemalu, terkadang baper, dan kali ini dia menganggapku seolah dia sudah lama mengenalku.
Aku segera membuka HP ku untuk mengecek pesan masuk, ada lima pesan dan empat diantarnya rupanya dari Sheril.
kak aku ada dibarisan ujung deket ke sama tiang bendera, keliatan gak ?
Kakak ngapain sama Bu Popi ?
Kak buka dong Hp nya
Ya allah kakak mesum banget sama Bu Popi mesum ditempat RameAku tersenyum kecil membaca pesan dari Sheril, sepertinya dia salah paham melihat Popi menggerayangi celanaku tadi, akupun membalas..
Apaan sih dek, kakak gak ngapa2in. kaka juga tau diri atuh dek. Lagian kakak gak ada apa-apa sama PopiAku mengecek ternyata ada satu pesan yang belum terbuka, aku menekan tombol kembali, ternyata pesan itu dari Arif.
Ron gue diajak kerja ke luar Pulau bantuin sodara gue, maaf gue kayaknya gak bisa nemenin lu. Gue saranin kalo gak kuat minta ditutup aja
oh ya udah Rif gapapa,insya allah gue bisa jaga diriSheril tidak membalas pesanku, akupun segera menengok kearah yang dimaksud Sheril.
"Astagfirullah"
Sosok yang tadi maghrib menggangguku sedang berdiri satu meter didepanku dengan mata yang melotot serta senyum jahatnya, dia tersenyum menyeringai menunjukkan kedua taringnya yang tajam berwarna kekuningan dengan lidah yang menjulur keluar.
Entah karena dorongan apa aku langsung mengecek keadaan Popi khawatir dia pingsan lagi disaat melihat sosok ini, namun ternyata Popi sedang tersenyum dengan mata menatap kearah siswi yang sedang bercerita , seakan-akan dia tidak melihat sosok hantu yan sedang berdiri dihadapannya ini.
"Roniiii...."
Aku mendengar suara memanggil dengan suara sangat pelan seperti berbisik, aku merinding karena suara itu berasal dari arah depanku. Aku kembali merasakan jantungku berdegup kencang, namun Popi terlihat santai-santai saja. Dia masih tersenyum bahkan tertawa mendengarkan cerita perwakilan, diriku boro-boro mendengarkan, sekarang aku sedang sibuk sendiri karena merasa ngeri dengan sosok yang berdiri didepanku ini.
Aku merasa takut, namun juga merasa penasaran dengan suara bisikan yang berasal dari arah depanku ini. Akhirnya aku memberanikan diri dan menggunakan Prinsip GIMANA ENTAR daripada ENTAR GIMANA. Aku dengan cepat menoleh kearah depanku.
Deg, aku merasakan sensasi jantung yang terkejut karena wajahku berhadapan dengan sosok itu, dekat sekali persis ketika Popi mendekatkan wajahnya kepadaku.
Aku bisa melihat dengan sangat-sangat jelas rupa dari sosok ini secara detil, warna merah dimatanya seperti darah yang menggumpal didalam bola mata. Kulit yang tadinya kusangka kerutan ternyata salah, melainkan kulitnya seperti kering pecah-pecah dan terlihat daging bagian dalamnya. Lidahnya menjulur menjilat kearahku dan mulai menjilati pipiku, sangat terasa dipipiku namun aku tidak merasakan basah.
Aku hanya bisa terdiam disaat sosok ini menggerayangi wajahku dengan ilidahnya, tak lama kemudian dia memundurkan wajahnya dan tersenyum dengan sangat puas. Lalu dia mengulurkan tangannya yang berkuku panjang untuk memegang daguku dengan kuku telunjuknya. Aku merasa terancam namun lagi-lagi tubuhku tidak dapat bergerak hingga beberapa menit kemudian sosok itu pergi meninggalkanku dan bergabung dengan sosok lain.
Kepalaku berkeringat, aku merasa ngos-ngosan karena mungkin jantungku berdegup kencang. Popi melihatku dengan keheranan dan mengusap pelipisku.
"Kamu kenapa Ron ?" Popi berkata dengan sangat polosnya.
"Kamu tadi gak ngeliat Pop tadi ada yang berdiri disini ?" ujarku dengan nada berbisik dan memasang wajah serius.
Namun lagi-lagi Popi hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya, aku sungguh merasa penasaran dibuatnya. Tapi jika melihat kondisinya sekarang rasanya sangat tidak pas untuk membahas penampakan. Popi menguatkan gandengan tangannya membuatku semakin mengurungkan niatku untuk bertanya.
Pada akhirnya aku mengurungkan niatku bertanya kepada Popi, sosok-sosok ghaib berkumpul dilapangan dan seperti asyik mendengarkan cerita para perwakilan yang menceritakan tentang mereka. Aku menatap mereka dengan seksama dan terpikir, bukan hanya manusia ternyata yang senang digosipkan.
"Kang !"
Aku dikejutkan oleh suara Pria yang ternyata adalah Pria yang tadi mengusap mata Popi, dia mengajakku bersalaman dan terus memberikan senyum dengan wajah teduhnya.
Mungkin jika aku wanita aku akan merasa deg-degan ketika bersalaman dengan Pria ini karena meskipun dia seorang guru namun berusia muda, mungkin sekitar dua puluh lima tahun.
"Kenalin kang saya Robi, kakak Popi !"
Aku sedikit terkejut tidak menyangkan ternyata Pria ini adalah kakak Popi, tapi memang jika diperhatikan mereka memliliki wajah yang sama-sama cakep meskipun tidak ada kemiripan.
"Saya Roni kang" ujarku mengenalkan diri, namun Popi tidak bergeming dari posisinya saat ini dan mengacuhkan keberadaan kakaknya.
"Gak keberatan kan kalo saya panggil nama kamu Ron, kayaknya kamu lebih muda daripada saya ya" ujar kang Robi dengan nada lembut.
"Iya kang gapapa, saya seumuran sama Popi"
Kang Robi menatapku cukup lama tanpa berkata apapun, sambil mengusap-ngusap jenggot tipisnya dia seperti membaca diriku. Tak lama kemudian diapun berkata.
"Kamu bisa liat yang begituan ya ?" kang Robi langsung melemparkan pertanyaan tanpa basa-basi.
"Emm..iya kang, tapi baru beberapa hari belum lama"
"Oh baru ya?" ujarnya kemudian dia duduk disebelah kananku.
" Gimana kamu takut ga ngeliatnya ?" kali ini dia bertanya dengan tawa kecil namun bibirnya tetap rapat.
"Ya gimana ya kang, ada takut ada berani.. tergantung yang diliatnya kang ..emang kenapa ? " ujarku dengan sedikit gugup, namun aku merasa tenang disaat kang Robi duduk didekatku.
Kang Robi kemudian menyakalakan Rokoknya dan tak lupa menawariku, aku dengan halus menolaknya karena aku tidak merokok, dia mendiamkanku setelah bertanya kepadaku.
"Ya ampun mentang-mentang satu lobang sama si Popi sifatnya kagak jauh beda, abis nanya terus gue didiemin. Sabar gusti " aku bergumam dalam hati.
Karena kang Robi hanya diam begitu juga dengan Popi aku jadi merasa canggung, aku mencoba tidak menghiraukan mereka dan mulai mendengarkan pengalaman horror dari perwakilan yang lain.
"Ron kamu itu punya aura khusus kayaknya" tiba-tiba saja kang Robi mengatakan hal yang terdengar penting.
"Kampret nih emang adik kakak, tadi gue jawab dicuekin. Sekarang gue mau nonton yang cerita malah diajak ngobrol hadeuh " kembali aku bergumam dalam hatiku.
"Emm gimana kang ?" aku bertanya dengan sedikit senyum maksa.
"Kamu itu punya aura yang bisa bikin orang tertarik sama kamu, atau bahkan kayanya bukan Cuma orang yang tertarik sama kamu"
"Maksudnya kang ?" aku merasa belum menangkap omongan kang Robi.
"Ya contohnya adik saya si Popi sekarang bisa nyaman sama kamu,padahal dia itu orangnya susah deket sama orang lain Ron" Aku hanya tersenyum saja.
"Susah deket apaan, pas pertama ketemu aja langsung dor dor dor sama gue...lu mah ga liat aja tadi kelakuan adek lu gimana" aku kembali bergumam dalam hati.
Kali ini aku tidak merespon, aku hanya diam dan melakukan hal yang sama seperti yang kang Robi lakukan barusan terhadapku. Aku mengarahkan pandanganku kearah para peserta dan diam.
"Ron kok diem ? kalo ada yang ngomong itu tanggepin atuh Ron" ujar kang Robi sembari menyenggol siku ku .
" Eh maaf kang, maksudnya gimana ya bukan Cuma orang ? apa maksudnya lelembut juga suka nyaman sama saya ?" kali ini aku merespon dengan serius.
Namun lagi-lagi kang Robi hanya diam dan kembali menghisap rokoknya, aku merasa kesal tapi sepertinya sudah sedikit terbiasa. Sekarang aku hanya bisa menunggu dia memberikan jawaban,
"Ehem, ya contohnya tadi yang kulitnya item tuh yang lagi nonton didepan, kayaknya dia suka sama kamu Ron"
"Masa sih kang ? tadi saya malah ngerasa kaya keancem kang, harusnya kalo dia nyaman kan ramah ke saya kaya yang ada dirumah saya ?"
kali ini aku bertanya dengan serius karena menarik dengan pernyataan kang Robi. Kutoleh kearahnya dia seperti biasa menghisap rokoknya, dia sangat menikmati setiap asap yang dihisapnya meskipun imbasnya aku merasa dicuekkan lagi.
"Ya mereka itu juga punya perasaan dan sifat yang beda-beda kaya manusia Ron, ada yang nunjukin dengan cara keramahan, ada juga yang nunjukin dengan cara ngegoda dulu, bahkan ada loh makhuk yang bisa jatuh cinta sama manusia" Ujarnya dengan santai dan kembali menghisap rokoknya.
Jujur saja aku memang pernah mendengar kabar ada manusia yang menjalin hubungan dengan makhluk ghaib, aku tidak mengira jika hal tersebut memang benar adanya dan perkataan kang Robi sepertinya menjelaskan bahwa hal serupa akan menimpaku.
"Ah salah kali kang, masa dia suka sama saya kang . bercanda kali ah " Ujarku dengan terkikih ngeri jika membayangkan aku memiiki fans dari dunia lain.
"Beneran Ron, kalo tadi saya liat dia itu Cuma pengen ngegoda kamu aja . kalo misalkan punya niat jahat mah dia bisa gunain kesaktiannya buat nyakitin kamu secara fisik"
Aku teringat perkataan Arif bahwa ada makhluk ghaib yang jika berilmu tinggi bisa berkontak fisik langsung dan bisa menyakiti. Aku melihat kearah sosok tadi dan dia melihat kearahku, kali ini dia tidak memberikan senyum jahat, hanya senyum biasa. Aku bisa melihat dengan jelas karena adanya cahaya yang berasal dari dari api unggun.
"Ya udah Ron, saya kesana lagi ya . kamu siap-siap buat nanti bedah buku kamu dihadapan peserta. bentar lagi kan jam 8" kemudian dia berlalu pergi.
Aku baru sadar Popi tidak mengeluarkan suara sedikitpun, aku merasa penasaran dan melngecek keadaannya. Rupanya dia tertidur. Kutatap wajahnya yang sedang tidur, cantik sekali. Benar kata orang-orang wanita akan terlihat lebih cantik dikala sedang tidur. Aku merasa damai melihat wajahnya, namun kedamaian itu hanya beberapa menit saja karena dia tiba-tiba saja berdiri dengan mata melotot.
dan pada saat itu juga tercium bau bangkai.
BERSAMBUNG.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Batin They Among Us
HorreurCerita Horor Real-Fiksi yang diangkat dari berbagai pengalaman nyata Penulis dan kerabat Penulis yang kemudian dirangkai menjadi sebuah jalan cerita. Kisah seorang penulis yang membuka Mata Batin demi materi Buku Novelnya, awalnya tak ada masalah se...