Kubuka mataku, rasanya sedikit buram, aku tahu mataku sedikit minus namun tidak seburam ini. Kugunakan tangan kananku untuk mengucek, kali ini perlahan pandanganku mulai kembali, saat itu juga aku mengingat hal yang membuat aku pingsan.
Sesosok nenek tua yang memiliki bola mata hitam seluruhnya, dengan sangat perlahan aku meluaskan pandanganku melihat sekeliling kamar, khawatir menemukan sosok yang aneh dan mengagetkanku. Aku tidak mendapati apapun, hanya aku yang terbaring dikasur sendirian. Terbesit dipikiranku apakah mata batinku sudah tertutup kembali?.
Aku merasa kecewa karena setelah bersusah payah mendapatkan tanah kuburan, aku tidak mendapatkan yang aku inginkan. Aku teringat sebelum aku pingsan Arif sedang berada dikamarku, namun sekarang dia tidak terlihat.
Aku kembali mengingat-ngingat rupa dan bentuk penampakan nenek tua tadi, rambutnya putih disanggul, menggunakan kebaya putih dan kain samping (jarik) batik berwarna cokelat. Bola mata hitam seluruhnya disertai dua gigi taring yang terlihat jika dia sedang tersenyum. Aku segera menulis deskripsi nenek tua yang tadi kulihat sebelum pingsan.
Aku beranjak dari tempat tidur dan bermaksud mengecek ruang tengah, kudapati pintu kamarku terbuka sedikit. Saat kubuka knop pintu aku kaget bukan main, rasanya jantungku mau copot karena aku melihat sosok nenek tua yang kulihat tadi sebelum pingsan sedang berdiri didepanku dengan senyumannya. Terlihat olehku kedua bola mata hitamnya disertai taring yang tajam dimulutnya. Aku dengan cepat memejamkan mataku.
"Gak usah takut ron, dia gak ada niat jahat kok"
Aku mendengar suara Arif dengan jelas, namun aku masih enggan membuka mataku. Aku masih merasa ngeri melihat sosok nenek tua tadi, sedetik kemudian aku merasa tanganku ditarik, dengan refleks aku berontak sembari berteriak .
"Lepasin saya, jangan bawa saya. Saya belum kimpoi" aku berteriak kencang dengan mata masih terpejam.
Tanganku masih serasa ditarik, kali ini tarikannya terasa lebih kuat. Tarik menarik tak dapat dihindarkan. Ditengah kepanikanku aku memberanikan membuka mata, ternyata yang menarik tanganku adalah Arif, dan dia terlihat menahan tawa kemudian dia segera melepaskan tanganku.
"Anjir lu Rif, ngagetin gue aja lu, gue kira yang narik bukan elu" ujarku dengan nada kesal kepada Arif.
Arif hanya tertawa kemudian dia menghentikan tawanya dan tersenyum kecil, tiba-tiba tanganku terasa ada yang memegang. Kali ini tangan yang memegangiku terasa dingin,aat kutoleh kearah kiriku dengan perlahan.
Kudapati ternyata yang memegang tanganku adalah nenek tadi dan dia masih tersenyum dengan menunjukan kedua taringnya, kali ini aku tidak mampu berteriak dan terduduk lemas. Arif yang melihatku lemas segera mendekatiku dan membopongku kesudut ruangan.
"Ah lu gimana sih Ron baru liat penampakan segitu aja udah keok, gimana kalo liat yang lain?"
Baru saja Arif selesai dengan omongannya, aku melihat sosok laki-laki tinggi besar didekat pintu ruangan gudang. Mungkin tingginya dua meter lebih, badannya berotot dipenuhi dengan rambut halus, kuku jari kakinya terlihat panjang, dan mengenakan kain lusuh untuk menutup area laki-lakinya, Keringat dingin terasa mengalir dipelipisku.
Kali ini aku tidak memejamkan mata dan malah merasa penasaran untuk melihat wajahnya, saat kutatap kearah wajahnya dia juga sedang menatapku dengan mata merahnya, taringnya panjang dan besar dari arah bawah.
"Rif lu ngeliat yang gue liat gak?" aku bertanya kepada Arif dengan suara pelan.
"Iya gue bisa ngeliat lagi, pas semalem lu tidur gue kebangun. Terus gue mikir kalo lu Cuma liat sendirian gue khawatir lu kalap, makanya gue juga usapin tanah kuburan ke mata gue biar bisa nemenin sama bimbing lu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Batin They Among Us
TerrorCerita Horor Real-Fiksi yang diangkat dari berbagai pengalaman nyata Penulis dan kerabat Penulis yang kemudian dirangkai menjadi sebuah jalan cerita. Kisah seorang penulis yang membuka Mata Batin demi materi Buku Novelnya, awalnya tak ada masalah se...