22. Buntelan

381 37 14
                                    

Selama 2 tahun buntelan ini berada dilaciku tanpa pernah aku tau isinya apa, aku merasa semakin penasaran. Perlahan dengan hati-hati kubuka buntelan kecil atau lebih mirip dompet tradisional (kanjut kundang -> googling aja). kutarik talinya dengan hati-hati karena khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

"KYAAAAAAAAAA"

Sheril Menjerit keras dari arah kamarnya.

Part 22

Mendengar Sheril berteriak dengan relfleks aku langsung berlari kearah kamarnya, aku merasa sangat khawatir. Pintu kamarnya tertutup rapat, aku mencoba membukanya dengan cepat, secepat orang berlari disaat mereka cepirit.

"Dek? Kenapa Dek?"

Didalam kamar Sheril terlihat sedang duduk melingkar bersama Yuli,Rian dan Kakek-Nenek. Mereka sedang bermain kuis ABC lima dasar.

"Kenapa Kak? Ko kaya orang panic gitu?" ujar Sheril dengan santai.

Kulihat mereka semua menatap kearahku dengan heran, aku merasa canggung sendiri.

"Tadi kamu kenapa teriak Dek? Kenceng banget lagi!"

"Oh tadi, tadi lagi main ABC lima dasar. Yang kalah pinggangnya dicubit Kak, Geli banget"

Aku hanya melongo mendengar jawaban Sheril, kemudian perlahan aku memegang knop dan menutup pintunya. Sedetik kemudian aku membuka lagi pintunya.

"Dek, mending hukumannya ganti . Kamu dikerjain mereka Tuh!"

Setelah beres berbicara kututup kembali pintu dan menuju kamar, aku tertawa sendiri jika ingat kejadian tadi. Mubazir sudah tenaga yang kugunakan untuk berlari kencang dari kamarku.

"Zzzzt....Zzzzt" HP ku bergetar ada sms masuk.

[Kak maksudnya aku dikerjain mereka gimana?]

[Ya iyalah Dek, emang kamu pikir mereka bakal ngerasa geli pas kamu pencet pinggang mereka?]

[hmmmmm haha iya aku baru sadar kak]

"Hahahahaha" terdengar suara tertawa ramai dikamar sebelah.

Dikamar aku teringat akan buntelan kecil tadi, namun buntelan tersebut tidak ada diatas meja.

" Tadi seinget gue, gue simpen disini deh...Kok gak ada?" gumamku dalam hati.

Kucoba meluaskan pandangan namun tidak menemukannya juga, kucari dalam laci meja kerja tidak ada, dikolong kasur juga tidak ada.

" Kemana tuh buntelan yah ? gumamku sambil memegang janggutku yang tipis (setipis peluang dia menjadi istriku)

Tiba-tiba tercium bau kemenyan, bau yang sama dengan aroma buntelan ketika pertama kali kucium didekat air terjun. Kucoba menelusuri baunya dengan menggunakan indra penciumanku, bau tersebut menuju kearah belakang dispenser yang ada disebelah meja kerja.

Ternyata buntelan tersebut ada dibelakang dispenser, aku merasa bingung karena posisinya terapit tembok dan juga dispenser, jika jatuh mana mungkin bisa ada diposisi seperti ini?

Segera kuambil buntelan tersebut, baunya semakin tercium, namun ada satu hal yang ganjil. Jika kuperhatikan dengan teliti, tali yang mengikat ujung buntelan tersebut menjadi terikat kencang kembali, padahal tadi aku sangat yakin sudah membukanya sedikit.

Aku berjalan kearah meja kerja dan memperhatikan buntelan ini, aku masih terheran-heran dengan buntelan ini.

"Gue yakin banget nih buntelan tadi udah gue buka dikit, napa sekarang begini. Pake muncul lagi bau menyannya

Aku memutuskan untuk membuka kembali buntelan ini, namun ada hal yang aneh saat akan kubuka buntelan ini, talinya sangat kencang dan tidak dapat ditarik.

Mata Batin They Among UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang