1 minggu, 2 minggu, dan terhitung sudah 1 bulan Aeri tidak keluar dari rumah. Nathan benar-benar mengurungnya, entah sudah berapa goresan yang Nathan buat di tubuh Aeri, hingga rasa sakit itu terasa hambar untuknya. Ia sudah lelah menangis meminta untuk Nathan berhenti menyakitinya, karena semuanya akan sia-sia.
Aeri keluar dari kamar, ia pergi ke lemari pendingin untuk mengambil minum, saat akan kembali ke kamar matanya menangkap pintu lemari di ruang tengah terbuka, dengan berkas-berkas yang jatuh berantakan.
Aeri pun mengambil berkas tersebut dan menaruhnya kembali ke tempat adal. Lemari itu tampak penuh, pantas isinya terjatuh begitu saja.
Aeri tersenyum kecil melihat album foto, lalu ia duduk di sofa dan membuka album foto itu.
"Han Arin, Jung Yunho, Jung Aeri, Nathan Jung" gumam Aeri membaca tulisan tangan yang tertera disana.
"Kak Nathan" gumam Aeri lagi saat melihat foto seorang anak laki-laki yang duduk di taman, anak laki-laki itu nampak menatap kamera dengan datar.
Album foto itu di awali dengan foto Nathan saat kecil. Nathan terlihat tampan, namun wajahnya terlihat dingin sejak dulu, tapi jika sudah tersenyum manis membuat Aeri senang.
Aeri kembali tersenyum saat melihat dirinya saat kecil. "Gendut. Aku gendut"
Aeri terlihat gemuk saat kecil, namun ia terlihat begitu cantik saat remaja, membuat senyuman Aeri meluntur. Tampilannya yang sekarang terlihat begitu kusam, dengan surai kusut dan tubuh yang kurus, kantung mata pun menghitam, begitu berbeda saat ia masih nengenakan seragam SMP.
Pluk
Sebuah amplop puth terjatuh, Aeri pun meraihnya dan membuka amplop itu. Kertas di dalam sana sudah kusam, dan tertera tahun 2005 disana.
Aeri membaca surat tersebut, surat yang berasal dari rumah sakit Seoul, yang mana pasien bernama Nathan Jung.
Yang Aeri tangkap dari surat itu, bahwa Nathan mengidap penyakit congenital analgesia, dan tertera penyakit itu tidak bisa dipulihkan.
Aeri tampak bingung, namun ia segera merapikan kembali semua itu, dan menaruhnya di tempat asal.
Aeri kembali ke kamarnya dan meraih ponselnya, ia mencari tahu apa itu congenital analgesia.
Kemampuan untuk tidak merasakan sakit sama sekali bukan sekedar imajinasi, karena pada kenyataanya ada. Dalam istilah medis, kemampuan tidak merasakan sakit sama sekali ini disebut sebagai congenital analgesia atau Congenital insensitivity to pain (CIPA).
Aeri terkejut, artikel tersebut menjelaskan apa itu Congenital Analgesia. Jadi, selama ini Nathan tidak bisa merasakan sakit?
Ini tidak mungkin, namun ini benar adanya. Bahkan sudah ada beberapa yang mengidap penyakit langka tersebut di dunia ini.
Ting Tong Ting Tong
Aeri keluar dari kamarnya dan segera menuju pintu utama. Lagi-lagi Nathan tidak mengunci pintunya, dan ini sudah 2 hari berturut-turut.
Aeri membuka pagarnya dan melihat Jeno disana.
"Mau sampe kapan di rumah terus?" Tanya Jeno, dan tiba-tiba ia memeluk Aeri lumayan lama, membuat Aeri mematung, jantungnya berdetak keras.
"Kenapa lo beneran berenti sekolah? Kenapa lo gak angkat telpon gue?" Tanya Jeno lagi.
"G-gue, berenti?" Tanya Aeri dengan nada bingung, Jeno pun melepaskan pelukannya.
"Lo berenti sekolah, Nathan yang urus minggu lalu"
"Tapi kak Nathan gak bilang apa-apa dama gue" lirih Aeri.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARE OR DARE || 100 Days✔️
Fanfiction[END] Berawal dari Permainan yang mereka mainkan, semuanya menjadi kacau. - Adegan bunuh diri - Kekerasan