20. Sesajen 2

429 28 1
                                    

Aku merasa sangat lemas ketika harus menerima kenyataan bahwa sang monyet tadi berdiri sangat dekat didepanku. Aku menatap kearah mereka dan monyet itu tampak seperti sedang mengobrolkan sesuatu.

Part 20

Sesajen 2

Tubuhku terasa lemas, tenagaku terasa hilang, akupun terjatuh kearah depan dengan posisi telungkup. Biarpun badanko roboh, namun kesadaranku masih tetap ada. Aku mencoba mendengarkan perkataan mereka dari jauh, sangat samar-samar tidak jelas tertutup oleh suara air terjun.

"Nu Aing!"

Aku mendengar jelas suara teriakan sang monyet yang ternyata bisa berbahasa manusia, aku tak bisa mendengar jawaban para Pria yang sedang berhadapan dengan monyet tersebut.

Ditengah tubuhku yang lemas, akupun merasakan mataku terasa berat untuk dibuka. Dan perlahan mataku tertutup namun masih dalam kondisi sadar. Aku merasakan tubuhku gemetar hebat, aku belum pernah merasakan ketakutan sehebat ini.

"Tap....tap...tap"

Aku mendengar suara langkah kaki didekatku,aku tidak dapat membuka mataku. Namun satu hal yang kuingat adalah aku mencium bau tengik yang teramat sangat, sedetik kemudian aku merasakan sesuatu diwajahku. Aku merasakan bulu menempel,atau lebih tepatnya aku yakin ini adalah sebuah ekor.

Aku sangat yakin ini adalah ekor monyet tadi, karena ukuran ekornya jauh lebih besar dibanding ekor monyet yang normal. Aku mulai merasakan sesak karena bau tengik yang kupikir sumbernya berasal dari sang monyet tadi, sedetik kemudian aku mendenger suara langkah berlari disusul hilangnya sensasi bulu ekor diwajah.

"Pak Pak itu anak-anak yang pingsan disana ada tiga orang deket turunan"

"Ya udah cepetan gotong bawa ke tenda, khawatir kenapa-napa!"

Aku mendengar suara Para Pria yang datang tadi, aku merasakan badanku dibopong, aku masih sadar bisa mendengar dan merasakan semuanya.

"Pak ini ada yang luka, gimana?"

"Didi sama Usman Tolong gotong yang luka bawa kerumah saya!"

"SIap Pak RW"

Aku merasa aku dibaringkan dikarpet karena tanganku merasakannya, aku mendengar suara para Pria sibuk bicara satu sama lain menangani kami, terutama menangani Eko. Kesadaranku mulai hilang, namun aku ingat hal terakhir yang kudengar adalah "Dasar anak-anak Ga tau sopan santun".

"Triiiingg....Triinnggg "

Aku mendengar suara alarm dari HP yang kuatur jam enam pagi, kubuka mataku, rasanya pandanganku buram dan tubuhku sedikit lemas. Ketika aku mencoba melihat sekeliling, ada tiga orang Pia yang duduk didekatku. Ternyata Pak RW dan dua orang yang belum pernah kutemui sebelumnya.

"Udah bangun Dek?" Tanya Pak RW kepadaku.

"Eh iya pak" jawabku sambil memegangi kepalaku.

Kulihat Pak RW tersenyum kepadaku,namun lain hal dengan dua orang Pemuda mungkin usia 25an yang sedang bersamanya. Wajah mereka terlihat asam dan tidak ramah, bahkan salah satunya mendelik menatapku. Aku melihat sekeliling ternyata Galih,Upin dan Yana mereka duduk dengan wajah cemas.

"Pak sebenernya ada apa yah?" tanyaku pelan kepada Pak RW.

"Nanti bapak jelasin, sekarang Adek ikut bapak dulu kerumah yah!"

Aku merasa penasaran kenapa Pak RW bisa datang pas sekali ketika kami mengalami masalah semalam, dan juga kenapa dua orang Pemuda ini menatapku dengan tidak ramah, ditambah wajah teman-temanku yang terlihat sangat cemas.

Mata Batin They Among UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang