Sena mematung di tempatnya, ia bertatapan dengan Nathan saat ini.
"Ada apa?" Tanya Nathan dengan alis yang terangkat satu.
"Mau ketemu Aeri"
Nathan pun memundurkan langkahnya guna memberi Sena jalan.
"Masuk aja" sahut Nathan, lalu Sena pun berjalan cepat memasuki rumah itu, dan langsung memasuki kamar Aeri, membuat Aeri terkejut.
"Lo ngapain kesini?" Tanya Aeri seraya mengunci pintu kamarnya.
"Liat, lo gak baik-baik aja, Aeri" ujar Sena yang melihat Luka di wajah dan leher Aeri.
"Sssttt" Aeri memberi isyarat agar Sena tidak bicara terlalu kencang.
"Gue baik-baik aja kok" ujar Aeri sambil tersenyum kecil.
"Gue bakal laporin Nathan ke polisi kalau lo gak cerita" ancam Sena yang membuat Aeri tergugup.
"S-sen" lirih Aeri.
"Cepet cerita, gue bakal dengerin. Gue begini karena khawatir sama lo" ujar Sena seraya meraih tangan ringkih Aeri.
"Ri, gue serius. Gue bisa minta bantuan kakak gue buat laporin Nathan ke polisi"
Sontak Aeri menggeleng. "J-jangan, Jangan Sena"
"Kalau begitu cerita"
Aeri menghela nafasnya. "Ya, luka yang gue dapet dari kak Nathan" lirih Aeri.
"Terus, kenapa lo diem aja?"
"Gak tau, gue rasa gue harus diem"
"Jangan kayak gitu, lo harus terbuka sama gue, sama yang lain juga. Gue bisa bantuin lo buat lepas dari Nathan"
"Jangan, kak Nathan bisa aja lukain lo"
Sena terdiam, lalu ia menghela nafasnya. "Terus, sampe kapan lo bakal diem?"
"Gue gak tau" lirih Aeri.
"Kalau gitu kita keluar sekarang, gue tau lo bosen di rumah" ujar Sena.
"Enggak Sen, nanti kak Nathan marah"
"Gedek banget gue sama si Nathan. Lo diem disini" ujar Sena seraya beranjak dari sana, kemudian keluar dari kamar Aeri mengabaikan panggilan Aeri.
"Nath, gue sama Aeri mau main keluar" ujar Sena pada Nathan yang kini sedang berdiri di dekat lemari pendingin.
"Apa disini gak cukup?" Tanya Nathan seraya berjalan mendekat pada Sena.
"Ya gak lah, Aeri juga butuh udara segar. Jangan kurung Aeri terus"
"Dia nakal" gumam Nathan yang membuat Sena mendengus sebal.
"Konyol"
Nathan menatap Sena dengan tatapan licik, lalu ia terus mendekat membuat Sena tergugup. Punggungnya sudah menabrak lemari.
"Kenapa lo selalu ganggu Aeri?" Desis Nathan.
"Gue cuma mau ajak dia main" sahut Sena yang berusaha terlihat biasa saja.
"Dia butuh istirahat"
"Terlalu lama, lo ngurung Aeri selama sebulan lebih"
"Ngurung?"
"Lo gak biarin Aeri keluar rumah" lanjut Sena.
"Oh, Aeri cerita?"
"Keliatan jelas walau Aeri gak cerita, dia selalu nolak ajakan gue buat main karena takut lo marah" sahut Sena.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARE OR DARE || 100 Days✔️
Fanfiction[END] Berawal dari Permainan yang mereka mainkan, semuanya menjadi kacau. - Adegan bunuh diri - Kekerasan