26. Camping lagi

446 31 11
                                    

Aku dengan refleks langsung mengarahkan pandanganku kewajah sosok wanita ini, wajahnya terhalangi oleh rambut panjang kusut dan acak-acakan mungkin dia dari duta shampoo lain. Aku menatap sosok ini untuk beberapa detik dan tercium bau amis dari sosok ini, ketika aku mengedipkan mataku sosok itu itu hilang dalam sekejap mata.

"Bang Ron, bang ngapa diem bae bang?" terdengar olehku suara Yana.

Aku langsung menggosok-gosok kelopak mataku seperti orang yang kelilipan, Yana dan Ipin terlihat agak kebingungan melihatku yang sedang menggosok mata. Aku mengarahkan pandanganku kearah spion kiri, disana aku melihat Popi sedang melihat kearahku dengan tatapan sinis.

"Bang..Bang Oy bang!"

"Eh maaf Yan, kenapa?" ujarku dengan polos.

"Harusnya saya bang yang nanya begitu sama abang, dari tadi ngelamun aja kaya yang baru habis diputusin"

Aku tidak menggubris perkataan Yana dan aku kembali mengarahkan pandangan kearah spion tadi untuk melihat Popi, aku merasa ada yang aneh dengannya karena baru pertama kali Popi menatapku dengan tatapan sinis layaknya orang yang penuh kebencian.

Kulihat kearah Spion dengan seksama terlihat Popi memejamkan matanya dan bersender di bahu Ratna, dari wajahnya terlihat dia sungguh pulas tidur dan tidak terlihat seperti pura-pura. Sekarang giliran Ratna yang melihat kearahku melalui spion, dia menyadari aku sedang melihat kearah mereka dan dengan sengaja dia memegang buah dada Popi seakan memanasiku dan berharap aku iri.

Aku dengan refleks mengalihkan pandanganku kearah jalanan, aku merasakan hal aneh dalam dadaku, berdebar dan sulit dijelaskan. Kembali aku melihat kearah spion dan mendapati Ratna sedang tertawa sambil menutupi mulut dengan telapak tangannya, dia terlihat sangat puas melihat reaksiku.

"Bang..Bang,,,! ih abang jahat aku gak didengerin"

Yana berbicara dengan gaya khas banci yang biasa kulihat di persimpangan jalan disertai gerakan badannya yang menirukan seperti wanita yang dicuekkan oleh kekasihnya.

"Eh maaf Yan" jawabku sambil menggaruk-garuk kepala.

"Abang kenapa bang, ngeliat hantu kah?" kali ini Ipin yang bertanya.

"Hantu? Hantu darimana Pin, emangnya abang bisa lihat yang begituan, ngaco kamu ah"

"Ya abis dari gelagatnya kaya abis ngeliat hantu sih abang, saya juga pernah punya temen indigo bang"

Mendengar Ipin berkata demikian aku tidak menjawab perkataannya, aku hanya terdiam begitupun dengan Yana. Kami semua diam dan malah saling memandang, suasana terasa menjadi serius diantara kami.

"Udah ah udah jangan ngomongin hantu please, gue jadi merinding nih Pin" ujar Yana kesal.

"Ya abis si abang gelagatnya kek ngeliat hantu Yan"

"Yak kali dia liat hantu siang bolong gini, kalo dia ngeliat mantannya jalan sama pacar barunya baru gue percaya Pin"

Mendengar Yana berkata demikian aku tertawa kecil, disusul oleh tawa Ipin kemudian Yana pun ikut tertawa biarpun kelihatannya dia tidak mengerti karena cara tertawanya jelas seperti dibuat-buat.

"Bang, bisa maen gitar kan? Kata bang Galih abang pas sekolah suka nyanyi" Ipin berkata sambil menepuk pundakku.

"Bisa sih pin, Cuma suaranya kaya radio rusak saya"

"Udah gak apa-apa Bang, lagu yang buat nembak-nembak gitu ada gak bang?" Ipin antusias.

Tanpa banyak berkata aku mengambil gitar yang ada diantara tumpukan tas dan bersiap-siap bernyanyi, namun sebelum bernyanyi aku memberitahu Yana dan Ipin (termasuk para reader ) bahwa sesungguhnya aku sudah menyukai Linda semenjak kelas 1 SMP dan tak sanggup menyatakannya karena kami berbeda SMP.

"Saat pertama kita bertemu
Aku langsung suka padamu
Tapi kau malah acuhkan aku
Mungkin kabar buruk untukku

Tiga tahun t'lah berlalu
Kita masih tak bersatu
Sulit bagiku nyatakan itu
Nyatakan cinta padamu

I wanna say I love You
My heart is Just for You
And I wish to You
You'll say I love You too
"

(FYI lirik ini potongan lagu ciptaan author 8 tahun lalu pas nembak seseorang, liriknya gak nyeni juga biarin dah yang penting dulu author diterima .. gak penting? Bodo amat )

"Lagu apaan itu bang? Belum pernah denger rasanya saya" Yana mengomentari.

"Iya bang saya juga, lagu siapa sih itu bang?" Ipin bertanya dengan wajah heran.

Aku hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan mereka dan melanjutkan dengan judul lain, Ipin dan Yana sepertinya tidak masalah aku tidak menjawab pertanyaan mereka, dan merekapun ikut bernyanyi.

"Roni,,, didepan ada yang bilang suara kamu bagus nih, ampe terpaku dengerin kamu nya.....awwwwww"

Aku menoleh kearah depan dan melihat ke spion kiri lagi karena yang berbicara barusan adalah Ratna, kulihat Ratna sedang memegangi telinganya. Mungkin Popi menjewer telinga Ratna dan aku melihat wajah Popi memerah ketika aku melihat kearahnya, aku tanpa sadar melemparkan senyum kepada Popi, dan Popi terlihat semakin malu dan membuang wajahnya kearah Galih.

"Tadi si Popi sinis banget pas ngeliatin gue pas abis ngeliat sosok cewek, sekarang dia senyum-senyum malu tersipu gitu, gue jadi penasaran orang kaya apa si Popi itu sebenernya. Ditambah dia pas SMA satu sekolahan sama gue tapi gue gak pernah ngerasa ngeliat dia" gumamku dalam hati.

Tak terasa 3 jam berlalu, namun kami belum juga sampai ketempat yang Galih maksud untuk tempat kami berkemah. Kulihat kiri dan kanan jalan terdapat perkebunan teh yang sangat indah, diujung pandangan terdapat bukit-bukit yang juga tertanam pohon teh, sejuk sekali udara ditempat ini.

"Lih masih jauh kagak? Udah tiga jam nih" aku berteriak kepada Galih.

"Bentar lagi juga nyampe, kita mampir keperumahan warga dulu cari mushala buat shalat dulu" jawab Galih berteriak juga.

Kuperhatikan sekitar dan aku baru menyadari dikiri dan kanan jalan hanya ada hamparan kebun teh dan juga pepohonan, jarang sekali ada bangunan seperti kebun teh lain yang mana banyak sekali pedagang oleh-oleh dan rumah warga.

Ditempat ini benar-benar hanya kebun teh saja, memang jalan yang kami lalui bukanlah jalan besar utama dan karena itu jalanan juga sangat sepi. 15 menit kemudian kami tiba didaerah yang terdapat rumah warga, sebuah kampung terpencil yang jika kulihat dengan seksama benar-benar jauh dari keramaian, bahkan aku tidak melihat adanya kabel listrik dari PLN.

Tak lama Galih memarkirkan mobilnya didekat bangunan yang kurasa adalah mushala sederhana, didekat mushala tersebut terdapat sebuah warung kecil. Galih mengajak kami semua turun untuk menunaikan Shalat dzuhur, kami semua Shalat kecuali Popi dan Ratna karena mereka sedang kedatangan tamu bulanan (Kompak dah ).

Aku dan yang lain menuju ketempat wudhu, kulihat ada banyak paralon yang dipasang sedemikian rupa kearah tempat penyimpanan air yang berupa bak besar. Dari bak besar ini juga terdapat paralon lain mungkin agar air tidak meluap mungkin dan dialirkan ke got yang ada disamping mushala.

"Buset bang, dingin banget aernya kaya aer es " ujar Yana sambil menggigil.

"Ya namanya juga pegunungan dataran tinggi Yan, masih asri" jawab Galih.

"Tapi keknya disini listrik belum nyampe ya Lih, ga ada kabel PLN" ujarku.

"Kata siapa gak ada listrik? Ada kok, Cuma dayanya gak gede soalnya penduduk sini pada make panel surya, coba deh lu lihat diatap rumah warga tuh apaan"

Aku,Yana dan Ipin langsung melihat kearah yang Galih maksud, dan benar saja diatas rumah warga (digenteng) terdapat panel surya yang ukurannya tidak terlalu besar. Kamu semua merasa takjub didesa terpencil seperti ini warganya sudah menggunanan panel surya.

"Kalian tau gak yang bikin tempat ini special?" Galih berkata dengan senyum kecil.
"Apaan bang yang bikin special?" Yana bertanya dengan antusias.

Galih kemudian merogoh sakunya dan mengeluarkan smartphonenya, diapun membuka kunci layar dan menunjukkan hal yang sangat berharga dan penting bagi generasi masa kini yaitu SINYAL INTERNET.

"Gimana? Ntapz kan ditempat kek gini sinyal masih bagus, biarpun Cuma H+ doang sih, itupun Cuma si merah aja. si biru sama si kuning gak ada sama sekali"

Kami semua takjub dan benar-benar senang ditempat tinggi seperti ini masih ada sinyal internet yang cukup bagus, kami semua senang karena kami semua adalah pengguna si merah (bukan ngiklan yak ).

"Udah ah ngobrolnya, sekarang mah Shalat dulu yuk ah" ajak Galih.
Kamipun segera berwudhu dan menunaikan shalat dzuhur.

-------------------------------------00-------------------------00-----------------------------------

Setelah beres shalat dzuhur kami segera keluar dan menuju kewarung yang ada tak jauh disamping mushala, disanalah Popi dan Ratna menunggu kami. Namun rupanya tidak hanya Popi dan Ratna yang sedang diwarung, tapi ada wanita lain yang wajahnya kukenal.

"Ayu? Kamu ngapain disini?" ujarku setengah kaget.

Dihadapanku saat ini ada Ayu, ya Ayu yang tadi pagi berbicara denganku. Kulihat dia sudah berpakaian dengan perlengkapan bak orang akan memasuki hutan, kurang lebih seperti pakaian perempuan di Film Jumanji yang belum lama tayang.

"Roni, kenapa? kaget ya.? hihihi"

Setelah berkata demikian Ayu berjalan kearahku dan memelukku, tentu saja respon yang kudapatkan dari teman-teman lain adalah perkataan cie-cie dan heboh. Terutama Ratna yang meledek bahwa sebentar lagi akan ada perang dunia ke 3, aku dengan refleks melepaskan pelukan Ayu.

Aku tanpa sadar melihat kearah Popi yang sedang duduk dikursi warung sambil menyeruput kopi susunya, wajahnya terlihat datar biarpun aku melihatnya dari arah samping, tapi aku dapat melihatnya dengan jelas.

"Kamu kok bisa nyampe sini Yu?" Galih bertanya dengan wajah keheranan.

"Ya bisa dong, kan aku udah pasangin GPS di dompet Roni"

Mendengar Ayu berkata demikian aku segera mengecek dompetku dan ternyata benar ada benda bulat gepeng kecil berwarna hitam, bentuknya seperti yang ada di film-film.

"Kamu dapet benda ginian darimana Yu?" tanyaku.

"Darimana aja boleh lah, yang penting kan bisa nyusul" jawab Ayu sambil mengedipkan matanya.

Aku tiba-tiba teringat dengan sosok yang mengikuti Ayu, aku langsung melihat kearah mobil Ayu namun tidak mendapati mereka. Dan aku juga baru sadar semenjak aku melihat sosok wanita berbaju kuning tadi, aku sama sekali tidak melihat penampakan apapun.

"Napa lagi nih mata batin gue, apa kaya pas lagi jerit malem tiba-tiba gak bisa liat lagi" gumamku dalam hati.

Setelah berdebat cukup lama akhirnya Galih memperbolehkan Ayu untuk berkemah, karena disamping Ayu kemari sendirian kami juga mendapat kabar dari warga sekitar bahwa terjadi longsor ditempat yang jaraknya 10Km dari desa ini.

"Karena ada longsor yang nutupi jalan, Ayu gak apa-apa ikut camping" ujar Galih.

Semua tampak tidak keberatan dengan Keputusan Galih, bahkan Popi terlihat tidak keberatan. Galih kemudian berbicara dengan salah satu warga yang dikenalnya, kelihatannya mereka membahas hal penting.

"Boys, ke tempat kemah kita lanjutin jalan kaki, gak begitu jauh kok. Sekarang turunin barang-barang dari mobil. Mobilnya mau diparkir dititipin dirumah warga, sekalian juga mobil kamu Yu" Ujar Galih tegas.

Aku dan lelaki lainnya mulai menurunkan barang-barang perlengkapan, perjalanan terasa mulus karena jalan yang kami lewati terawat dengan baik. Bahkan mobil sedan Ayu dapat mencapai tempat ini, sementara kami membongkar barang Popi dan para ladies membeli bahan bumbu diwarung.

Tak lama kemudian kami menuju ketempat kemah, jaraknya hanya 1km dari perkampungan. Menurut Galih lokasinya berada diatas tebing dan memiliki pemandangan yang bagus menghadap keperkampungan warga, kami semua merasa bersemangat bahkan para ladies pun demikian.

Ratna sepertinya sudah mulai akrab dengan Ayu, hanya Popi saja yang terlihat seperti menjawab Ayu seperlunya saja. Diperjalanan kami tidak banyak mengobrol karena jaraknya dekat dan focus membawa barang karena para wanita tidak membawa apapun ( kodrat kali yak).

"Bade meser naon jang mangga (mau beli apa dek silahkan)"

Aku mendengar suara Kakek-Kakek dengan jelas, aku menghentikan langkahku sementara yang lain tetap berjalan. Hanya Galih saja yang ikut berhenti dan menatapku, kemudian dia mengeluarkan uang pecahan lima ribu dan melemparkannya kearah semak-semak kemudian mengambil batu kerikil dan memasukannya ke saku.

"Yuk Ron lanjut Jalan!"

Aku hanya mengangguk dan tidak mengerti dengan apa yang barusaja terjadi, Wajah Galih terlihat sangat santai. Aku mulai berpikir mungkin Galih sudah banyak berubah dan tidak penakut lagi, aku merasa lega melihat Galih bukan penakut lagi.

"Lih barusan itu apaan?" tanyaku.

"Oh tadi, gue dikasih tau sama warga sini kalo misalkan ngedenger suara kaya tadi. Kita harus ngeluarin duit terus ngelemparin kearah semak-semak dan ngambil apa aja terus kita sakuin"

"Maksudnya buar apa tuh?" lanjutku.

"Ya kita kaya transaksi jual beli, tadi lu ngedenger kan suara orang nawarin belanja. Kita harus transaki ngasih duit terus ngambil apapun yang ada disekitar, mau daun kek, kerikil kek yang penting kita transaksi gitu Ron"

"Kalo misalkan enggak gimana tuh?"

"Katanya kita bakalan bernasib buruk, ya kita nurut aja lah toh bebas uang berapa aja yang kita lempar gak wajib nominalnnya"

Aku mengerti maksud perkataan Galih dan melanjutkan perjalanan dengan yang lain, hanya saja aku heran karena Galih yang mengetahui tempatnya namun yang lain tetap melanjutkan berjalan seperti mengetahui lokasinya.

Akhirnya kami tiba dilokasi, kami langsung mendirikan tenda dan para perempuan menyiapkan peralatan untuk memasak. Tak butuh waktu lama bagi kami untuk membangun tenda, setelah beres aku berniat melihat pemandangan perkampungan dan pegunungan yang dimaksud Galih.

Aku tanpa pamit berjalan meninggalkan yang lain dan berjalan keujung tebing yang tidak begitu tinggi, pemandangannya sangat bagus seperti yang dikatakan Galih. Udara disini benar-bener sejuk dan terasa menyegarkan, tak sia-sia aku menuruti perkataan Sheril.

Disaat aku tengah menikmati pemandangan, aku merasakan sesuatu menempel dengan sedikit menekan punggung bawahku. Jika kutebak rasanya seperti benda runcing tipis keras, tanpa babibu aku membalikan badanku dengan cepat.

Aku terkejut karena mendapati Popi mengarahkan pisau dapur berukuran cukup besar kepadaku dan menatapku dengan tatapan sinis penuh kebencian...

BERSAMBUNG.

Mata Batin They Among UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang