Aku merasakan sensasi merinding, akau mencium bau melati dengan semerbak. Seperti biasa aku akan menoleh dengan cepat jika mengalami sensasi seperti ini. Aku menghitung dalam hati, satu..dua..tiga… saat aku menoleh kebelakang..“BAAAAAA”
Aku dikagetkan oleh suara dan juga wajah seorang wanita, awalnya aku menyangka wanita ini adalah hantu karena wajahnya berwarna putih pucat, namun saat kuperhatikan ada tanda pengenal berupa kartu panitia menggantung dilehernya.
“Huff, ternyata putih bedak toh” ujarku tanpa sadar.
“Maaf bang gimana ?”
wanita tersebut bertanya sambil mendekatkan wajahnya kearahku, dekat sekali mungkin sekitar 10cm saja.
Deg, jantungku terasa berdegup kencang. Mungkin ini adalah pertama kalinya setelah sekian lama aku merasakan jantungku berdegup karena seorang wanita, dia menjauhkan wajahnya dan dia mengeluarkan HP dari sakunya dan mengeceknya.
Aku perhatikan dengan seksama wanita yang menurutku unik ini, tingginya sedagu jika bersanding denganku. Mungkin tingginya 160cm. wajahnya bulat, matanya besar, bulu alisnya tipis rapi,hidungnya tidak begitu mancung, bibir tipis dihiasi oleh gigi gingsulnya.
Rambutnya panjang sepunggung menurutku, namun saat ini dia mengikat rambutnya bergaya kuncir kuda. Dia mengenakan pakaian Panitia yang sepertinya dibuat oleh pihak sekolah, mengenakan celana PDL yang memiliki banyak kantung dan sepatu cats.Wanita ini menggunakan kacamata bulat mirip persis dengan Linda.
“Mbak, Guru pembimbing disini ya?“
Aku mencoba bertanya kepada wanita itu, namun dia masih sibuk memainkan jari-jemarinya diatas layar Hp. Background berwarna hijau terlihat olehku, mungkin dia sedang membalas whatsapp dari rekannya.
“Mbak, halo“
“Eh bang maaf ini lagi bales chat dulu“
Wanita itu menjawab sambil melemparkan senyum manisnya kepadaku, andai saja dia tidak berdandan menor, mungkin akan terlihat sangat cantik.
“Iyaa gapapa lanjutin aja dulu“ ujarku.
Entah engapa aku merasa sedikit kesal karena dia tiba-tiba mengagetkanku namun malah mengacuhkanku.
“Abang penulis horror yang adiknya sekolah disini ya?“
“Iya saya penulis horror, dan adik saya sekolah disini“
Aku menjawab dengan nada sedikit malas karena masih tersisa kesal bekas dicuekkan.
“Duh maaf ya bang kita ga sempet nemuin minta abang datang langsung, soalnya ngedadak juga. Mau minta no HP tapi kata adik abang dia ga diijinin buat ngasih nomer abang ke sembarang orang!“
Dia menjawab dengan ekspresi malu dan merasa bersalah, memang aku tidak mengizinkan Sheril membagi nomer ku ke sembarang orang,
“Iya gak papa ko emang saya yang nyuruh, acaranya mulai jam berapa ya?”
“Eh bang maaf saya belum ngasih tau nama saya, nama saya Popi. Maaf ya saya manggil bang soalnya kita kaya seumuran hehe“
Dia menjawab sambil menggaruk kepalanya. Memang wanita ini terlihat kurang sopan, tapi aku merasa dia berhati baik.
“Nama saya Roni, umur saya 21 tahun“ ujarku mengenalkan diri .
“Wah 21 tahun ya, saya juga sama“
Wanita ini terus tersenyum, sepertinya dia lupa jika aku tadi menanyakan acara mulai jam berapa.
“Mbak, Mulainya jam berapa?“
KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Batin They Among Us
HorreurCerita Horor Real-Fiksi yang diangkat dari berbagai pengalaman nyata Penulis dan kerabat Penulis yang kemudian dirangkai menjadi sebuah jalan cerita. Kisah seorang penulis yang membuka Mata Batin demi materi Buku Novelnya, awalnya tak ada masalah se...