13. Jurig Kincir (Sheril)

508 27 0
                                    

(Cerita dalam Bab ini diambil dari sudut pandang Sheril, bukan dari sudut pandang Roni)

Setelah aku dipanggil oleh guru pembimbing, aku segera menuju kelas meninggalkan kakakku bersama Bu Popi. Aku heran bisa-bisanya kakak-ku bisa begitu dekat dengan wanita yang baru sehari dikenalnya, karena setahuku kakak adalah orang yang sulit menyukai orang lain.

Diruangan kelas para siswi membaringkan tubuh mereka, mereka semua tampak kelelahan. Terlihat olehku masih ada beberapa yang terbangun dan sedang memainkan HP, jika lebih diperhatikan posisi tidur kami terbagi menjadi grup-grupan, maklum perempuan.

"Sheril kamu tadi abis darimana?"

seorang gadis yang terbaring disamping bicara kepadaku, namanya Intan, dia adalah teman sebangku ku. Tubuhnya tinggi sepertiku, berambut panjang berwarna kemerahan yang menurutnya memang warna alami bukan karna diwarnai, matanya besar dan hidung bulat dan pipi Chubby.

"Tadi habis nemuin kakak aku, ada urusan"

"Kak Roni kok deket banget ya sama Bu Popi, kayak orang pacaran aja"

Mendengar Intan berkata demikian entah mengapa aku merasa sedikit kesal, aku merasa tidak suka jika kakak dekat dengan Bu Popi. Atau mungkim dekat dengan wanita lain, entahlah aku merasa bingung dengan hatiku. Aku tau kami bukan saudara kandung, tapi kami tetap terikat hubungan kakak-adik.

"Sher kok diem?"

"Eh maaf tadi lagi mikirin sesuatu"

"Mikirin apa hayo, mikirin kak andika ya. Baru 3x liat kamu aja dia udah ngebet pengen jadi pacar kamu Sher, napa gak diterima aja?"

"Gak apa-apa, aku gak mau pacaran dulu. Mau fokus sekolah"

Mendengar jawabanku Intan tersenyum dan mulai menggodaku dengan cie-cie nya.

"Si Anggi kemana Tan? Kok gak ada?"

Aku mencoba mengalihkan pembicaraan, Anggi yang kumaksud adalah Anggi yang merupakan tetanggaku. Ternyata kami berada dikelas yang sama dan aku mulai akrab dengannya, namun kami berada dalam kelompok yang berbeda untuk acara jurit malam.

"Tadi katanya mau ke Toilet, sendirian. Berani dia ya Sher, aku mah gak berani" ujar Intan sambil merinding.

"Eh Tan, kata senior nanti acara Jurit malam gak boleh bawa HP yah ?"

"Ya gak boleh lah Sher, sebelum acara nanti HP dikumpulin ke Pembimbing. Diabsen loh, lagian seragam OR kita kan gak ada sakunya"

Aku hanya tersenyum licik mendengarkan jawaban Intan, dia terlihat penasaran melihatku tersenyum. Aku langsung mengeluarkan kedua HP ku dari tas,  sebuah nokia jadul dan satu lagi Samsul Android.

"Kamu pake dua HP Sher, hmm kalo yang satu dikumpulin yang satu lagi mau disimpen dimana? Kan gak ada sakunya?"

Aku hanya menjawabnya dengan senyum, kemudian aku memasukan Samsul Android kebalik baju, atau tepatnya dibalik BH dan kujepit diantara buah dada, aku tersenyum menang.

"Pinter juga kamu Sher... tapi ih curang, kamu mah enak dadanya gede..lah aku?" Jawab Intan sambil memegang dadanya.

"Kamu sabar Tan, Ini ujian"

Kemudian kami berdua tertawa pelan karena khawatir ditegur guru.

"Tap tap tap"

Aku mendengar langkah kaki masuk, rupanya Anggi yang masuk. Kemudian dia langsung merebahkan badan disisiku, ada hal yang menggangguku yaitu Anggi terkikih sendiri.

"Kamu kenapa Nggi ? ketawa sendiri"

Anggi menoleh kearahku sambil senyum-senyum, kemudian dia menunjukkan sebuah gayung.

"Ngapain kamu bawa-bawa gayung?" sontak saja aku merasa heran, begitupun Intan.

"Ini gayung dari toilet, aku tuker gayungnya sama potongan botol Aqua"

"Biar apa Nggi?" Intan bertanya dengan heran.

"Gak papa sih, iseng aja soalnya dulu aku pernah juga cebok pake botol Aqua. Menderita banget aku"

Kami bertiga tertawa dengan cukup keras dan mungkin terdengar keluar, karena tidak lama kemudian ada guru pembimbing yang masuk dan menegur kami agar jangan ribut.

Saat ini aku baru memiliki dua teman akrab yaitu Intan dan Anggi, sedangkan sisanya aku tidak begitu mengenal mereka. Aku hanya mengandalkan membaca nama di papan nama Baju Olahraga, aku memutuskan untuk tidur.

Pukul 23.00 kami mendadak dibangunkan oleh pembimbing, kami diminta untuk menyerahkan HP kami untuk dikumpulkan. Kami diberi waktu 30 menit untuk menyerahkan HP kami dan membasuh muka.

Pembimbing mewajibkan kami membasuh muka, menurut mereka agar kami merasa lebih segar. Semua peserta berbondong-bondong menuju tempat cuci muka, siswi cuci muka di mesjid sementara siswa di toilet. Terdengar tidak adil memang, namun itulah yang diperintahkan pembimbing.

Aku dan Intan beserta Anggi Berjalan kearah mesjid, dilapangan aku melihat Kakak sedang tertidur sambil menunduk diantara lututnya. Dia hanya mengenakan kaos saja dan tidak menggunakan jaket, aku dengan refleks membuka jaket yang kupakai dan menutupi kakak dengan jaket.

Disampingnya aku tidak melihat Bu Popi, mungkin dia sudah bangun. Aku langsung pergi meninggalkan kakak khawatir dia terbangun dan mendapati diriku memasangkan jaket kepadanya.

Di mesjid aku langsung mengantri dengan siswi lain, aku merasa aneh juga di hari keduaku sekolah aku langsung mengikuti acara seperti ini. Aku melihat peserta lain wajahnya masih ada yang mengantuk, bayangkan saja kami hanya diberi waktu tidur mungkin hanya 1.5 jam.

Setelah beres mencuci muka aku lantas kembali kelapangan untuk berkumpul, disana aku berbaris dengan kelompokku bersama Intan karena Anggi beda kelompok. Aku kira acara akan langsung dimulai, namun ternyata kami diberi pengarahan dulu dan pengarahannya selama satu jam.

Pembimbing mengatakan sekarang sudah pukul duabelas malam, dan acara akan segera dimulai. Aku memandang kearah kakak duduk, dia sepertinya mulai terbangun lalu dia menoleh kearah kirinya.

"Hmm pasti nyariin Bu Popi" gumamku dalam hati.

Aku merasa seperti cemburu, namun entahlah. Kulihat kakak melihat kearahku, aku refleks melambaikan tangan dan tersenyum kepadanya. Dia juga melambaikan tangannya kepadaku, namun tiba-tiba dia berdiri dan langsung berlari kearah toilet mesjid.

"Ih ngeselin banget" tanpa sadar aku berucap dan Intan mendengarku.

"Kenapa Sher?"

"Eh Gak apa-apa kok" jawabku sambil tersenyum terpaksa, namun Intan tidak ambil pusing.

Perlahan tiap kelompok memasuki jalurnya masing-masing, jalur dibagi menjadi tiga disesuaikan dengan kelas. Sesekali aku mendengar teriakan peserta laindari arah kebun, mungkin ada panitia yang menyamar menjadi hantu, aku merasa ngeri namun apa boleh buat.

Sejam lebih aku menunggu giliran, aku menoleh kearah tempat duduk kaka dia belum kembali dan jaketku tergeletak begitu saja.

"Ih kesel banget kakak nyebelin" kali ini aku bergumam dalam hati.

Sekarang tibalah giliran kelompokku, kelompok kami yang terakhir masuk. Kelompokku terdiri dari 3 orang laki-laki dan 7 orang perempuan, satu orang memegang senter yaitu Deni si Pinru.

Aku mulai berjalan dan Deni berada paling depan dan dua orang laki-laki sisanya ada dibelakang, jadi anak perempuan diapit oleh siswa laki-laki. Aku merasa sedikit risih karena kedua siswa dibelakangku berbisik-bisik membicarakan pinggulku, aku hanya bisa diam saja.

Didalam kebun kami melihat ada tanda penunjuk jalan, beberapa menit kemudian pinru berhenti dan menyorot kearah samping kanan.

"Aaaaaaaaaa!!"

Anak perempuan menjerit, termasuk aku .
Kami melihat kain putih diatas pohon menggantung.

"Tenang..tenang..itu cuma mukena"


Pinru mencoba menenangkan kami, dan setelah diperhatikan memang sebuah mukena. Kami melanjutkan berjalan dan melihat seorang Pria mengenakan pakaian serba hitam membelakangi kami, kami melewati Pria itu dengan berjalan cukup cepat.

Beberapa menit kemudian aku merasakan kantung kemihku bergejolak, aku merasakan ingin kencing yang tak tertahan.

"Tan aku pengen pipis, udah kebelet banget"

"Seriusan Sher? Tengah kebun begini?"

Aku tidak menjawab dan hanya memberikan ekspresi tersiksa, Intan melapor kepada Deni dan mereka bersedia menungguku namun karena senter hanya satu. Aku tidak menggunakan senter dan hanya mengandalkan pantulan cahaya dari senter pinru.

Aku berjalan cukup jauh mencari semak-semak, rasa kebeletku mengalahkan rasa takutku. Setelah menemukan tempat yang cocok aku segera jongkok dan membuka celanaku, sementara Intan menunggu sekitar 5 meter dariku.


Air kencingku sangat banyak dan aku merasakan perutku lumayan melilit karena sedang datang bulan, aku jongkok lumayan lama. Cahaya pantulan senter hilang, mungkin Pinru menyoroti arah lain.

Setelah beres aku segera memakai kembali celanaku dan menghampiri Intan, Intan menghadap kearah lain.

"Tan aku udah, maaf lama ya"

Intan tidak menjawab dan masih menghadap kearah lain, aku merasakan ada angin yang berhembus, bulu kuduk-ku merinding.
Perlahan sinar bulan terlihat karena awan bergeser tertiup angin.

"Tan?"

Aku memegang pundaknya dan membalikan badannya.

"Kyaaaaaaaa"

Aku berteriak dengan keras karena ketika Intan menghadap kearahku matanya menyala merah dengan wajah penuh darah dan bertaring, aku berjalan mundur dan terjatuh dalam posisi duduk.

Saat aku mengedipkan mata, terlihat jelas olehku Intan berubah manjadi sosok wanita mengenakan gaun putih. Dia berganti rupa dalam sekejap mata, kemudian tertawa dengan melengking.

Aku begitu ketakutan dan berlari menjauh dari sosok tersebut, aku berlari sekencang-kencangnya tanpa tau arah. Dalam keadaan berlari suara wanita itu masih terdengar dekat seperti memgikutiku, namun aku tidak berani menoleh kebelakang.

HP KU Bergetar seperti ada yang menelfon, namun aku tidak bisa menjawabnya dalam kondisi ini. Sekitar dua menit aku berlari keluar dari kebun dan mendapati tanah lapang seperti kebun palawija, suara wanita tersebut masih terdengar dibelakangku.

Aku merasakan kaki dan tubuhku lemas, aku jatuh tersungkur. Nafasku sangat berat, lelah sekali. Saat aku menoleh kesisi lain wanita itu sedang berdiri melayang didekatku. Tak lama badanku seperti bergerak sendiri. Aku berjalan kearah kebun jati, wanita tersebut melayang didepanku.

Langkahku terhenti disebuah pohon jati yang besar dan banyak daun dibawahnya, terlihat jelas karena terpapar sinar rembulan. Kemudian aku merasa lemas dan duduk dalam posisi berlutut.

"Neng..Milu jeng Ema nya"

Aku mendengar wanita itu bicara namun mulutnya tertutup, jangankan menjawab, Membuka mulutkun aku tidak mampu. Aku dalam posisi berlutut cukup lama.

"Sheril..Sheril..!"

Aku mendengar suara kakak, suaranya terdengar dekat. Benar saja aku melihat kakak-ku sedang berjalan kearahku sambil menyoroti kebun dan terus memanggil namaku, Ingin sekali aku menjawabnya namun membuka mulut saja aku tak mampu.

Kakak berhenti tepat didepanku dan wajahnya terlihat kebingungan, dia terus memandang kearah HP nya. Dia memandang kearahku, tapi dia tidak bereaksi apapun seperti dia tidak melihatku.

"Allahuakbar..allahuakbar.."

Kakak beradzan didepanku, wanita disebelahku menutup telinganya dan mengerang. Hingga pada bagian haya alashalah wanita itu menjerit seperti kesakitan, kulihat kakak-ku sepertinya juga mendengar jeritan wanita ini.

Kakak semakin mengeraskan suara adzannya, dan "BRUK" aku tersungkur karena badanku terasa lemas dan dingin. Aku sebenarnya masih dalam kondisi sadar, karena aku bisa mendengar suara kakak yang sedang khawatir dan tak berapa lama juga aku mendengar suara Pak Robi .

Aku merasa badanku dibopong, aku sadar namun tak kuasa membuka mata karena rasanya berat sekali. Setelah beberapa lama aku mendengar suara Bu Popi dan beberapa guru lain, ditengah keributan aku mendengar suara wanita tadi tertawa.

Badanku terasa kaku dan bergerak sendiri, aku merasakan keningku dipegang oleh seseorang. Aku berbicara sendiri dan kehilangan kendali, hingga aku merasa tak sadarkan diri.
-------------00-------00-----'


Aku mulai sadar dan badanku lemas namun mataku masih terpejam, aku tidak mendengar suara apapun.

"Zzzzzt....zzzzt"

Aku merasakan HP bergetar didadaku,
juga suara kakak yang berkata aku tidak bisa lepas dari HP. Aku segera membuka mata mendapati kakak memegang ujung baju atasku, dan aku dengan refleks menahan tangan kakak-ku yang saat ini memegang ujung bajuku.

Jantungku berdegup dengan kencang dalam kondisi seperti ini, namun aku berusaha menyembunyikan perasaanku dan memasang wajah datar.

"Kakak ngapain?"

"Eh..udah,,,udah sadar dek ?"

kakak berbicara dengan terbata-bata seperti takut aku akan marah.

"Aku tau kita bukan saudara kandung, tapi kita tetep kakak-adik kan kak?"

Aku merasa jantungku berdebar, dan merasa ada yang salah dengan diriku.

"Kak. Kalo aku ninggalin kakak gimana?"

Duh kenapa aku malah bertanya layaknya seorang kekasih ? Wajahku memerah, kakak menjawab sewajarnya saja. Tanpa sadar dan seperti tidak memegang kendali, aku memeluk kakak.

Aku merasa tenang ketika kakak mengelus-elus rambutku, sepertinya aku bukanlah satu-satunya wanita yang suka bila dielus-elus kepalanya, akupun tertidur dipelukan kakak.

Pagi harinya aku dibangunkan oleh Bu popi untuk segera menuju ruangan sebelah, tanpa banyak bertanya aku menurutinya. Kulihat kakak masih tertidur pulas dengan celananya yang kotor, wajahnya terlihat sangat lelah dan aku merasa beruntung punya orang yang menyayangiku.

Diruangan sebelah aku melihat kelompokku, mereka semua terlihat gelisah apalagi ketika mereka melihatku.

"Tan, kenapa kok pada gitu liatin aku?"

"Kamu emang gak inget semalem kita ngapain Sher?"

Aku sampai terlupa jika semalam kejadian mistis bukan hanya menimpaku, kenapa aku bisa sampai lupa?

"Kamu kemana Tan bukannya nungguin aku malah ninggalin..yang nungguin aku malah setan" aku bicara dengan sedikit ketus kepadanya.

"Aku tuh nungguin kamu sampe beres, tapi yang dateng bukan kamu. Rupanya sih kaya kamu, tapi matanya putih semua"

Intan langsung memeluk badannya sendiri, sementara teman-teman yang lain hanya diam saja. Bahkan mereka nampak seperti MENYALAHKAN diriku yang kebelet kencing, tatapan mereka sungguh membuatku tidak nyaman.

Tak lama kemudian masuk seorang bapak-bapak menggunakan peci dan mengenalkan diri. Namanya pak Karim, tanpa basa-basi dia menyuruh kami menutup mata dan mengikuti arahannya seperti menarik nafas dalam-dalam atau membaca doa dsb.

Ketika sesi membaca doa aku tidak membaca karena sedang haid, beliau lali mengeluarkan kata-kata yang jika kudengar seperti hendak menghipnotis. Setelah dia mengucapkan kata TIDUR, aku mendengar suara badan teman-teman jatuh, aku dengan refleks meniru mereka namun pikiranku masih dalam keadaan sadar.

Dalam sesi selanjutnya, beliau berkata bahwa kami harus melupakan kejadian semalam dalam hitungan ketiga. Aku samar-samar mendengar obrolan Bu Popi dan Bu Dewi kurang lebih seperti ini.

"Tadi subuh peserta lain udah dihipnotis massal, tinggal kelompok ini yang belum. Mereka gak boleh inget biar gak trauma"

Aku yakin itu adalah suara Bu Dewi, aku terus berpura-pura terhipnotis. Kembali pak Karim memberikan arahan kami harus bangun dari tidur dalam hitungan ketiga, lalu kamipun bangun.

Saat membuka mata aku melihat teman-teman, mereka semua seperti linglung. Dan yang paling aku heran wajah mereka kembali biasa dan tatapan sinis mereka tiba-tiba hilang.

Pak Karim dan Bu Dewi pergi berlalu begitu saja, meninggalkan kami tanpa berkata apapun. Teman-temanku pun dengan sendirinya berjalan keluar ruangan seperti tidak terjadi apa-apa.

"Sher sarapan yuk. Laper nih"

Intan mengajakku sarapan, dia melupakan hal semalam seolah tidak terjadi apapun.

"Sheril sarapan yah, ibu temenin" ujar Bu Popi dengan hangat kepadaku.

Aku sebenarnya kurang begitu suka kepadanya namun aku harus bisa menempatkan perasaanku, aku menerima ajakan Intan dan Bu Popi untuk Sarapan.

Entah mengapa aku merasakan kehangatan yang diberikan Bu Popi hanyalah merupakan akting belaka, tapi aku ingat petuah mama jangan suudzon sama orang. Akhirnya aku tidak begitu menghiraukannya.

Diwarung aku memesan sarapan nasi kuning, tak lupa aku mempertahankan aktingku seolah pak Karim sukses menghipnotisku. Dia tidak tahu jika aku ini pintar dalam berakting, namun jika dihadapan kakak Aku tidak bisa memakai aktingku.

Entahlah ada apa dengan diriku ini.

Mata Batin They Among UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang